Mohon tunggu...
Yoga Prasetya
Yoga Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Penjelajah

Menulis buku: Kepada Toean Dekker (2018), Antologi Kalimats Koma (2019), Retrospeksi Sumir (2020), Semesta Sang Guru (2021), Romansa Kusuma (2022), Astronomi Hati (2023), Kipas Angin (2024)

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hakikat Kritik dalam Sebuah Puisi Kemerdekaan

18 Agustus 2021   07:07 Diperbarui: 18 Agustus 2021   07:21 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Canva Yoga Prasetya

Hakikat Kritik dalam Sebuah Puisi Kemerdekaan

Lelaki itu suka menghakimi golonganku sebagai kelompok sesat. Menurutnya, pujangga itu gila.

Mengapa orang yang tidak sejalan dengannya selalu dapat julukan sesat? Apakah kebenaran hanya milik dia sendiri?

Puisi ini adalah bentuk kritikku padanya. Kepada orang yang mudah melafalkan kata sesat untuk lainnya.

Dalam hening puasa tasua, hati lebih jernih untuk menulis. Memang setiap insan bebas merdeka mengungkapkan kata-kata.

Yang selalu dia ucapkan: haram bermusik, jauhi berpuisi. Bahkan, namaku saja dilabelinya tidak islami.

Yoga bukan selalu bermakna filsafat Hindu. Atau senam kesehatan. Namun, dalam bahasa Jawa, Yoga adalah putra atau anak.

Prasetya bukan berarti tidak setia. Atau belum setia. Dalam bahasa Jawa, Prasetya adalah memegang teguh niat atau janji.
---
Pada hakikatnya, kritik itu bukan sekadar memberi kecaman atau tanggapan. Lebih dari itu, kritik membuat kita belajar melihat sisi lainnya.

Rumah Bersama, 9 Muharam 1443 H
Puisi Kemerdekaan Yoga Prasetya bagian 53

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun