Mohon tunggu...
Yoga Prasetya
Yoga Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Penjelajah

Menulis buku: Kepada Toean Dekker (2018), Antologi Kalimats Koma (2019), Retrospeksi Sumir (2020), Semesta Sang Guru (2021), Romansa Kusuma (2022), Astronomi Hati (2023), Kipas Angin (2024)

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mengapa Pemain Berlabel Timnas Indonesia Lebih Suka Bermain di Negeri Sendiri?

10 Juni 2021   06:10 Diperbarui: 10 Juni 2021   06:36 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu pelatih terbaik di Indonesia, Coach Fakhri Husaeni berikan opini tentang merantau di luar negeri (dokumen Ig @football.noise)

Mengapa Pemain Berlabel Timnas Indonesia Lebih Suka Bermain di Negeri Sendiri?

Salah satu pelatih terbaik negeri ini, Coach Fakhri Husaeni pernah mengatakan: "Ya, kalau saya sih sudah berkali-kali bilang ke mereka (pemain timnas) kalau ada kesempatan main di klub luar, ya keluarlah. Karena tantangannya bagus, tata kelola kompetensinya juga lebih baik. Toh di sana main bola juga kan, bukan main game."

Banyak fakta yang sebenarnya sudah kita ketahui tentang liga di Indonesia. Mulai dari profesionalisme panitia pelaksana yang kurang hingga sarana prasarana klub yang belum memenuhi standar FIFA. Melalui tulisan ini, saya mendorong para pemain yang terdaftar sebagai skuad timnas untuk keluar dari zona nyaman.

Liga Indonesia adalah zona nyaman bagi para pemain timnas. Mereka mendapatkan popularitas, gaji yang besar, dan tentunya dekat dengan keluarga. Sayangnya, kualitas liga kita jauh dari harapan.

Kawan saya bahkan menyebut liga Indonesia saat ini seperti liga konten. Selebriti FC menjadi ladang yang menggiurkan. Dengan banyaknya artis yang main bareng pemain bola profesional, ternyata berdampak buruk terhadap mental pemain timnas.

Sebagian besar pemain timnas tidak memiliki semangat untuk menjadi yang terbaik. Mayoritas pemain timnas tidak punya usaha mengembangkan karier di liga top dunia atau minimal Asia. Mirisnya, status timnas hanya menjadi peningkat popularitas.

Contoh sederhana betapa buruk pemain timnas kita yang memilih bermain di liga Indonesia ialah pola makan yang tidak sehat, makan mi, apalagi gorengan. Kita bisa menemukan fakta tersebut di media sosial mereka. Alasan mereka melakukan itu karena tidak ada kompetisi resmi.

Beruntunglah tidak semua pemain timnas seperti itu. Masih ada pemain yang punya cita-cita tinggi untuk merasakan atmosfer liga Eropa, seperti Egy Maulana Fikri. Meski hanya menjadi bangku cadangan di klub Polandia, dia tetap berlatih setiap hari. Bukan malah ikut "fun football" menunggu kompetisi digulirkan.

Figur teladan lainnya adalah Asnawi yang rela keluar dari zona nyaman bermain di Liga 2 Korea Selatan. Dia tidak tergiur gaji besar di Indonesia. Yang dibutuhkan saat ini adalah meningkatkan skill dengan bermain di kompetisi profesional, bukan sekadar "have fun" dan cuan.

Saya percaya bahwa pemain timnas punya potensi untuk bermain di liga top Asia atau minimal Asia Tenggara. Adanya regulasi kuota khusus untuk pemain Asean di liga Jepang atau Korea Selatan harusnya menjadi poin tambahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun