Dengan kata lain, saya ingin mengatakan bahwa sudah cukuplah persoalan itu, jangan lagi lawan politik yang dianggap mengancam kekuasaan kemudian menutup rapat aspirasi-aspirasi masyarakat di bawah yang ingin diekspresikan. Biarkan saja semuanya berjalan alami asalkan kita bicara kepentingan umum. Saya ingin agar supaya pemerintah baik lembaga eksekutif, legislatif dan lembaga lainnya menerima usul dan saran terserah dari siapapun itu, asalkan baik dan membangun. Dari suara mahasiswa misalnya, buruh, petani, nelayan dari manapun. Bukan malah mengkait-kaitkan dengan intrik lama dan dibarengi dengan unsur kecurigaan terhadap rakyat sendiri. Andai kata terus seperti itu, niscaya demokrasi akan tersumbat dan berjalan mandek. Bukankah setiap hari pemerintah selalu melakukan pers menghimbau masyarakat untuk tidak saling menghina, memfitnah dan memberikan berita bohong?.
      Sudahlah, bahkan saya membaca saat ini adalah sebuah emosi terpendam dalam jiwa mahasiswa. Seperti baru mendapatkan celah bersuara. Mereka bebas berekspresi dan penuh kegembiraan menyampaikan pendapat melalui orasi dan poster-poster bertuliskan. Saya pikir aksi kemarin merupakan embrio dari peristiwa '98. Sehingga imajinasi saya berpikir, padahal ini hanya polemik RUU saja (bukan berarti menganggap hal sepele). Akan tetapi pemerintahan hari ini seakan-akan seperti pemerintahan yang terlalu lama berkuasa, terlalu banyak mengambil kebijakan yang mengekang dan sekali lagi memberikan sinyal persis kepada kita semua terkait tragedi runtuhnya pemerintahan orde baru. Apabila pemerintah sesungguhnya milik rakyat, maka haruslah ia mampu menghadapi semua poin penting ini dengan humanis, mempersuasi bukan malah merepresi.
      Terakhir adalah, tugas kita harus terus berjalan lurus. Abaikan segala macam bentuk sentimen terhadap pergerakan. Hukum yang malah tajam ke bawah dan tumpul ke atas harus kita teriaki dan lawan. Produk pemerintah yang baik akan menuai kebaikan, produk pemerintah yang buruk akan sebaliknya. Itu semua hukum alam. Reformasi birokrasi nyatanya masih jauh dari garis finish, hal ini menjadi tugas bersama untuk membentuk sikap mental kedewasaan bernegara melalui pilar-pilar bangsa. Hari ini tergambar jelas bahwa reformasi masih belum tuntas, perlu adanya restorasi dan upaya untuk satu langkah lebih maju. Kegelisahan nasional bertajuk "Reformasi Dikorupsi" menghidupkan kembali genderang perang untuk melawan segala bentuk oligarki. Negara telah memberikan aroma bau terhadap pelemahan reformasi, padahal reformasi merupakan semangat kita hari ini. Maka ihwal pergerakan, sekalipun itu menampar akan menebar aroma wangi. Akan senantiasa mempagari setiap incinya perubahan nasional yang bertolak belakang terhadap kepentingan rakyat. Kegalauan sebuah sistem pemerintah akan melemahkan sumber daya rakyat yang ada. Untuk itu, mahasiswa dan rakyat Indonesia adalah sebaik-baik obor kala reformasi negara menuju senja.
Hidup mahasiswa!
Hidup rakyat Indonesia!