Richard L. Daft dalam bukunya yang berjudul The Leadership Experience mendefinisikan seorang pemimpin yang melayani adalah seorang pemimpin yang melampaui kepentingan diri-nya sendiri dan memiliki hati untuk melayani kebutuhan orang lain terlebih dahulu, membantu orang lain tumbuh, dan memberikan kesempatan bagi orang lain untuk mendapatkan sesuatu secara material maupun emosional.
Kepemimpinan yang melayani atau biasa disebut sebagai servant leadership merupakan suatu gaya kepemimpinan yang dikembangkan untuk mengatasi suatu masalah kepemimpinan yang dialami oleh suatu masyarakat atau bangsa. Para pemimpin dengan gaya servant leadership ini memiliki kecenderungan untuk lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan, dan aspirasi orang-orang yang dipimpinnya lebih di atas dirinya.
Martin Luther King Jr. adalah contoh dari pemimpin yang berhati melayani. Ia merupakan seorang yang memimpin gerakan perlawanan terhadap undang-undang pemisahan rasial antara keturunan Afrika Amerika dengan warga kulit putih di Amerika Serikat, terutama di wilayah selatan.
King Jr. semasa kecilnya sering merasakan pengalaman menyakitkan terkait pemisahan ras oleh masyarakat selatan Amerika Serikat yang saat itu masih lekat dengan rasisme. Salah satunya adalah ketika King Jr masih berusia 6 tahun dan dalam perjalanan pulang dari sekolahnya menaiki bus, ia dan guru sekolah nya yang berkulit hitam diminta berdiri dari tempat duduknya dan tidak diperbolehkan duduk agar seorang penumpang kulit putih dapat menempati kursi mereka.
Di sekolah, King Jr. dikenal sebagai siswa yang pintar, berani, sering memenangi kompetisi debat dan disenangi oleh guru dan teman-temannya. Berkat kepiawaiannya dalam berorasi dan memimpin, ketika beranjak dewasa ia berhasil menggerakan orang banyak untuk melakukan gerakan anti-rasisme di Amerika serikat pada tahun 1950-1960.
Perlawanan Tanpa Kekerasan
Perlawanan yang dilakukan oleh Martin Luther King Jr. berbeda dari kebanyakan perlawanan lain yang menggunakan kekerasan, perlawanan tersebut merupakan perlawanan tanpa kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat kulit hitam Amerika untuk mendapatkan hak-hak sipil mereka (civil rights movement).
Kegelapan tidak bisa mengusir kegelapan, hanya cahaya yang bisa melakukannya. Kebencian tidak akan mampu menghapus kebencian, hanya cinta yang mampu melakukannya.
-Martin Luther King Jr.
King Jr. tentu saja tidak memilih jalan yang mudah ketika ia mengambil peran kepemimpinan dalam gerakan hak-hak sipil tersebut dan memilih untuk berjuang dengan pendekatan tanpa kekerasan. Ia tahu pendekatan tersebut akan lebih sulit, tetapi ia juga tahu itu pada akhirnya akan lebih bermanfaat bagi mereka yang dia coba layani. Dan benar saja, dengan kepiawannya, Martin Luther King Jr. dapat meyakinkan korban tindakan rasisme dan diskriminasi untuk tidak melakukan serangan balik, sehingga gerakan tanpa kekerasan tersebut aman terkendali.
Martin Luther King Jr. juga berhasil menyuarakan keadilan bagi warga kulit hitam melalui berbagai aksi protes dan demonstrasi lain yang digagasnya, sampai pada akhirnya regulasi hukum yang mengatur kesetaraan antara warga kulit putih dengan warga kulit hitam berhasil disahkan pada tahun 1964 oleh pemerintah federal. Undang-undang tersebut melarang adanya diskriminasi rasial di fasilitas milik publik.
Perjuangan dan peranan King Jr. dalam melawan praktik undang-undang pemisahan rasial itu membawanya menjadi peraih penghargaan Nobel Perdamaian pada tahun 1964.
Salah satu pidatonya yang kemudian menjadi terkenal adalah pidato yang berjudul “I Have A Dream” yang menjelaskan cita-citanya sebagai warga kulit hitam di Amerika.
Berikut adalah potongan pidato yang disampaikan oleh Martin Luther King Jr. yang disadur dari laman archives.gov, pidato tersebut berisikan visi yang diutarakan secara tegas, lugas, dan bermakna dihadapan banyak masyarakat Amerika Serikat:
“...saya berkata kepada Anda hari ini, teman-teman saya. Walaupun hari ini dan hari esok kita akan mengalami kesulitan, saya masih memiliki mimpi. Mimpi ini adalah mimpi yang mengakar kuat dalam American Dream. Saya memiliki mimpi bahwa bangsa ini akan bangkit dan menghayati makna sebenarnya dari kepercayaan tersebut; ‘Kami menganggap kebenaran ini sebagai bukti diri; bahwa semua manusia diciptakan setara’...”
Martin Luther King Jr. ingin lebih dikenal sebagai seorang yang melayani, bukan karena hadiah atau penghargaan yang ia terima dalam hidup, tetapi karena perannya dalam mengubah status quo kalangan minoritas dan menuju keadilan sosial. Dengan kata lain, dia lebih peduli tentang bagaimana dia membantu orang lain daripada tentang pengakuan apa pun yang bisa dia terima.
Pada tanggal 4 April tahun 1968, pada saat Martin Luther King Jr. berdiri di balkon motel Lorraine di Memphis, Tennessee, ia tertembak oleh seorang warga kulit putih yang diketahui bernama James Earl Ray pada pukul 6:01 sore. Ia dilarikan ke Rumah Sakit Santo Yoseph, di mana ia meninggal dunia pada pukul 7:05 malam.
Kehadiran Martin Luther King Jr. tentu sangat menginspirasi banyak orang, bukan hanya di Amerika Serikat saja, bahkan sampai ke seluruh negara untuk dapat mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik tanpa kekerasan. Di zaman sekarang ini, dunia memerlukan sosok-sosok Martin Luther King Jr. lainnya yang tidak memberi kesempatan bagi rasisme dan diskriminasi terhadap apa pun juga, baik perbedaan ras, warna kulit, bentuk tubuh, agama, budaya, suku, kepercayaan, dan lain-lain.
Ingatlah selalu bahwa semua manusia diciptakan setara, tidak ada yang lebih tinggi atau rendah.
