Mohon tunggu...
Yety Ursel
Yety Ursel Mohon Tunggu... Guru - Guru yang selalu merasa kurang banyak tau

Menulis untuk menyalurkan energi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Aku, Rasti, dan Pernikahan Palsu

7 Maret 2016   17:03 Diperbarui: 7 Maret 2016   22:05 1503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="Ilustrasi - malam penuh cinta. (kfk.kompas.com/Agus Nonot Supriyanto)"][/caption]Rasti melintas di hadapanku. Langkahnya terburu sambil tetap menunduk, seperti biasanya. Selang beberapa saat dia kembali muncul dengan secangkir  kopi yang asapnya masih mengepul, menebarkan aroma nikmat. Kopi itu diletakkannya di meja yang ada di hadapanku kemudian kembali berlalu. Selalu begitu.

Sudah enam bulan kami hidup bersama, terikat dalam satu ikatan yang bernama pernikahan. Pernikahan yang tidak pernah kami rencanakan tetapi harus kami jalani. Pernikahan yang hanya berguna untuk menutupi rasa malu dan menjaga status sosial keluarga saja.

Rasti, remaja enam belas tahun itu hamil dan Mas Yanto adalah ayah dari bayi yang ada di dalam rahimnya. Mas Yanto, ayah tiri Rasti, telah memaksa gadis belia itu untuk memenuhi hasratnya hingga akhirnya Rasti hamil.

“Yadi, tolongin Mas.  Mas tahu… Mas salah. Mas khilaf… Mas tidak mungkin menikahinya.”

“Jadi... maksud, Mas?” Aah… untuk apa pertanyaan ini aku lontarkan. Aku sudah tahu arah ucapannya. Mas Yanto meminta aku menikahi Rasti. Demi nama baik keluarga. Demi status sosial yang selama ini selalu dibanggakan.

Mas Yanto pasti tahu, aku tidak mungkin menolak keinginannya. Mas Yantolah yang selama ini membiayai kami sekeluarga. Dia yang membiayai sekolahku dan adik-adik. Dia terpaksa menikahi perempuan separuh baya yang sudah memiliki tiga orang anak remaja.  Dia menikahi seorang janda kaya agar bisa menyelamatkan kami semua. Ibu, aku, dan dua adikku.

“Begini, Yad. Yang penting kamu nikahi dulu dia. Nanti kalau anaknya sudah lahir, kamu boleh ceraikan lagi. Setidaknya  ini bisa menyelamatkan kita semua.”

Jangan tanya mengapa aku mengikuti saja kemauan Mas Yanto. Bagiku persoalan ini bukan saja soal nama baik dan status sosial, tetapi tentang remaja enam belas tahun yang telah menjadi korban kejahatan orang dewasa.

Sudah enam bulan usia pernikahan kami. Aku tak pernah sekalipun menyentuhnya. Aku tak boleh menodai anak yang ada dalam rahimnya. Sudah cukup dosa yang pernah ada. Aku tak boleh melajutkannya dengan dosa-dosa lainnya. Aku bukan ayah bayi itu. Pernikahan kami tidak sah secara agama.  Aku tidak berhak atas dirinya.

Rasti kembali melintas. Masih dengan wajah tertunduk dan langkah tergesa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun