Mohon tunggu...
Yesi Hendriani Supartoyo
Yesi Hendriani Supartoyo Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Penting Cegah Stunting: Imunisasi Dahulu, Sehat Kemudian

28 September 2018   11:08 Diperbarui: 28 September 2018   11:15 1371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok: www.sehatnegeriku.kemkes.go.id

"...Kalau bayi lahir pendek, maka ia berpeluang tubuhnya pendek. Maka, anak itu butuh intervensi segera untuk mencegah agar tidak stunting, seawal mungkin, sedini mungkin"

Demikian pernyataan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, saat memberikan materi bertajuk "Mewujudkan Indonesia Sehat Melalui Percepatan Penurunan Stunting" dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2018.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama sebagai akibat dari pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai sejak janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. 

Dari hasi Pemantauan Status Gizi (PSG) 2016 ditemukan bahwa sebanyak 21,7 persen bayi usia di bawah dua tahun (Baduta) mengalami stunting (tinggi badan di bawah standar/pendek) menurut usianya. Angka tersebut terdiri dari 7,1 persen Baduta dengan status tinggi badan sangat pendek dan 14,6 persen dengan status tinggi badan pendek.Padahal dalam 1.000 hari pertama (sejak dalam kandungan hingga berusia dua tahun) kehidupan bayi merupakan usia emas bagi tumbuh kembang anak. 

Sementara untuk bayi usia di bawah lima tahun (Balita) yang mengalami stunting mencapai 27,5 persen. Jumlah tersebut terdiri dari 8,5 persen Balita dengan status tinggi badan sangat pendek dan 19 persen  dengan status tinggi badan pendek. Anak-anak yang seharusnya menjadi harapan masa depan bangsa Indonesia justru mengalami kekurangan gizi di usia dini. 

dok: Kementerian Kesehatan
dok: Kementerian Kesehatan

Menurut standar WHO, suatu wilayah dikatakan mengalami masalah gizi akut bila prevalensi bayi stunting sama dan/atau lebih dari 20 persen atau balita kurus di atas 5 persen. Sementara proporsi bayi pendek di Indonesia saat ini masih di atas 29 persen dan ditargetkan turun menjadi 28 persen pada tahun 2019.

Hasil survei Pemantauan Status Gizi (PSG) Kementerian Kesehatan pada tahun 2016 juga menunjukkan bahwa Sulawesi Barat merupakan provinsi dengan tingkat bayi stunting (tinggi badan di bawah standar/pendek) tertinggi.

Dari pemantauan tersebut ditemukan 39,7 persen bayi usia 0-59 bulan di provinsi dengan provinsi dengan Ibu Kota Kendari tersebut mengalami masalah gizi sehingga tinggi badan balita (bayi di bawah usia lima tahun) di bawah standar. Jumlah tersebut terdiri atas bayi dengan tinggi badan sangat pendek sebesar 14,7 persen ditambah 25 persen bayi dengan tinggi badan pendek.

dok: Kementerian Kesehatan
dok: Kementerian Kesehatan
Sedangkan provinsi dengan bayi stunting terbesar kedua adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), yakni mencapai 38,7 persen yang terdiri dari 15 persen bayi dengan tinggi badan sangat pendek dan 23,7 persen bayi dengan tinggi badan pendek. Sebanyak 14 provinsi persentase bayi stunting berada di atas rerata nasional sementara 20 provinsi lainnya berada di bawah angka stunting nasional. 

Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 mencatat bahwa prevalensi stunting nasional mencapai 37,2 persen. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan tidak maksimal diderita oleh sekitar 8,9 juta anak Indonesia atau satu dari tiga anak Indonesia menderita stunting. Prevalensi stunting di Indonesia ini lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35 persen), Vietnam (23 persen), dan Thailand (16 persen). Di dunia, Indonesia menduduki peringkat kelima untuk jumlah anak dengan kondisi stunting!

dok: Kementerian Kesehatan
dok: Kementerian Kesehatan
Kemiskinan dan rendahnya pengetahuan orang tua terhadap kesehatan anak menjadi salah faktor penting terhadap tingginya prevalensi bayi stunting (tinggi anak di bawah standar menurut usianya/kerdil) di Indonesia. Hal ini yang menyebabkan banyak anak Indonesia yang mengalami masalah asupan gizi sejak masih berupa janin hingga berusia 24 bulan (1.000 hari pertama).

dok: Kementerian Kesehatan
dok: Kementerian Kesehatan
Pencegahan stunting merupakan hal yang penting guna mewujudkan generasi Indonesia yang sehat dan cerdas. Langkah nyata ditempuh melalui Kampanye Nasional Pencegahan Stunting. Adapun deklarasi ini merupakan titik awal penyadaran masyarakat nmengenai bahaya stunting dan bagaimana upaya pencegahannya. Diharapkan dengan adanya kampanye ini maka prevalensi stunting dapat menurun. Harapannya, agar target Pemerintah menurunkan angka penderita stunting menjadi 28 persen pada tahun 2019 dapat tercapai meskipun angka tersebut masih di atas ambang batas angka penderita stunting yang ditolerir oleh World Health Organization (WHO) yaitu sebesar 20 persen. 


Akhir kata, diperlukan komitmen seluruh elemen masyarakat untuk bekerjasama dan bersinergi guna menekan angka penderita stunting di seluruh Indonesia. Hal ini dikarenakan masalah stunting adalah persoalan besar sehingga penanganannya harus komprehensif. Perlu dipahami bersama, bahwa bayi dilahirkan agar tercukupi kebutuhan gizinya ditentukan sejak mendapatkan asupan makanan dari ibunya selama dalam kandungan. Berbicara mengenai tumbuh kembang anak, bukan hanya berbicara menambah berat dan tinggi badan anak saja. Faktor pola pengasuhan, lingkungan dan stimulasi juga mempengaruhi pencapaiannya. 


Hal ini menjadi penting mengingat beberapa tahun mendatang, Indonesia sebenarnya memiliki peluang bonus demografi yang mana di saat tersebut generasi muda berjumlah sangat besar. Bonus demografi Indonesia dikhawatirkan akan menjadi beban demografi jika pada masa tersebut generasi bangsanya mengalami stunting atau kekerdilan.

Salah satu langkah guna mewujudkan capaian utama pembangunan kesehatan dan gizi masyarakat diantaranya adalah perluasan dan pemerataan cakupan imunisasi dasar lengkap. Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80 persen imunisasi dasar lengkap pada bayi meningkat dari 80,7 persen (2016) menjadi 85,04 persen (2017). Pasalnya, salah satu faktor penting dalam menentukan anak sehat adalah dengan imunisasi.

dok: Kementerian Kesehatan
dok: Kementerian Kesehatan
Berkenaan dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah berupaya bersama guna mendukung program imunisasi yang saat ini tengah dijalankan di dalam negeri, salah satunya melalui harmonisasi bidang keagamaan dalam pelaksanaan program kesehatan, khususnya dalam upaya untuk mempercepat sertifikasi halal vaksin MR hingga terbitnya Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR produk dari Serum Institute India (SII) untuk Imunisasi. Perlindungan Imunisasi menjadi upaya strategis pencegahan terhadap beberapa penyakit berbahaya dalam bentuk pemberian kekebalan bagi semua anak Indonesia. 

Diharapkan kedepannya ada upaya perlindungan terutama terkait kewajiban melampirkan kartu dan/atau sertifikat dasar imunisasi kepada calon anak didik, untuk jenjang Taman Kanak-kanak (TK), dan Sekolah Dasar (SD).

Sehingga, ada kesadaran dari orang tua calon murid, untuk segera mengimunisasi anaknya. Persyaratan sertifikat imunisasi kepada anak-anak ketika akan memasuki dunia pendidikan bagi anak, merupakan suatu hal yang positif untuk diterapkan. Mengingat, program imunisasi dibiayai oleh negara, sehingga tidak perlu ada kekhawatiran masyarakat untuk mengeluarkan biaya.


dok: www.sehatnegeriku.kemkes.go.id
dok: www.sehatnegeriku.kemkes.go.id
Ingat!

Persoalan stunting bukan sekadar berbicara gangguan pertumbuhan tinggi badan anak, namun juga dapat menyebabkan hambatan kecerdasan anak serta menimbulkan kerentanan terhadap penyakit menular bahkan tidak menular, serta penurunan produktivitas pada usia dewasa.

Oleh karenanya diperlukan upaya pencegahan stunting melalui imunisasi guna melindungi generasi bangsa demi mewujudkan Indonesia sehat. Meminjam istilah Pak Wakil Presiden Jusuf Kalla, JANGAN BANGGA JADI BANGSA KERDIL!

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun