Mohon tunggu...
Yeremia Tirto
Yeremia Tirto Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Manusia Biasa

Hai, Para Viewers, Selamat Menikmati Tulisan ini. Di tunggu Kritik-Sarannya Terima Kasih

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Etika Lingkungan Hidup: Upaya Membangun "Kembali" Kesadaran Ekologis dalam Era Digital

11 Juni 2021   12:00 Diperbarui: 11 Juni 2021   12:16 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Persoalan Antroposentrisme. 

Manusia merupakan makhluk berakal budi. Dengan akal budinya, manusia mampu dengan cepat memahami  beragam fenomena yang nampak padanya. Akal budi membantu manusia sampai pada pembentukan suatu konsep yang didasarkan pada hasil refleksi kritis terhadap objek. Aristoteles menyebutnya dengan anima rationale. Pendasaran ini membawa pengaruh yang cukup besar pada struktur realitas yang terbentuk, karena manusia sebagai 'peran utama' di dalamnya. Kemampuan kognitif dari individu beserta di dukung oleh tindakan-tindakan yang dilandaskan pada prinsip kehidupan, manusia bebas melakukan sesuatu. Tetapi yang perlu di ingat adalah, manusia tidaklah seorang diri saja dalam realitas. Ada manusia-manusia lain yang juga membutuhkan ruang untuk bertindak dengan akal budinya. Maka konsep selanjutnya yang menjadi pemahaman akan realitas pada diri manusia ialah sebagai makhluk sosial dan makhluk politik (homo socius & zoon politicon).

Kemampuan dalam diri manusia sering kali tidak disadari akan efek atau dampak pada lingkungannya. Dalam artian ialah, karena sebagai makhluk yang mempunyai 'anugerah' terbaik dari segala makhluk, menjadikan dirinya atau mengklaim bahwa manusia merupakan pusat dari alam semesta (realitas). Pemahaman ini dapat dikatakan sebagai bagian dari konsep antroposentrisme. Kebutuhan manusia menjadi titik tolak sesama individu untuk saling 'bergotong royong', membantu kehidupan sesama menjadi lebih baik, tetapi mengabaikan lingkungan yang seharusnya juga membutuhkan mereka. Alam senantiasa dipandang sebagai wadah untuk menyediakan kebutuhan manusia.

Tumbuhan dan hewan menjadi sebuah alternatif agar manusia dapat bertahan hidup dalam realitas yang selalu bergerak kedepan. Hal inilah yang terkadang, dampak yang ditimbulkan dalam kehidupan semakin tidak seimbang, karena hanya memusatkan diri pada satu titik perhatian dalam semesta, tanpa memikirkan pulan 'makhluk' yang lainnya. Kesadaran yang menyatakan bahwa manusia merupakan bagian dari alam semesta semakin lama semakin memudar. Kepudaran ini memberi dampak yang cukup mengerikan, bagi alam sendiri maupun bagi manusia yang mengeksploitasinya.

Pengetahuan dan Teknologi: Sarana untuk "Mengeksploitasi" Alam. 

            Manusia memerlukan suatu bentuk sarana ataupun media untuk dapat mengembangkan potensi di dalamnya. Tidak melulu soal pengetahuan saja yang dikembangkan, mekanisme untuk menjalankan pengetahuan tersebut menjadi suatu hasil konkret yang bisa dirasakan oleh masyarakat juga diperlukan. Misalnya saja dalam membuat suatu obat-obatan untuk kebutuhan kesehatan. Tentunya sejak jaman nenek moyang, sudah ada sebuah penemuan secara tradisional, membuat sebuah alternatif baru untuk menjaga keseimbangan tubuh dalam menjalani hidupnya.

Tumbuh-tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai makanan sebagai energi dalam tubuh, dan mampu pula untuk menjaga kesehatan secara berkala, diolah menjadi suatu bahan yang berguna. Pada perkembangan era selanjutnya, dengan bekal pengetahuan yang semakin berkembang dan teknologi yang semakin mumpuni, tidak merpu lagi menggunakan resep tradisional untuk menghasilkan satu manfaat untuk manusia. Dengan teknologi yang didedikasikan sebagai media yang membantu manusia dalam bekerja, apapun dapat dihasilkan, tidak hanya obat saja. Pengetahuan dan teknologi menjadi daya terpenting dalam era saat ini untuk membantu manusia dalam memproduksi sesuatu. Keuntungan yang dapat digunakan dari adanya pengetahuan dan teknologi adalah mengarahkan kepentingan manusia untuk sesama sebagai makhluk sosial.

Apa yang dikejar oleh manusia dalam kehidupan? Tentunya setiap individu mempunyai tujuan yang dilandaskan pada kepentingan-kepentingan tertentu. Aristoteles menyebutkan bahwa tujuan akhir manusia adalah eudaimonia atau yang sering disebut sebagai kebahagiaan. Mengapa kebahagiaan? Sebab manusia memerlukan dorongan secara psikologi untuk bisa memaknai akan realitas hidup yang dijalaninya. Kebahagiaan tidak melulu soal pribadi, melainkan persoalan publik.

Mengarahkan kepentingan individu untuk kebaikan bersama dalam meraih kesejahteraan adalah salah satu bentuk dari kebahagiaan itu sendiri. Tetapi perlulah kita bertanya: apakah sesuatu yang bersifat bahagia, hanya dapat dirasakan oleh manusia saja? Bagaimana dengan posisi alam sebagai penyedia kebutuhan mereka dalam kehidupan? Akankah mereka dapat merasakannya pula, walau tidak dapat memahami arti dari kebahagiaan itu sendiri? Tidak semua yang berujung baik, akan berbuah baik untuk keseluruhan.

Kebaikan dalam pemahaman manusia lebih sering diarahkan pada kepentingan bagi dirinya sendiri dan sesama. Alam selalu dinomor-sekiankan dalam pola pikir, sebab 'hanya' dipandang sebagai sarana/media/sumber daya kehidupan. Keadaan inilah yang membuat alam sering tidak diperhatikan sebagai bagian yang menyokong kehidupan manusia. Manusia dengan kondisi 'egosentrisnya' mengabaikan alam dan menjadikan mereka sebagai sumber penyedia kebutuhan, bukan sebagai sahabat yang juga merupakan bagian dari "Pencipta".

Etika Lingkungan Hidup: Upaya Membangun "Kembali" Kesadaran Ekologis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun