Mohon tunggu...
Sardjito Ibnuqoyyim
Sardjito Ibnuqoyyim Mohon Tunggu... Penulis - Buruh Pendidikan yang tak jelas

Hidup hanyalah sementara. Jika ingin hidup, haruslah cari makan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dapatkah Dominasi Menjadi Kemajuan?

30 Januari 2017   09:31 Diperbarui: 30 Januari 2017   09:52 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tak dapat dipungkiri lagi, tren 'nasionalisasi' sudah begitu sangat lazim. Tren seperti ini biasanya banyak ditemukan dalam berbagai macam sosial media, utamanya facebook. Kehangatan dari isu ini bisa membawakan kita pada perdebatan yang tak ada habisnya. Namun toh, kita yang hidup sebagai manusia tidak bisa lepas dari perasaan dan emosi walaupun awalnya, niat kita baik.

Awal mulanya, tren ini bermunculan di agama. Beberapa kaum agamawan sadar ketika mereka melihat seorang penganut agama yang berpakaian ala asal tanah kelahiran agama tersebut. Misalnya, agama Islam yang terkesan Arabnya. Mereka beranggapan bahwa agama itu bersifat universal dan mau membersihkan masalah tersebut. Namun, ada juga beranggapan lain. Anggapan mereka menyatakan bahwa yang orisinil itu terjadi ketika kita memang meletakkan pada tempatnya. Ini mengisyaratkan tanah kelahiran agama merupakan simbol yang sangat penting. Perbedaan pandangan itu sangat wajar tapi perlu kita pertanyakan apakah itu dominasi ataukah kemajuan?

Contohnya, seorang muslim yang sangat nampak dengan tampilan arabnya sangat mencela orang-orang yang menolak arabisasi, padahal dia juga tak sadar apa yang dia makan dan minum merupakan dari hasil produksi Indonesia. Dan begitu pula sebaliknya, seorang yang mengatasnamakan bangsa dan tanah air menolak agama yang ada arabnya padahal dia mengkonsumsi barang-barang impor luar negeri. Peristiwa ini sangat ironis. Ironis jika kita mengetahui bahwa kita sebenarnya tidak lepas dari dominasi. Dua contoh diatas menggambarkan hal yang sama. Mereka kuat dalam hal ideologi tapi tidak menyadari bahwa mereka terdominasi oleh ruang lingkup mereka.

Dalam dunia filsafat yunani misalnya, sokrates dan plato sangat sulit dibedakan. Mengapa? Karena dominasi ajaran sokrates kepada muridnya, plato, sangat kuat sehingga keduanya terkesan sama. Walaupun perbedaannya, plato mengembangkan ajaran gurunya. Apakah itu kemajuan? Tentu saja. Walaupun awalnya hanya dominasi dari gurunya, plato tetap bertahan. Dia menerima pesan gurunya dan mengembangkan konsep-konsep ajarannya. Misalnya dalam konsep ide dan bentuk.

Plato mempercayai bahwa apa yang kita lihat sebenarnya hanyalah bentuk semata karena yang asli hanya ada di dunia ide. Ide tersebut bukanlah semata ide tapi melainkan sesuatu yang sangat original dari Tuhan. Konsep ini lahir ketika plato menulis karya tentang gurunya yaitu Apology atau bisa diartikan pembelaan. Di dalam isi karya tersebut, sokrates berusaha untuk membela dirinya atas apa yang telah menimpanya. Dia dihukum mati karena aktivitas bijaknya telah menyentuh dan menganggu rakyat athena. Di ujung karya itu, sokrates sadar bahwa pembelaannya menjadi hal yang sia-sia. Dia pun berbicara tentang jiwa, yang abadi, dan tuhan. Dari sanalah plato semakin terinspirasi dari dominasi ajaran gurunya.

Di satu sisi, penolakan juga bisa menjadi sebuah kemajuan. Aristoteles yang telah menolak ajaran gurunya, Plato, mengembangkan konsep yang berlawanan. Seperti sudah dijelaskan diatas, ajaran plato sangat terkesan metafisis (konsep asal muasal) dan absurd dikarenakan sangat sulit memahami apa yang betul-betul sempurna di mata tuhan. Sedangkan aristoteles, ajaran yang ia kembangkan lebih merujuk ke hal yang indrawi. Konsep ini sangat menarik di konteks kekinian. Penyebabnya bisa dikatakan ada kaitannya dengan hal yang ilmiah, seperti bukti empirik. Dari penolakan itu lahirlah kemajuan.

Hal tersebut juga dirasakan oleh Ali Sariati, revolusioner dan filosof muda Iran. Dia sangat prihatin dengan apa yang terjadi di negerinya saat itu. Di bawah kekuasaan Syah, dia sadar bahwa dominasi barat atau biasanya disebut westernisasi telah mengasingkan kaum Muslim dari akar kebudayaannya. Untuk melepaskan dominasi ini, ali sariati menyarankan untuk melakukan interpretasi ulang terhadap simbol-simbol lama keimanan mereka. Dia pun banyak menghasilkan karya tulis agar masyarakat iran sadar atas kejadian ini. Namun, dia dikejar-kejar oleh polisi rahasia Syah. Pada akhirnya, dia pindah ke inggris dan wafat di sana walaupun kematiannya masih menjadi misteri.

Dari uraian diatas, terlihat sangat jelas bahwa dominasi bisa juga membawa kemajuan walaupun pada akhir-akhir ini kita sibuk mengkritisi orang lain dan melalaikan niat baik dari lawan bicara kita: baik itu nasionalis ataupun agamawan. Itulah dominasi yang tak berguna karena banyak menghabiskan energi. Isu tersebut juga membawa hal yang positif karena kita bisa lebih maju, dan jika tidak, marilah kita tinggalkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun