3. Tidak perlu meminta persetujuan dari suami atau isteri, jika salah satu pihak ingin menjual harta kekayaan.Â
4. Bagi Warga Negara Indonesia yang menikah dengan Warga Negara Asing, maka Warga Negara Indonesia berhak memiliki tanah dengan sertifikat hak milik atas tanah karena adanya perjanjian kawin mengenai pemisahan harta.
Pasal 139 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : Para calon suami istri dengan perjanjian kawin dapat menyimpang dari peraturan Undang-Undang mengenai harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik atau dengan tata tertib umum dan diindahkan pula ketentuan-ketentuan berikut.Â
  Di dalam Undang-Undang hanya diatur tiga jenis perjanjian kawin yaitu :
1. Â Pemisahan harta.
2. Pemisahan harta bawaan.
3. Pemisahan terhadap untung dan rugi.
Kemudian berdasarkan asas kebebasan berkontrak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 Hukum Perdata, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang, Kesusilaan, dan ketertiban umum, isi perjanjian perkawinan dapat berupa hal-hal lain selain mengenai harta kekayaan.
Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang  Perkawinan berbunyi : " Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatatan perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 191 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa perkawinan pada hakikatnya menyebabkan percampuran dan persatuan harta suami dan istri yang menikah, kecuali pasangan yang menikah tersebut membuat suatu perjanjian perkawinan yang mengatur mengenai pemisahan harta.
Perjanjian perkawinan pada saat ini boleh dibuat pada waktu, sebelum, atau selama dalam ikatan perkawinan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Juncto putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015.