Mohon tunggu...
Yeni Fadilla
Yeni Fadilla Mohon Tunggu... Freelancer - Hanya seorang gadis desa yang gemar menulis cerita dan mengolah kata~~

A mere country gurl who's trying to get her happiness back~~

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kata Liya

22 Agustus 2020   20:18 Diperbarui: 22 Agustus 2020   20:32 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam itu langit tengah berawan. Udara dingin pun berhembus, menusuk sum-sum tulang. Agin sedang bersiap-siap mengantarkan Diana, saudara perempuannya, menuju ke rumah dr. Arif sebab putri bungsu Diana sedang sakit.

"Mana Khanza dan Aurel?" tanya Agin pada Eca, putri bungsunya.
"Nggak tau, Ma," jawab Eca sembari asyik bermain dengan Liya, putri sulung Diana.

 Agin bertanya pada Liya; barangkali Liya mengetahui di mana Aurel dan Khanza berada.

"Mbak Khanza ada di atas pohon," jawab gadis berusia empat tahun itu.

Sebelum Agin sempat menanggapi jawaban Liya, ia melihat seorang pria yang tengah memarkir mobil hitamnya di halaman depan rumah Agin. Ternyata pria itu adalah Alex, suami Agin. Akhirnya Agin merasa lega mengetahui suaminya datang. Agin pun tak terbebani bilamana ia tak bisa mengajak Eca dan Liya pergi ke rumah dr. Arif.

Setelah berpamitan dengan suaminya, Agin bergegas mengantarkan Diana ke rumah dokter. Di tengah perjalanan, mulanya mereka merasa biasa-biasa saja. Jalan raya pun dibanjiri kendaraan yang berlalu-lalang. Suasananya tak ada yang ganjil. Mereka fokus berkendara.

Rumah dokter Arif berjarak sekitar 7 km dari kediaman mereka. Tentunya jarak ini tak begitu jauh untuk ditempuh. Namun, mereka harus melewati persawahan lengang nan panjang untuk menuju rumah si dokter. Sebetulnya masih ada beberapa penduduk yang tinggal di area itu, namun wilayah ini kebanyakan dikelilingi persawahan yang tampak indah tatkala sinar mentari menyinari bumi di pagi hari, namun akan tampak menyeramkan manakala malam menjelang.

Saat berbelok dan berkendara di area persawahan itu, tiba-tiba terbesit suatu pertanyaan dalam benak Agin.

"Ngomong-ngomong, aku tiba-tiba teringat perkataan Liya. Dia bilang Khanza ada di atas pohon. Kenapa Khanza ada di atas pohon? Bukankah itu aneh?" ujar Agin sambil berkonsentrasi menyetir.
"Apanya yang aneh, Kak? Mungkin dia lagi bermain-main. Aku dulu juga suka naik pohon," kata Diana.

"Gimana nggak aneh? Khanza nggak bisa naik pohon. Pohonnya juga tinggi. Nggak mungkin dia naik pohon, apalagi malam-malam," komentar Agin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun