Mohon tunggu...
Yohanes Budi
Yohanes Budi Mohon Tunggu... Human Resources - meminati bidang humaniora dan pengembangan SDM

peminat humaniora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beragam Itu Keren

19 November 2019   15:25 Diperbarui: 19 November 2019   15:32 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diksi dunia digital, media sosial, hingga industri 4.0 semakin biasa didengar oleh generasi milenial. Kesemuanya mengarah pada satu benang merah akan pentingnya komunikasi. Jarak serasa menjadi lebih dekat, meski pada kenyataannya berkilo-kilo meter jauhnya. Dunia menjadi sebuah kampung.

Dunia serasa begitu dekat bahkan nyaris tergenggam dalam kepalan tangan atau bahkan dikuasai dalam sentuhan jemari. Benua satu dengan benua lainnya di seluruh dunia terhubung dengan cepatnya.

Begitulah disrupsi era digital. Ia hadir tiba-tiba sebagai hegemoni yang menelusup hingga ranah privat. Rahasia pribadi menjadi konsumsi publik.  

Seiring dengan hal tersebut, muncul dampak ikutan seperti budaya instan, berpikir pendek, tanpa saring informasi langsung sharing ke orang lain. Bahkan, keputusan-keputusan penting menyangkut kepentingan publik dipengaruhi oleh gagasan dan desakan di dunia maya. Musyawarah untuk mencapai mufakat tidak lagi perlu dilakukan secara klasikal, seperti duduk bersama, bertukar pikir, saling adu gagasan, debat, sampai akhirnya forum menyepakati suatu keputusan.

Padahal, pertemuan dalam konteks musyawarah untuk mufakat masih relevan untuk mengasah kepekaan rasa (empati), etika, sense of alert, menghargai pribadi per pribadi. Musyawarah menjadi medium olah cipta, olah karsa, dan olah rasa.

Karena itu, guna menggaungkan pentingnya musyawarah mufakat, anak-anak muda Gereja St. Leo Agung, Paroki Jatiwaringin di Jln. Manunggal 1 Cipinang Melayu, Jakarta Timur, menggagas satu kegiatan bertajuk Konferensi Anak Indonesia 2019, dengan tagline: Beragam itu Keren. Konferensi yang dilaksanakan pada hari Minggu, 17 November 2019 ini dihadiri oleh anak-anak muda (usia SMP dan SMA) dari beragam latar belakang suku dan agama.

dokpri
dokpri
Konferensi ini menjadi medium yang baik untuk bertemu dan bermusyawarah, serta berkomitmen. Sebagai anak bangsa, mereka mengajak kita sekalian untuk mewujudkan kebijaksanaan dalam bermusyawarah, bermufakat dan bersepakat untuk melakukan banyak hal bagi bangsa dan negara. Mengusung tema besar: "Merajut Kebhinnekaan, Mencari Hikmat, Membangun Bangsa Bermartabat", Konferensi ini diharapkan menjadi satu ajang pertemuan untuk saling berdialog dan bermufakat.

Learning to live together kiranya bisa menjadi pilihan tindakan yang baik untuk dilakukan oleh anak-anak bangsa. Konferensi ini berupaya membangun kesadaran tentang pluralitas dan heterogenitas, agar para peserta mempunyai sikap keterbukaan, toleransi, kerendahan hati, menghargai dan menerima adanya perbedaan.

Konferensi diawali dengan dinamika kelompok, di mana masing-masing anggota menyatakan pendapat, bermusyawarah dan bermufakat akan membuat poster keberagaman seperti apa. Dalam dinamika kelompok tersebut, keberanian menyatakan pendapat dan kemauan untuk mendengarkan pendapat orang lain terus diasah. Itulah hakikat sila ke-4 Pancasila: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.

Selanjutnya, hasil diskusi kelompok dipresentasikan, dan diuji di depan peserta yang lain. Pemaparan dan pengujian gagasan di depan publik ini penting untuk dilakukan. Kenapa? Gagasan yang disampaikan, lalu dikritisi, ditanyakan dasar argumennya, dan bagaimana satu konsep disetujui oleh kelompok adalah satu cara efektif agar gagasan kita terverifikasi. Punya gagasan boleh, tetapi tidak ngawur. 

Setelah pleno hasil diskusi kelompok, peserta Konferensi dibekali dengan pengetahuan dasar bagaimana bijak bermedia sosial, oleh Khoirul Anam, seorang Dosen dan Aktivis Literasi Damai. Bermedia sosial haruslah dilakukan untuk hal-hal positif, secara sehat, dan terukur. Menurutnya, kita perlu menghindari online abuse, yang dicirikan seperi berikut.

  • Menciptakan kecemasan, kebencian, permusuhan (fear arousing)
  • Sumber tidak jelas dan tidak ada yang bisa dimintai tanggung jawab atau klarifikasi (whispered propaganda)
  • Pesan sepihak, menyerang, dan tidak netral atau berat sebelah (one-sided)
  • Mencatut nama tokoh berpengaruh atau pakai nama mirip media terkenal (transfer device)
  • Memanfaatkan fanatisme atas nama ideologi, agama, suara rakyat (plain folks)
  • Judul dan pengantarnya provokatif dan tidak cocok dengan isinya
  • Memberi penjulukan (name calling)
  • Minta supaya dishare atau diviralkan (band wagon)
  • Menggunakan argumen dan data yang sangat teknis supaya terlihat ilmiah dan dipercaya (card stacking)
  • Artikel yang ditulis biasanya menyembunyikan fakta dan data serta memelintir pernyataan narasumbernya
  • Berita ini biasanya ditulis oleh media abal-abal. Media yang tidak jelas alamat dan susunan redaksi
  • Manipulasi foto dan keterangannya. Foto-foto yang digunakan biasanya sudah lama dan berasal dari kejadian di tempat lain dan keterangannya juga dimanipulasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun