Mohon tunggu...
Yazid Mubasir
Yazid Mubasir Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

"Kec-hoaX" Aplikasi Pendeteksi Konten Hoax : Anti Hoax Sang Pendidik

31 Oktober 2017   04:48 Diperbarui: 4 November 2017   15:52 1418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabel 1. Korespondensi antara kata-kata yang digunakan tentang evolusi virus di masing-masing dari tiga kategori

Hoax (istilah asal dari: trik untuk menipu) kurang lebih hadir di seluruh sejarah umat manusia. Niat pembuat tipuan biasanya  adalah membujuk atau memanipulasi orang-orang untuk melakukan atau mencegah tindakan yang sudah mapan, kebanyakan menggunakan ancaman atau penipuan. Selain itu biasanya mengandalkan sifat empati manusia dan menyalahgunaan sifat empati tersebut. Pembuat berita palsu berkeinginan juga agar pesan mereka dibaca dan diteruskan  agar menambah kemungkinan jumlah korbannya [1].

Efek hoax dapat menghancurkan reputasi perusahaan, lembaga, rekan kerja dan teman, menimbulkan kerugian finansial, bahkan jika sudah menyebar di kalangan masyarakat dapat menimbulkan kegaduhan dan ketakutan. Opini hoax yang masif dapat menggiring pemikiran pembacanya menjadi sesat. Hal tersebut sejalan dengan ilmu science of memetics, bidang penelitian kontroversial yang melampaui psikologi, biologi, antropologi, dan ilmu kognitif, istilah hoax kadang kala disebut sebagai "virus pikiran" , terutama karena kemampuannya untuk mereplikasi diri, beradaptasi, bermutasi, dan bertahan dalam pikiran manusia. Mereka tinggal di dalam pikiran manusia dan menginfeksi individu untuk menyampaikannya kepada orang lain [2]. Lebih jauh lagi akan mempengaruhi budaya institusi/lembaga seperti telah disajikan di Tabel 1.

Evolusi virus di kategori pikiran berawal dari Meme. Meme adalah unit informasi dalam pikiran yang keberadaannya mempengaruhi kejadian. Virus pikiran berada pada posisi evolusi lebih tinggi daripada meme, tepatnya setelah pengetahuan. Virus pikiran setara dengan virus di biologi dan virus komputer di peralatan komputer.   Evolusi virus pikiran akan mempengaruhi budaya institusi dan akhirnya dapat mengubah tingkah laku manusia tersebut.

Semestinya kita tidak menginginkan tertipu oleh berita hoax. Langkah untuk memperdalam  literasi informasi, literasi teknologi, literasi digital atau bahkan literasi finansial  menjadi hal yang sangat penting.  Untuk itu penulis sajikan beberapa cara untuk meningkatkan kemampuan literasi dalam rangka menghindari berita hoax antara lain : (1) Aktifkan semua kategori pesan dalam email agar pesan yang masuk terorganisir lebih baik, (2) Pastikan bahwa jenis domain alamat web tergolong alamat yang penggunaannya mematuhi ketentuan dan kebijakan yang berlaku, (3) Jika mendapat sms hadiah/promosi dan lain sejenisnya dari suatu layanan provider, pastikan untuk dicek di website resmi dari layanan tersebut. (4) Atur preferensi /pengaturan terhadap informasi yang dapat masuk di akun media sosial yang dimiliki, (5) Tanyakan ke kerabat/keluarga/kolega jika mendapat informasi dari grup/medsos yang kebenarannya diragukan.

Selain hal tersebut di atas, bahwa telah di publikasikan di www.thenewsliteracyproject.org, sepuluh pertanyaan untuk mendeteksi berita hoax. Sepuluh jenis pertanyaan tersebut, yang berguna untuk menganalisis ketika mendapatkan informasi yang diragukan kebenarannya yaitu : (1) Ketahui tingkat emosi anda : Apakah  perasaan Anda terbawa oleh informasi tersebut dengan kuat? Apakah Anda marah ? Apakah Anda sangat berharap bahwa informasi tersebut ternyata benar? atau mungkin berharap salah?; (2) Renungkan bagaimana Anda menjumpai informasi itu. Apakah informasi tersebut dipromosikan di sebuah situs web? Apakah itu muncul dalam umpan media sosial? Apakah itu dikirim kepada Anda oleh seseorang yang Anda kenal; (3) Pertimbangkan berita utama atau pesan utamanya, 3a.  Apakah menggunakan tanda baca yang berlebihan seperti (!!!!) atau hurufnya semua Capital, 3b.  Apakah informasi itu diklaim sebagai informasi rahasia atau informasi itu memberitahukan kepada Anda bahwa "media" pengirim tidak menginginkan Anda mengetahuinya?, 3c. Apakah Anda di sarankan untuk tidak membaca sendiri? Atau dengan kata lain diperintahkan untuk segera menyebarkan informasi tersebut?; (4) Apakah informasi ini dirancang agar mudah dibagikan?; (5) Pertimbangkan sumber informasinya!, 5a. Apakah informasi itu berasal dari sumber yang terkenal?, 5b. Apakah ada nama pengarang yang tertulis pada informasi tersebut?, 5c. Buka bagian "Tentang" di situs webnya: Apakah situs tersebut menggambarkan informasi tersebut sebagai "berita yang fantastik"?, 5d. Apakah orang atau organisasi yang membuat informasi memiliki standar editorial?, 5e. Apakah bagian "Kontak" menyertakan alamat email yang cocok dengan DOMAIN dari situs webnya, misal situs pemerintah maka alamat emilnya: xxx@xxx.go.id (bukan alamat email dari Gmail atau Yahoo)?, 5f. Apakah pencarian cepat  situs web tersebut menimbulkan kecurigaan?; (6) Apakah informasi yang Anda peroleh memiliki tanggal saat ini?; (7) Apakah informasi tersebut mengutip berbagai sumber, termasuk sumber resmi dan ahli? Apakah informasi yang diberikan muncul dalam sebuah berita?; (8) Apakah informasi mempunyai hyperlink ke sumber yang berkualitas? Dengan kata lain, informasi belum diubah atau telah ditulis dengan konteks yang berbeda?; (9) Dapatkah Anda mengkonfirmasi, menggunakan pencarian gambar di internet, bahwa setiap gambar dalam informasi  adalah asli?; (10) Anda dapat mengunjungi  situs pengecekan berita seperti Snopes.com, FactCheck.org atau PolitiFact.com. Apakah hasil pengecekan fakta memiliki label  kurang benar? [3].  Sepuluh pertanyaan tersebut telah kami adopsi dalam aplikasi berbasis android yang kami beri nama "kec-hoaX" (Aplikasi Pendeteksi Konten Hoax). Aplikasi "kec-hoaX" sudah dapat diunduh di google play store. Anda dapat merekomendasikan kepada keluarga, kerabat atau rekan kerja untuk menginstall aplikasi tersebut. Untuk memasang aplikasi kec-hoaX, pada menu pencarian play store, cukup mengetik "kechoax" atau "hoax", maka aplikasi tersebut akan ditemukan. Atau melalui tautan langsung berikut ini : https://play.google.com/store/apps/details?id=com.kec_hoax. Jika aplikasi telah terpasang di smartphone , pengguna aplikasi ketika memperoleh informasi dapat menganalisis besarnya prosentase hoax informasi yang diperoleh dengan menjawab 10 jenis pertanyaan yang terdapat dalam aplikasi tersebut. Semakin banyak skor kec-hoaX yang diperoleh pengguna, seharusnya semakin besar keraguan,  tentang kebenaran informasi yang diperoleh.

Pengalaman penulis berkaitan dengan berita hoax yang pernah  penulis peroleh dalam kurun waktu terakhir ini, yaitu tentang sms yang berisi bahwa telah mendapatkan hadiah puluhan juta dari undian berhadiah yang diselenggarakan provider. Isi pesan memerintahkan untuk membuka website dengan alamat tertentu. Namun, kami mengetahui tentang alamat website yang resmi dari provider tersebut. Disini letak literasi informasi diperlukan yaitu salah satunya memiliki kemampuan untuk membedakan alamat website "abal-abal" dengan alamat website yang resmi. Alamat website "abal-abal" biasanya menggunakan domain gratisan, sedangkan alamat website resmi provider, domainnya berhubungan dengan jenis kegiatan yang dimilikinya seperti kegiatan bisnis (.com) , situs pemerintah (.go.id), sekolah menengah (.sch.id), yang terbaru domain website indonesia (.id). Untuk menggunakan domain resmi  tersebut, harus mengikuti syarat dan ketentuan yang berlaku. Dari kemampuan literasi informasi ini, penulis dapat mengambil langkah yang tepat untuk melakukan tindakan yang diperlukan. Selain itu, melalui media sosial yaitu whatshapp grup pernah mendapatkan informasi yang cukup meyakinkan tentang pembatalan pengalihan urusan SMA/SMK ke provinsi. Hal yang sempat meyakinkan kami, informasi tersebut dari screenshoot koran dengan tampilan yang sangat mirip dengan format sebuah koran. Kami mengecek informasi tersebut melalui internet dan ternyata informasi tersebut tidak benar. Kita memerlukan kehati-hatian dalam menyikapi segala bentuk informasi yang beredar saat ini. Pikiran yang tenang dapat sebagai modal awal untuk mengambil tindakan yang diperlukan dan penting bagi Anda untuk mencoba aplikasi "kec-hoaX" sebagai pendeteksi awal kebenaran informasi, agar Anda mempunyai pertimbangan untuk mengambil tindakan selanjutnya.

#marimas #pgrijawatengah #antihoax #kec-hoaX

Sumber:

[1] Vukovi, M., K. Pripui, H. Belani, An Intelligent Automatic Hoax Detection System, J.D. Velsquez et al. (Eds.): KES 2009, Part I, LNAI 5711 pp. 318--325, Springer-Verlag Berlin Heidelberg (2009)

[2] Brodie, R., Virus of the Mind: The New Science of the Meme, 1st edn. Integral Press, USA (1995)

[3] Ten Questions For Fake News Detection, www.thenewsliteracyproject.org (diakses tanggal: 2 Oktober 2017)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun