Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama FEATURED

Setelah Kompasianival 2016, Setelah Rasa Iri Membumbung Tinggi

9 Oktober 2016   17:32 Diperbarui: 22 Oktober 2017   16:24 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
penghargaan itu (dok.yayat)

Gelaran Kompasianival 2016 usai sudah namun gaungnya bagi saya pribadi mungkin akan lama hilang. Setidaknya selama saya membuka akun media sosial saya. Ucapan selamat atas terpilihnya saya sebagai Kompasianer of the year 2016 mengalir deras hingga sekarang. Sampai kapanpun ucapan itu diberikan pada saya, akan saya balas, sebagai rasa terima kasih saya kepada perhatian dan dukungan teman-teman. Sesungguhnya saya tidak pernah menyangka saya akan mendapat penghargaan tinggi seperti ini. Saat saya mengetik tulisan inipun rasanya masih mimpi.

Hari ini, tujuh tahun yang lalu saya memutuskan bergabung di Kompasiana tanpa tujuan apa-apa. Hanya ingin mencoba dunia baru yang tak pernah saya coba sebelumnya, dunia menulis. Berjalannya waktu saya menemukan teman-teman yang lebih asyik dari dunia menulis itu sendiri. Teman-teman ini menjadi penyempurna dari dunia yang baru saya masuki. Kompasiana dulu belum sebesar sekarang. Ketika digelar Kompasianival pertama, orang-orang yang datang masih bisa dikenali dengan menyebut nama akunnya. Tapi sekarang boro-boro tau akunnya, udah kenalan nama pun pas ketemu lupa lagi. Efek semakin besarnya Kompasiana dan efek penuaan dini.

Sejujurnya setiap Kompasianival digelar, ada rasa iri di diri saya ketika pengumuman voting nominasi. Nama saya nggak pernah masuk ke daftar ini. Iri itu perlu dan bukan hal yang negatif bila kita membuat rasa iri menjadi bahan bakar untuk menjadi lebih baik, seorang bijak pernah berkata seperti ini. Tapi meski iri, saya sportif kok memberi selamat pada semua pemenang yang memang saya akui bahwa mereka pantas menang. Kompasianival ke berapa yang sekarang digelar? Kompasianival keenam dan enam tahun saya datang ke kompasianival dengan rasa iri. Luar biasa bukan.

seru (dok.babeh helmi)
seru (dok.babeh helmi)
Ngapain juga betah nulis di Kompasiana, keluar aja. Begitulah beberapa komentar yang pernah saya dengar. Teman-teman kompasiana zaman saya bergabung di awal-awal dulu, memang yang sekarang masih aktif menulis bisa dihitung dengan jari. Banyak yang tidak menulis karena sudah menemukan rumah baru dan banyak alasaln lain. Sayangnya, yang pernah mendapat penghargaan dari Kompasiana juga banyak yang menghilang. Saya bersyukur jika penghargaan dari Kompasiana membuat mereka mendapat rumah baru yang lebih nyaman, tapi bukankah nggak elok jika melupakan rumah lama yang sudah menghargai kita, ini sekadar pendapat saya.

Kompasiana sungguh ngangeni menurut saya. Dulu saya sempat keluar dari Kompasiana karena marah Kompasiana error melulu tapi itu cuma bertahan beberapa hari. Saya masih mengintip Kompasiana sebagai silent reader padahal saya bilang good bye pada Kompasiana. Daya tarik tulisan-tulisan di Kompasiana membuat saya nggak tahan meninggalkannya berlama-lama. Untungnya Kompasiana selalu membuka pintunya.

Menjelang datang ke Kompasianival 2016, sebenarnya adalah puncak rasa iri saya. Kenapa? Ada kisah yang sangat koplak dan menggelikan menyangkut seorang admin Kompasiana, mas Kevin. Tahun ini saya tidak lagi berharap masuk nominasi Kompasiana Award karena tahun ini saya merasa posisi saya di Kompasiana sudah kuat --ciyeeee posisi. Fokus saya menulis soal balapan MotoGP dan Valentino Rossi membuat personal branding saya sangat kuat. Biarkan saya sombong ya, kalau nggak mau baca kesombongan saya silakan tutup postingan ini --dikeplak rame-rame. Nah branding inilah yang membuat saya merasa posisi saya di Kompasiana susah di goyang --kayak kursi panas aja yak. Kadar iri saya tahun ini menurun drastis dari 460 persen ke 4,6 persen. 

bersama kang pepih (dok.babeh helmi)
bersama kang pepih (dok.babeh helmi)
Mas Kevin, beberapa hari sebelumnya "menyarankan" saya untuk hadir di Kompasianival sampai acara berakhir. Saya bilang sama mas Kevin, temen brantem saya di grup whatsapp, bahwa saya pasti hadir di Kompasianival sampai acara berakhir karena yang pertama, saya ingin lihat penampilan bintang tamu yang oke-oke. Tahun ini Project Pop yang menjadi bintang tamunya. Sungguh nggak boleh dilewatkan. Yang kedua, ini yang nggak kalah penting, saya mau cari sisa goodie bag, yang terakhir ini jangan bilang-bilang ya. Nanti banyak yang mengikuti jejak saya dan saya banyak saingan mencari goodie bag.

Rasa kepo saya membuat saya bertanya kepada mas Kevin, apa sebab menyarankan hal yang nggak penting itu. Mas Kevin bilang bahwa di acara penyerahan penghargaan, saya diminta untuk menyerahkan piala penghargaan kepada seorang pemenang Kompasiana Award! Why me? Tanya saya. Ya aneh aja sih, saya bukan admin, bukan juga pengurus Kompasiana hlaa kok bisa-bisanya menyerahkan penghargaan pada pemenang? Tapi mas Kevin beralasan bahwa saya memberikan penghargaan pada pemenang mewakili kompasianer yang loyal pada Kompasiana. Whatttt... saya merasa dikeplak bolak-balik.

Tapi karena saya emang niat datang ke Kompasianival maka saya bilang saya akan tetap menunggu sampai acara berakhir demi Project Pop, dan goodie bag --teuteup. Saya menikmati sekali pertemuan saya dengan teman-teman lama yang untungnya menyempatkan hadir di Kompasianival meski mereka nggak aktif lagi menulis. Dengan Live Streaming ala kadarnya bersama Babeh Helmi dan mbak Dessy melalui Koplak Yo Band, kami berusaha memberikan informasi bagaimana ramainya acara Kompasianival meski nggak semua teman yang hadir fokus mengikuti acara bincang-bincang di panggung utama.

bersama kompasianer (dok.babeh helmi)
bersama kompasianer (dok.babeh helmi)
Sampai akhirnya pengumuman itu. Saya bersiap kalau-kalau jadi akhirnya saya memberikan piala pada pemenang Kompasiana Award. Apalagi beberapa jam sebelumnya mas Kevin lagi-lagi mengingatkan tentang "tugas" penyerahan piala itu. Sambil ngakak dalam hati, saya mbatin... yaaaaa setidaknya naik panggung dan ikutan difoto oleh para kompasianer. Nggak menang yang penting naik panggung dan ngetop lagi, hahahha.

Saya lupa kalau ada gelar Kompasianer of The Year. Sungguh saya lupa. Maka ketika mas Yoz si host yang ngehits itu mengumumkan pemenang best in fiction yang diraih oleh mbak Fitri Manalu, saya mbatin lagi.. nggak jadi naik panggung karena piala sudah diserahkan oleh para pejabat Kompasiana. Santailah saya menunggu Project Pop. Ndilalahnya ada Kompasianer of The Year. Dan... saya nggak sempat berpikir siapakah orang yang akan meraih gelar Kompasianer of The Year 2016. Nggak sempat... karena nama dan foto saya segera terpampang di layar besar itu dan teman-teman Kompasianer heboh menjerit dan menyerbu saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun