Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Manjakan Mata dengan Cenderamata di Pasar Seni Ubud

14 Juli 2020   15:46 Diperbarui: 14 Juli 2020   21:38 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kotak kayu burung hantu (dok.yayat)

Jika berkunjung ke Bali, wajib rasanya membeli cenderamata sebagai oleh-oleh atau untuk koleksi pribadi. Kerajinan Bali sungguh unik dan cantik. Ada dua pasar besar di Bali yang selalu dikunjungi oleh para Wisatawan, yaitu pasar seni Sukowati dan pasar seni Ubud. Pertengahan Desember tahun lalu saya mengunjungi Pasar Seni Ubud ketika saya ke Bali.

Wayan Budi, adalah teman yang tinggal di Bali dan menemani saya menyusuri jalan sempit Pasar Seni Ubud. Hari itu hari ketiga saya di Bali dan Wayan Budi bersedia mengantar saya seharian jalan-jalan ke Ubud. Ia adalah teman yang saya kenal lama sekali. Kami pernah bekerja di perusahaan pariwisata yang sama beberapa tahun lalu.

patung kucing kayu (dok.yayat)
patung kucing kayu (dok.yayat)
Tiba di pasar seni Ubud, saya langsung terkesima melihat jajaran cenderamata yang dijual di sana. Jalan setapak penuh dengan para pedagang. Toko cenderamatanya berjejer di kiri dan kanan jalan. Jalan setapak ini hanya sebagian kecil dari area pasar seni ubud. Di sebelah jalan setapak ada area yang lebih besar lagi dan toko cenderamatanya lebih padat.

Pasar seni Ubud ramai siang itu padahal bukan akhir Minggu. Rata-rata pengunjungnya adalah para wisatawan luar negeri. Kami berjalan pelan sembari melihat-lihat cenderamata yang dijajakan. Ada aneka patung dari kayu berukir. Ada hiasan dinding, ukulele dari kayu, aneka kain dan baju batik dan masih banyak lagi.

sang naga (dok.yayat)
sang naga (dok.yayat)
Saya berhenti di patung kucing yang terbuat dari kayu. Saya penyuka kucing dan suka sekali melihat aneka patung kucing berjajar di meja. Patung kucing yang dijual adal yang berukuran kecil da nada yang berukuran besar. Warna-warninya cerah sekali, ada biru, orange dan coklat muda. Saya memotret patung-patung kucing ini untuk koleksi. Saya berniat membelinya nanti, ketika saya sudah puas jalan-jalan.

Tak jauh dari penjaja patung kucing, saya berhenti lagi. Kali ini di toko yang menjajakan aneka ukulele. Ukulele itu semacam gitar namun ukurannya kecil. Ada wisatawan mancanegara yang sedang menawar sebuah ukulele di situ. Harga yang ditawarkan 200 ribu rupiah untuk satu ukulele dengan lukisan ukiran Bali di bagian depan. Indah sekali.

narsis dulu (dok.yayat)
narsis dulu (dok.yayat)
Harga barang di pasar seni Ubud dibedakan antara harga untuk wisatawan lokal dan wisatawan mancanegara. Biasanya harga untuk wisatawan mancanegara lebih mahal, meski sudah ditawar. Ya intinya memang kita harus bisa menawar di pasar ini. Saya membeli topi lebar untuk anak saya. Harga yang ditawarkan adalah 150 ribu. Tawar menawar, topi saya bawa pulang dengan harga 100 ribu rupiah. Nawarnya dibantu Wayan Budi tapi hehehe.

Saya berhenti cukup lama di toko yang menjual kotak kayu. Kotak ini bisa untuk menyimpan pernak-pernik. Kotak kayu ini unik karena tutupnya berbentuk macam-macam, seperti kupu-kupu, burung hantu, kepala barong, nanas dan lain-lain. Orang akan mengira benda ini patung kayu dan nggak menyangka kalau ini adalah kotak penyimpanan. Harga yang ditawarkan cukup mahal, sesuai dengan pengerjaannya yang cukup rumit.

Meski tak membeli, mbak pedagang membolehkan saya memotret barang dagangannya. Meski rata-rata pedagang membolehkan barang dagangannya dipotret, sebaiknya kita tetap ijin pada pedagangnya, sopan santun tetap harus dijunjung tinggi, apalagi kita di daerah orang lain.

kucing lagi (dok.yayat)
kucing lagi (dok.yayat)
Saya dan Wayan Budi berjalan makin ke pinggir karena panas matahari makin menyengat. Padahal jam masih menunjukkan pukul 10 siang, tapi panasnya sudah seperti jam 12 siang. Pengunjung makin banyak yang datang dan jalan setapak ini makin banyak dilewati kendaraan bermotor.

Wayan Budi mengajak saya terus berjalan, karena ia ingin mengajak saya ke sebuah kedai kopi yang berada di area tengah. Sebagai pecinta kopi, tawaran ngopi ini tentu tak ingin saya tolak. Akhirnya saya tiba di kedai kopi yang dimaksud Wayan Budi. Mata saya langsung berbinar melihat toples-toples berisi kopi di meja barista.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun