Saya baru selesai membayar pesanan kripik singkong pedas ke seorang tetangga, mpok Asun saya memanggilnya. Mpok Asun sekarang menerima pesanan kripik singkong pedas hasil bikinannya sendiri. Kemarin dia menawari saya mencoba kripik buatannya, "tester nih mbak", katanya. Saya ambil sepotong dan saya masukkan mulut.. eh sedap juga.
Sambil ngobrol dengannya, mpok Asun menyodorkan kripiknya untuk saya coba lagi. Sudah cukup, kata saya. Kripik singkong pedas buatan mpok Asun sungguh enak, saya tak bohong. Tester bisa habis saya makan nantinya.
Mpok Asun awalnya malu-malu menawarkan kripiknya pada saya. Meski kami bertetangga sudah lama, namun saya jarang ikutan kumpul-kumpul dengan para emak tetangga. Mpok Asun agak segan, mungkin takut saya gigit. Ia tak tahu, saya sebenarnya orang yang ramah, supel serta rajin menabung.
Sikap malu-malu mpok Asun berkurang ketika saya tanya-tanya tentang kripik singkongnya. Ia menjawab pertanyaan saya dengan antusias. Sebenarnya sudah lama ia bisa membuat kripik singkong pedas. Tapi ia belum berminat menjadikannya sebagai bahan jualan. Ia buat hanya untuk konsumsi keluarga dengan jumlah terbatas.
Semuanya berubah ketika wabah Corona datang. Suaminya bekerja di sebuah perusahaan, kena imbas pandemi. Gajinya kena potong 50% dan dipastikan tak dapat THR. Pusing kedua suami istri ini memikirkan gimana cara memenuhi kebutuhan hidup. Uang tabungan sudah ikut tergerus.
Jangankan berpikir untuk membeli keperluan Lebaran, bisa makan sehari-hari juga sudah bersyukur. Ia juga berusaha menghemat pengeluaran. Pendapatan berkurang 50% itu sangat berpengaruh. Apalagi pihak perusahaan tak bisa menjamin sampai kapan suaminya akan menerima gaji dengan kondisi separuh begitu. Jika pandemi tak juga selesai dan kondisi perusahaan makin genting, bukan tak mungkin penghasilan yang 50% itu malah akan hilang selamanya.
Mpok Asun memutuskan ikut terjun mencari uang karena kondisi keuangan keluarganya sedang genting. Ia lakukan semua yang ia bisa, salah satunya menjual kripik singkong pedas yang biasa ia buat. Jika semula ia menolak pesanan, sekarang ia reka menawarkan jualannya ke tiap tetangga. Malu, tapi itu harus dilakukan demi dapur tetap mengebul.
Mata mpok Asun langsung berbinar ketika saya bilang, saya pesan 6 buah. Saya bilang saya akan bayar esok hari, meski mpok Asun bilang pembayaran lusa saja saat kripik singkong diantar. Tapi saya menolak. Uang itu sungguh dibutuhkan olehnya jadi kenapa harus saya tahan. Lagipula membayar hari ini atau lusa toh sama saja. Ujung-ujungnya bayar juga.
Kisah mpok Asun adalah satu dari beragam kisah yang terjadi karena pandemi. Rata-rata kisahnya menyedihkan. Pandemi emang bikin susah banyak orang. Meski saya lebih beruntung daripada mpok Asun, namun saya sempat lelah mental juga. Ikut sedih juga melihat tetangga atau teman kesusahan gara-gara wabah ini.