Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Benarkah Pangan Organik Lebih Menyehatkan Dibandingkan Non-Organik?

9 November 2018   12:01 Diperbarui: 10 November 2018   05:23 1691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sayuran organik (dok.maxmanroe.com)

Kesehatan menjadi perhatian banyak orang saat ini. Kesadaran untuk hidup sehat makin mengemuka. Orang melakukannya karena memang sadar akan pentingnya kesehatan atau sekedar ikut-ikutan. 

Makanya saat ini banyak banget cara buat gaya hidup sehat yang diberitakan lalu diikuti oleh banyak orang. Salah satu cara hidup sehat yang sekarang banyak dilakukan orang adalah dengan mengonsumi produk organik.

Ketika saya berbelanja di sebuah supermarket, ada beberapa sayuran yang tempatnya dipisahkan dari sayuran yang lain. Sayuran ini ditaruh di rak dengan nama "sayuran organik". Harga sayuran ini relatif lebih mahal daripada sayuran yang lain padahal secara kasat mata, penampakan sayuran ini sama dengan sayuran lainnya, hanya dikemasnya lebih bagus, ada plastik-plastiknya sendiri gitu.

Produk Organik dan Alasan Orang Mengonsumsinya

Apa sih sayuran organik itu? Sayuran organik adalah sayuran yang ditanam tanpa menggunakan pupuk pestisida, tapi menggunakan pupuk kandang dan pupuk dari fermentasi sayuran. Karena tidak menggunakan pupuk pestisida, sayuran organik dipercaya lebih menyehatkan dibandingkan sayuran non-organik.

Bukan sayuran saja yang organik, tapi juga bahan pangan dan produk lainnya misalnya beras organik, minyak organik, kopi organik dan skin care organik. Bahkan juga ada lele organik. Lele organik diberi pakan yang terbuat dari fermentasi kotoran kambing dan sapi. Kadang pakan lele juga terbuat dari ampas tahu.

Sawi organik, akhirnya beli juga pas jalan di supermarket (dok.yayat)
Sawi organik, akhirnya beli juga pas jalan di supermarket (dok.yayat)
Bahan pangan organik selalu laku untuk dijual walaupun harganya mahal. Akun penjual bahan pangan organik banyak tersebar di sosial media. Di media sosial, foto-foto aneka bahan pangan organik dipampang dengan cantik menarik minat untuk membeli produknya. Saya pun suka melihatnya. Dari sisi marketing, foto memang menjadi hal utama untuk promosi.

Namun pastinya orang yang mengonsumsi bahan pangan organik nggak semata membeli karena tertarik dengan penampakan fotonya. Sebut saja Mbak Widyanti, blogger pecinta pola hidup sehat dan sering menulisnya di blog miliknya ini menggunakan produk organik dalam bentuk skincare dan sering memakan pangan organik. Ia melakukannya sebagai ikhtiar memperoleh manfaat pangan seoptimal mungkin.

Pangan organik nutrisinya cenderung lebih lengkap karena budidayanya secara alami katanya. Selain itu konsumsi produk organik dimaksudkan untuk menghindari dampak negatif dari proses budidaya pangan konvensional, di mana ada pestisida sintetis yang digunakan di dalamnya, lanjutnya lagi ketika berbicara dengan saya.

Penggunaan pestisida ternyata menjadi alasan utama seseorang mengonsumsi bahan pangan organik. Senada dengan yang diutarakan oleh Mbak Rara Wulan, seorang blogger dan wiraswastawati yang rutin mengonsumsi produk organik sejak kecil. Almarhum kakek  Mbak Rara Wulan adalah seorang kimia analis yang nggak mau anak dan cucunya tercemar bahan kimia terutama pestisida yang diberikan pada proses penanaman. Makanya sayuran organik jadi pilihan keluarga Mbak Rara sejak dulu.

Mbak Widyanti, blogger pencinta hidup sehat (dok.widyanti)
Mbak Widyanti, blogger pencinta hidup sehat (dok.widyanti)
Sementara untuk penggunaan perlengkapan mandi berbahan organik, Mbak Rara menggunakannya atas dasar kepedulian terhadap lingkungan. Busa sabun organik yang terbuang saat mandi, nggak membuat lingkungan jadi teracuni dan dalam jangka panjang membuat bumi jadi lebih sehat.

Mbak Rara Wulan membeli sayuran organik di supermarket dan kadang toko online sementara untuk beras organik, ia membelinya dari teman kantor.  Tak ada perlakuan khusus ketika memasak sayuran organik, hanya saja sayuran tak boleh dimasak terlalu lama karena kandungan vitaminnya bisa hilang. Itulah kenapa Mbak Rara lebih sering mengonsumsi sayuran dalam bentuk salad sementara untuk sayur Mbak Rara menggunakan kentang dan wortel organik.

Lalu gimana sih rasa bahan pangan organik? Apa lebih enak? Mbak Widyanti yang sering mengonsumsi beras organik mengatakan bahwa beras organik rasanya lebih enak dan lebih pulen. Teksturnya lebih baik dan tidak mudah lembek ketika dimasak. Sementara Mbak Rara bilang bahwa sayuran organik rasanya lebih segar.

Lain lagi dengan kopi organik. Saat saya berkunjung ke Trade Expo Indonesia 2018 di BSD City pada tanggal 27 Oktober lalu, ada stan Dayang Kopi Organik yang berasal dari Bali. Langsung deh saya mencoba kopinya yang dibagikan secara gratis. Karena saya penyuka kopi dan saya bilang ke mas barista bahwa saya sedang menulis artikel soal bahan pangan organik, mas barista menawarkan kopi espresso kepada saya.

kopi organik (dok.kompas.com)
kopi organik (dok.kompas.com)
Espresso dibuat dari kopi takaran tertentu yang dicampur dengan sedikit air, maka esspresso menjadi kopi yang sangat kental. Saya biasanya tak terlalu suka espresso karena terlalu kental dan pahit. Namun ketika mencicipi kopi espresso yang disodorkan mas barista, saya merasakan kopi yang tak terlalu pahit. Espresso kental mendarat mulus di tenggorokan. Ada rasa pahit dan gurih bercampur jadi satu.

Kopi habis dalam beberapa teguk dan mas barista nggak jadi menambahkan air ke dalam kopi saya dan menjadikannya americano. Udah habis duluan soalnya. Jujur.. kopinya enak. Beberapa pengunjung TEI 2018 yang mampir ke stan Dayang kopi organik juga berpendapat hal yang sama. Kopinya enak.

Proses Menanam Tanaman Organik dan Efek Kesehatan untuk yang Mengonsumsinya

Ketika menyambangi stan Dayang Kopi Organik dan mencicip kopinya, mas barista bercerita tentang bagaimana kopi organik ditanam. Sebelum ditanam, lahan dibersihkan dari unsur-unsur kimia lalu pohon kopi pilihan ditanam di lahan tersebut. Pohon kopi diberi pupuk kandang secara berkala dan sama sekali tak menggunakan pupuk dari pestisida. Pohon kopi juga tidak diberi pupuk dari hasil fermentasi buah, berbeda dengan petani sayuran organik yang ada di Desa Kemudo di kawasan Klaten, Jawa Tengah.

Petani di desa ini membuat lahan untuk menanam sayuran organik seperti terong dan cabai. Ibu Suryani adalah salah satu petani sayuran organik di Desa Kemudo. Ia yang mengajarkan cara pembuatan pupuk berbahan dasar organik seperti nanas, kulit pisang dan bawang merah. Buah-buahan dipotong lalu dicampur air matang dan difermentasi beberapa hari. Nah airnya ini yang disiramkan ke tanaman dan dijadikan pupuk. Selain itu digunakan juga pupuk kandang dan bekatul.

Ibu Suryati, petani sayur di Desa Kemudo (dok.yayat)
Ibu Suryati, petani sayur di Desa Kemudo (dok.yayat)
Apa ada efek kesehatan pada tubuh karena mengonsumsi bahan pangan organik? Mbak Widyanti lebih merasakan efek dari pemakaian skincare berbahan organik. Ia merasa kulit jadi lebih nyaman. Sementara dalam hal konsumsi, Mbak Widyanti belum terlalu merasakan efeknya karena selama ini ia sering mengonsumsi pangan berbasis tanaman dan jarang makan yang berbasis hewan dan olahan pabrikan.

Menarik mendengar cerita Mbak Rara Wulan yang pernah divonis mengidap kanker payudara. Saat itu vonis kankernya masih di stadium awal karena keluhannya baru berupa timbulnya benjolan. Lalu Mbak Rara makin giat mengonsumsi sayuran organik segar serta teh benalu dan tidak mengonsumsi makanan instan. Ia rutin melakukannya dan meski memakan proses lama, namun benjolan di payudaranya hilang dan sampai sekarang vonis kanker tak diidapnya lagi.

Karena pengalaman inilah, Mbak Rara sering sharing dan mengajak teman-temannya mengonsumsi sayuran organik juga. Pengalaman ini juga makin membuatnya setia mengonsumsi sayuran organik untuk dirinya dan keluarganya, makin klop saat ia bertemu dengan suaminya yang seorang vegetarian dan peduli dengan lingkungan serta kesehatan.

Mengingat kandungan sayuran organik yang dianggap lebih menyehatkan, sayuran organik tetap dibeli walau harganya lebih mahal dari produk non-organik. Harga mahal ini disebabkan karena pertanian dan peternakan organik memerlukan perawatan khusus. Perlu kerja lebih untuk menanam dan beternak tanpa bantuan pupuk kimia, pestisida dan obat-obatan. Biaya membeli pakan organik itu bisa dua kali lebih besar ketimbang pakan yang biasa.

Mbak Rara Wulan, rutin mengonsumsi pangan organik (dok.rara wulan)
Mbak Rara Wulan, rutin mengonsumsi pangan organik (dok.rara wulan)
Harga yang lebih tinggi juga disebabkan oleh skala bisnis pertanian dan peternakan organik tidak sebesar pertanian dan peternakan biasa. Hal ini membuat produk organik yang dihasilkan tidak sebanyak produk non-organik. Jika produk terbatas, sementara konsumen yang membutuhkannya banyak maka berlakulah hukum ekonomi bahwa harga produk akan jadi tinggi.

Produk Pangan Organik Lebih Sehat daripada Non-organik?

Apakah produk organik memberikan efek kesehatan yang lebih dibandingkan produk biasa? Dalam soal sayuran organik, menarik untuk mendengarkan pendapat Prof Dr Ir Ali Khomsan MS seorang Guru Besar di bidang Gizi Masyarakat dari fakultas IPB yang mengatakan bahwa tidak ada perubahan signifikan antara tanaman yang ditanam organik dan non-organik (sumber dari sini ).

Beliau mengatakan, belum ada penelitian yang meyakinkan bahwa pangan organik lebih bergizi dari non-organik.Hasil penelitian menunjukkan perbedaan misalnya komoditas A yang ditanam secara organik gizinya tinggi sementara komunitas B tidak. Hasil yang nggak seragam ini membuat kesimpulan soal gizi tanaman organik lebih besar dari non-organik menjadi belum cukup meyakinkan.

Pak Ali Khomsan juga menambahkan, kalau bahan pangan organik dianggap lebih sehat itu lebih mengarah pada dampak keamanan pada lingkungan karena tak adanya penggunaan pestisida pada proses penanamannya. Ini membuat tanaman organik lebih aman dari cemaran pestisida. Pemberian pupuk organik juga membuat tanah lebih subur dan itu membuat lingkungan jadi lebih sehat.

Pak Ali Khomsan ketika berulang tahun (dok.gizi.fema.ipb.ac.id)
Pak Ali Khomsan ketika berulang tahun (dok.gizi.fema.ipb.ac.id)
Pada saat memberi materi pada peserta Danone Blogger Academy 2018 beberapa waktu lalu, Pak Ali Khomsan menyarankan untuk memperhatikan cara pemberian pupuk organik pada tanaman. Jangan sampai tanaman dicemari oleh bakteri dari kotoran yang berasal dari pupuk kandang yang malah menjadikan sayuran organik menjadi membahayakan orang yang mengonsumsinya.

Konsumen juga harus memperhatikan cara pencucian sayuran organik sebelum mengonsumsinya. Sayuran harus dibilas di bawah air mengalir agar kotoran dan debu yang menempel pada sayuran hilang bersama air. Lalu sayuran harus dikonsumsi saat masih segar. Sayuran organik lebih cepat membusuk karena tak ada unsur bahan pengawet, maka belilah secukupnya saja.

Saya masih penasaran dengan anggapan bahwa produk pangan organik lebih sehat dari non-organik maka saya berselancar di dunia maya dan menemukan sebuah artikel di website Indonesia Organic yang menyebutkan bahwa New Castle University Inggris telah melakukan riset dengan cara mengumpulkan 340 laporan penyelidikan yang meneliti perbedaan antara produk makanan organik dan non-organik.

Hasil riset menyatakan bahwa kandungan zat antioksidan pada makanan organik 18%-69% lebih tinggi dibandingkan dengan makanan non-organik. Kandungan logam berat pada sayur dan buah organik 48% lebih rendah dibandingkan sayur dan buah non-organik. Sementara residu pestisida pada sayuran organik 4 kali lebih sedikit. Riset ini telah dipublikasikan di majalah British Journal of Nutrition pada 15 Juli 2014.

Dr. Tan Shot Yen (dok.slideplayer.info)
Dr. Tan Shot Yen (dok.slideplayer.info)
Apa manfaat tingginya zat antioksidan pada tubuh? Zat antioksidan berfungsi menangkal radikal bebas, menghambat penuaan tubuh manusia, dapat mengurangi resiko penyakit jantung dan lain-lain. Dalam artikel tersebut, para peneliti menyatakan bahwa mengonsumsi sayur dan buah organik dapat mengembalikan 20%-40% zat antioksidan yang terpakai setiap hari.

Masih di artikel tersebut, Ketua Umum Taiwan Association for Organic Industry, Chen Shixiong menyatakan bahwa tidak dianjurkan untuk mempromosikan makanan organik lebih unggul dibandingkan produk non-organik namun pada banyak disertasi gelar doktor maupun magister di berbagai perguruan tinggi di USA maupun Eropa menunjukkan bahwa dari banyak segi, makanan organik terbukti lebih sehat daripada makanan yang dihasilkan dari pertanian konvensional dan kadar nutrisinya juga lebih baik.

Di luar perdebatan mengenai apakah makanan organik lebih menyehatkan dibanding makanan  non-organik, menarik mendengar komentar Dr Tan Shot Yen, seorang pakar nutrisi Indonesia, ketika saya tanya pendapatnya. 

Dokter yang juga seorang penulis buku kesehatan ini bilang masyarakat Indonesia belum ada di era organik, masih seputar perut kenyang saja. Masyarakat kita, diajak makan dengan benar saja sudah bagus, katanya.

Ibu Tan lalu memberikan link rekaman ketika ia menjadi narasumber sebuah acara di Metro TV yang membahas tentang demam pangan organik. Menurut Ibu Tan, yang terpenting dari konsumsi bahan pangan organik itu justru pada makanan apa yang menjadi pendampingnya. Kalau sayurannya organik tapi dimakan dengan ayam goreng atau rendang daging jadinya ya percuma, atau sayuran organik, tapi dijadikan toping pizza, ini doesn't make sense, kata ibu Tan. Hidup sehat itu harus total, tutupnya.

Jadi... tertarik mengonsumsi bahan pangan organik? Sudah siap menjalani gaya hidup sehat secara total?


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun