Mohon tunggu...
Ananda rizalni
Ananda rizalni Mohon Tunggu... Guru - Yayasan Ananda Rizalni As-siddiq (ARAS) merupakan lembaga kursus bahasa inggris

kursus bahasa inggris yang telah didirikan oleh Yayasan Ananda Rizalni As-ssid berada di simpang benar kelurahan cempedak rahuk kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir Provinsi RIAU ini merupakan salah satu upaya untuk mengubah pola pikir dan pola kehidupan dari masyarakat sekitar yang harus mampu siap bersaing baik secara nasional maupun international

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Jangan Takut dengan Corona" (Merayakan 1 Tahun Pandemi Covid-19 di Indonesia)

20 April 2021   15:40 Diperbarui: 20 April 2021   15:44 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagaimana mungkin anda bisa berpasrah dan berpangku tangan, sedangkan orang-orang kafir sudah memikirkan, bergerak dan berhasil menghasil obat penawar/vaksin covid-19? Ini seperti golongan Jabariyah yang menganggap semuanya sudah ditentetukan oleh takdir Allah dan manusia tidak punya kuasa dan ruang untuk bertindak dan memilih, maka manusia hanya menjalankan saja. Tertular atau tidaknya kita oleh virus corona itu ialah sudah ditentukan oleh Allah. Karena sesungguhnya virus ini akan menjangkiti baik orang-orang beriman maupun tidak dan orang-orang yang beragama maupun tidak. 

Pandangan tersebut yang akan mengarahkan manusia untuk tidak punya semangat berjuang untuk menemukan solusi dari pandemi Covid-19. Pola pikir yang seperti ini yang membuat kita malas untuk menggunakan akal, enggan untuk belajar dan berfikir, atau alergi terhadap ilmu pengetahuan. Bagaimana mungkin Islam bisa bangkit dan berjaya lagi seperti di era "The Golden Age of Islam" pada abad pertengahan dulu? Bagaimana mungkin umat Islam mau bangkit dari ketertinggalannya dengan dunia barat? Makanya umat Islam juga harus membangun rumah sakit, lembaga pendidikan, lembaga perbankan syariat, riset dan teknologi, dan lain sebagainya. Sudah cukuplah pengalaman kebangkitan Eropa (renaisance) dan kemunduruan umat Islam di masa emperialisme dan kolonialisme membuka mata kita. Akal dan spritualitas memang harus seimbang. Jangan pula hanya mengedepankan akal tetapi minim nilai ketuhanannya.

Kalau kita mengatakan orang yang menjaga jarak, tidak mau bertemu, pake masker dan enggan bersalaman dianggap sebagai orang yang paranoid dan takut berlebihan terhadap covid-19, maka jangan cepat-cepat kita menjustifakasi atau menuduh sembarangan mereka terlebih dahulu. Bisa jadi itu adalah langkah waspada dan ikhtiarnya untuk menjaga dirinya yang sudah rentan terhadap penyakit. Sebab menurut kajian ilmiah, covid-19 akan lebih mematikan jika imun seseorang sudah lemah dan juga telah memiliki riwayat berebapa penyakit bawaaan.

"Kasus kematian pasien terjangkit Virus Corona tidak semata karena virus tersebut. Melainkan, karena penyakit bawaan. Mayoritas atau hampir semua karena kasus penyakit penyerta, seperti diabetes, gagal ginjal. Tidak ada kasus kematian karena disebabkan murni oleh virus Corona. Angka 3 persen kematian itu karena pengidap memiliki daya tahan tubuh yang rendah." (Daeng M Faqih, Ketua Ikatan Dokter Indonesia) 

Memang bukan kapasitasnya penulis menjelas covid-19 secara mendalam. Sebab kita juga tidak bisa tiba-tiba menjadi pakar kesehatan atau orang yang seakan-akan paling mengerti dalam menjelaskan pandemi ini. Ketika ditanya akan hal ini, maka penulis akan selau berdalih dan bepijak pada pakar yang memang ahli di bidang keilmuannya.

"Terkait pandemi ini Muhammadiyah telah bergerak all out melalui MCCC, Aisyiyah, dan semua organ Persyarikatan sampai bawah baik dalam gerak keagaamaan maupun kesehatan. Muhammadiyah selalu berpijak pada temuan ilmiah dari pakar epidemologi dan kesehatan, selain dari aspek keagamaan dan sosial kemasyarakatan." (Haidar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah)

Lantas ada yang mengatakan bahwa "TBC dan kanker adalah kasus terbesar penyebab kematian, kenapa kita harus panik dengan covid-19?". Iya benar, tetapi bukan berarti menyepelekan covid-19 pula. Semua harus kita jaga dari tubuh kita. Kalau kita bisa menghindari makan kare kambing bersantan karena bisa menyebabkan kolesterol dan hipertensi naik, kenapa kita tidak mau menjaga diri kita dari penyakit lain? Kalau kita mengetahui merokok tidak baik untuk keluarga dan anak cucu kita, sehingga kita mau tidak mau harus berhenti merokok, maka kenapa kita tidak mengambil tindakan lain juga untuk mejaga diri kita dari sesutau yang berdampak mudharat bagi kita dan keluarga? Kalau memang kita mengetahui bahwa hujan akan menyebabkan flu, pusing dan demam, sehingga kita menyuruh anak-anak kita pake payung dan berteduh, kenapa kita juga tidak waspada dalam menlindungi diri kita dan anak-anak dari covid-19?

Terlepas dari covid-19 itu konspirasi atau tidak, permainan politik atau tidak, siasat bisnis atau tidak, berstatus pandemi atau tidak, namun yang pasti banyak maksud dan tujuan yang telah Allah turunkan dari pristiwa ini. Pasti banyak hikmah dan pelajaran. Misalnya kita sebagai umat Islam diingatkan Allah kembali untuk lebih menjaga kebersihan, menghindari kontak langsung yang bisa menimbulkan syahwat, lebih bisa menjaga diri dan menutup aurat dengan baik, semakin dekat keluarga, meningkatkan ibadah dan ketaatan kepada Allah, membuat umat Islam semakin merindukan masjid, menumbuhkan sikap bahu membahu dan saling menjaga, meningkatkan silaturahim, sekaligus menyadarkan bahwa bersedekah itu penting, membuat umat Islam semakin disiplin, semakin giat menuntut ilmu dan mengambil pelajaran, menyadarkan kebersamaan dan proses belajar mengajar itu penting, membuat alam dan lingkungan semakin bersih, serta menyadari bahwa kita ada kecil dan Allah Mahabesar atas segala kuasanya.

Jangan takut berlebihan dan panik itu sudah pasti, tapi bukan berarti kita menyepelakan penyakit dan tidak ada ikhtiar kita dalam merawat tubuh dan menghindarinya dari hal-hal yang dapat merusaknya. Penulis kurang sepakat dengan kalimat, "Jangan sampai kita dimintai pertanggungjawaban ketika tidak mau sholat berjamaah di masjid karena korona." Sebab di dalam hadits pernah diriwayat, para sahabat tidak jadi pergi ke masjid untuk sholat Jum'at karena hujan dan badai, dan itu boleh-boleh saja. 

Maka dalam hal ini, penulis lebih sepakat menggunakan kalimat, "Jangan sampai kita dimintai pertanggungjawaban ketika tidak mau sholat berjamaah di masjid, karena kepanikan dan ketakutan yang berlebihan." Bukan karena objeknya tetapi karena niat dan tujuannya. Ketika merasa yakin bahwa lingkungannya aman, kondisi fisik baik, dan tidak ada potensi menularkan dan ditularkan, maka pergilah sholat berjamaah di masjid. Tetapi jika lingkungan itu baru dan kita tidak tahu kondisi dan situasi di daerah tersebut, maka menjaga diri dan mengambil langkah waspada dengan menjalani protokol kesehatan maka tidak pula ada salahnya.

12-02-2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun