Mohon tunggu...
Yayan Sugiana
Yayan Sugiana Mohon Tunggu... TNI AL -

Suami dari seorang istri dan bapak dari tiga orang anak yang berkeinginan besar dapat memberi manfaat kepada lingkungan tempatnya berada.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Keong Racun (Juga)

21 Oktober 2010   14:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:14 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

[caption id="attachment_298157" align="alignleft" width="300" caption="http://2.bp.blogspot.com"][/caption]

Lagu “Keong Racun” mengingatkan saya pada masa kecil tahun 70-an di Bandung. Sudah biasa di antara kami, waktu itu, saling menge-kick teman dengan sebutan-sebutan yang aneh-aneh. Kosa kata semacam rantang, ember, pocong, embe biasa keluar dari mulut kami. Biasanya perang kata tersebut berlangsung sambut menyambut, saling bergantian di antara dua orang layaknya berbalas pantun, dan berakhir sampai salah satu di antaranya kehabisan referensi kosa kata untuk membalas lawan. Satu di antara kosa kata yang populer dalam perang kata tersebut adalah kata keong racun.

Keong racun alias bekicot biasa ramai berkeliaran di kampung kami saat musim hujan tiba. Binatang lamban itu biasa bergerombol di daun kangkung darat atau menjalar pada batang-batang pohon pepaya. Bagi kami waktu itu, binatang tak berkaki tersebut sungguh menjijikan. Sambil berjalan biasanya meninggalkan jejak berupa lendir. Kesan menjijikan itulah, barangkali, penyebabya sehingga keong tersebut diberi nama keong racun. Di samping menjijikan, stigma beracun itulah yang menyebabkan kami tidak berani mencoba untuk mengolahnya lalu melahapnya dengan penuh selera. Waktu itu jenis keong yang lazim disantap hanyalah keong sawah. Orang Sunda biasa menyebutnya tutut. Keong sawah biasa diolah dengan bumbu kunyit. Cara menikmatinya adalah dengan menggigit ujung kerucut cangkangnya sampai putus, lalu bagian bawahnya diseruput sampai daging keong itu lepas dari cangkangnya dan masuk mulut kita.

Keong racun alias bekicot konon, berasal dari Afrika Timur, tersebar keseluruh dunia dalam waktu relatif singkat, karena berkembang biak dengan cepat. Bekicot tersebar ke arah Timur sampai di kepulauan Mauritius, India, Malaysia, akhirnya ke Indonesia. Bekicot jenis Achatina fulica masuk ke Indonesia pada tahun 1942 (masa pendudukan Jepang). Pada masa pendudukan Jepang, konon bekicot menjadi santapan alternatif orang tua kita yang sedang mengalami masa rawan pangan.

Berbagai referensi sudah menjelaskan bahwa bekicot, ternyata dagingnya memang kaya protein.

[caption id="attachment_298162" align="alignright" width="300" caption="escargot (sumber: google images)"][/caption]

Kandungan lainnya adalah lemak, hidrat arang, kalsium, fospor, Fe, serta vitamin B kompleks terutama vitamin B2. Di Perancis hewan ini dikenal dengan sebutan escargot.

Menurut Ir. Hieronymus Budi Santoso, pemerhati masalah agribisnis, untuk mendapatkan hasil yang baik, daging bekicot harus melalui 7 tahap pengolahan. Pertama, Pemberakan atau pembersihan kotoran. Bekicot yang masih hidup dimasukkan ke dalam bak penampung selama 2 hari, tanpa diberi pakan apa pun. Lakukan penyiraman setiap sore. Pemberakan ini bertujuan untuk memacu pengeluaran kotoran dan lendir serta menghilangkan bau apek. Kedua, Perendaman. Sesudah dilakukan pemberakan, bekicot direndam dalam air garam yang diberi sedikit cuka. Perendaman berlangsung sekitar 5-10 menit sambil diaduk atau dikopyok, lantas airnya dibuang. Perendaman ini dilakukan 3-4 kali hingga air rendaman menjadi jernih. [caption id="attachment_298164" align="alignleft" width="300" caption="sumber: google images"][/caption]

Ketiga, Perebusan awal. Bekicot yang telah direndam dimasukkan ke dalam air mendidih selama 15 menit sambil dibolak balik, lalu didinginkan.

Keempat, Pemisahan. Bekicot yang telah direbus awal itu harus dipisahkan antara cangkang, kotoran, telur dan dagingnya. Caranya ialah dengan mencungkil daging bekicot tersebut dari cangkangnya dengan alat pencungkil. Setelah daging, telur dan kotoran bekicot keluar dari cangkangnya kemudian dipisah-pisahkan. Telur bekicot dapat langsung dicuci bersih, digoreng dan dimakan. Sedangkan dagingnya masih perlu pengolahan selanjutnya.

Kelima, Pencucian. Daging bekicot yang telah terpisah dari cangkang, lantas dicuci bersih. Lebih baik jika pencucian ini dilakukan dengan air yang mengalir. Keenam, Perendaman. Daging yang telah dicuci bersih, direndam dengan air cuka selama 15 menit. Ketujuh, Perebusan akhir. Daging bekicot yang telah direndam itu direbus lagi selama 15 menit. Sesudah direbus, dicuci sekali lagi sampai bersih dan diiris-iris menurut selera kita. Inilah daging bekicot yang telah siap dimasak. Subur Tahroni menciptakan lagu keong racun terilhami oleh temannya yang sering gontai-ganti pasangan. Adakah hubungan sifat keong racun alias bekicot dengan seorang lelaki playboy? Silakan jawabannya Anda posting setelah ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun