Setelah mampir ke kediaman Reksananta, Utari segera pulang ke rumah. Kebetulan Naira sedang pergi arisan, jadi tidak ada alasan bagi Utari untuk tinggal lebih lama. Dia segera melajukan motor matic-nya menyusuri jalanan menuju ke rumah Dinas.
Begitu sampai di Garasi, dia melihat mobil Dinas Bagus sudah terparkir tidak jauh darinya. Sepertinya sang suami memang sudah pulang dari tadi. Utari menenteng kardus berisi kue dari Mama, dan segera melangkah menuju ke dalam rumah lewat pintu samping.
Ketika memasuki ruang tengah, dia melihat pria itu sedang menonton televisi. Dia hanya mengenakan kaos pendek putih dan sarung, sepertinya Bagus baru saja selesai shalat. Tapi pria itu memang selalu tampil sederhana jika di rumah. Bahkan jika ada tamu yang berkunjungpun, dia sering hanya mengenakan atribut seperti yang sedang dikenakannya sekarang.
"Baru pulang?" setelah membalas salam dari Utari dan melepas tangannya yang dicium sang istri, pria itu menatap bungkusan yang diletakkan Utari di atas meja.
"Iya, tadi bantu Mama sebentar di dapur. Ini kue spesial buat Mas, dan Ibu." bau harum vanili segera menguar memenuhi ruangan begitu penutup kardus itu dibuka.
"Ibu? Jadi, kamu tadi mampir ke rumah?"
"Iya, tapi Ibu nggak di rumah. Katanya Ibu lagi pergi arisan."
"Kamu beruntung, kan? Ibu nggak mungkin membiarkan memantu kesayangannya pergi begitu saja."
"Ehm! Ada yang iri, nih!"
"Kue bikinan Mama memang selalu lezat." Bagus seolah ingin mengalihkan pembicaraan. Tangan pria itu segera mencomot satu potong kue, lalu memasukkannya ke dalam mulut.
"Aku juga bisa bikin, kok!" cebik Utari agak kesal. Wanita itu duduk di samping Bagus Pandhita dengan menyilangkan kedua tangan.