Utari meringis, tidak bermaksud melanjutkan pembicaraan itu. Utari sebenarnya ingin menceritakan semua kepada Mayang, namun lidahnya terasa begitu kelu. Andai Mayang mengetahui, pernikahannya dengan Bagus Pandhita memang sudah di depan mata.
Begitu keluarga mereka mengetahui insiden beberapa hari lalu, segera saja diadakan rapat keluarga dadakan. Akhirnya dicapai kesepakatan jika pernikahan Bagus Pandhita dan Utari akan diadakan kurang dari dua minggu lagi dari sekarang. Kedua mempelai tidak dilibatkan dalam persiapan, semua sudah diatur oleh panitia pernikahan yang dibentuk kedua keluarga.
Tanpa menimbulkan kecurigaan, Bagus Pandhita bahkan sudah memadatkan acaranya. Puspa Ayu tidak berani banyak bertanya, dia hanya beranggapan itu hanya pengalihan Bagus Pandhita terhadap gosip yang beredar. Sementara Naira melarang Utari mengunjungi kediaman Rekshananta, apapun yang terjadi.
Utari tidak bisa melanggar. Dia yakin Naira sedang mempersiapan pesta resepsi kejutan, yang tidak sesederhana rencana semula. Keluarga Rekshananta hanya memiliki putra semata wayang, tidak mungkin mereka melewatkan pernikahan Bagus Pandhita begitu saja.
Utari tidak tahu, apakah dirinya harus bahagia ataukah sedih. Karena dia sendiri bingung mencari alasan untuk meminta izin kepada atasan. Dia baru beberapa bulan menjadi tenaga honorer, sangat tidak sopan jika dia meminta izin tanpa alasan yang jelas. Kecuali semua orang sudah menerima undangan pernikahan mereka.
"Aku pikir, Bapak memang orang yang sangat menyenangkan." Utari akhirnya mengakui.
"Apa yang kalian bicarakan selama terjebak di sana hampir empat jam? Apa dia langsung melamarmu?"
"Mbak Mayang! Apa terjebak berdua, hanya itu saja topik pembicaraan yang menarik? Dia itu pria dewasa, tentu saja bicaranya tidak seperti kita!"
"Dia? Sejak kapan kamu memanggil Bapak dengan dia? Jangan-jangan memang ada sesuatu di antara kalian."
"Oh! Aku lupa belum sarapan tadi. Aku mau ke kantin dulu, ya." Utari segera melarikan diri sebelum Mayang memperdalam analisanya.
Gadis itu melangkah cepat di koridor yang mulai sepi, karena semua orang tengah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Utari tidak menuju ke kantin, tetapi justru berbelok ke toilet. Tiba-tiba saja dia ingin buang air kecil, mungkin karena rasa gugup yang melanda tadi.