Mohon tunggu...
Maya Batari
Maya Batari Mohon Tunggu... Guru - Single Cool

mencintai diri sendiri dimulai dari dalam hati yang selalu berpikir positif dan bahagia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rahasia Cinta Sang Pewaris #Bab 8

7 April 2021   05:01 Diperbarui: 7 April 2021   05:11 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Utari menatap ke tengah sawah, ketika Bagus Pandhita melambaikan tangan ke arahnya. Utari merasa tidak memiliki pilihan. Berada di sini, dia rasanya ingin menangis. Mayang tidak bisa membantu, bahkan yang lain juga seperti mengompori. Namun berada di dekat pria itu, juga bukan pilihan terbaik.

"Jangan membuat buruk reputasi Bapak! Wartawan yang menginginkan kamu berfoto, bukan Bapak!"

"I---iya, Bu."

Meski langkah kakinya teramat sangat berat, namun Utari mengikuti Puspa Ayu menuju tengah sawah. Para wartawan menyambutnya dengan hangat, dan beberapa melontarkan pujian yang sudah menjadi makanan sehari-hari bagi gadis itu.

Salah satu dari mereka, mendorong tubuhnya agar menempel pada pria itu. Seseorang menyodorkan satu ikat padi kepada Utari dan Bagus Pandhita.

"Mbak Riri tidak usah tegang. Senyum saja yang lebar, nanti dikiranya saya pemimpin yang menakutkan lagi." Bagus Pandhita dengan keramahan luar biasa.

"Maaf, Pak." Utari berusaha bersikap sewajar mungkin. Jika Bagus Pandhita bisa bersikap seolah di antara mereka tidak ada apa-apa, lalu kenapa dia harus cemas.

Utari berusaha mengikuti semua instruksi para juru foto itu, di bawah tatapan setajam pedang Puspa Ayu. Sementara Bagus Pandhita tampak nyaman seperti biasa. Pria itu tidak mengusahakan sentuhan fisik sedikitpun, namun kedekatan itu justru seperti membakar dari dalam.

Aroma stroberi yang menguar dari tubuh Utari, dan aroma tanah basah yang berpadu dengan wangi padi. Dia ingin memeluk tubuh mungil itu. Andai dapat memilih, Bagus ingin agar Utari selalu berada di sisinya. Entah sejak kapan, pemikiran itu menganggu Bagus Pandhita.

Gadis itu terlalu banyak mengundang perhatian. Meski terkesan tidak peduli, toh matanya tetap tidak bisa meninggalkan Utari. Hatinya panas ketika beberapa pemuda mendekati gadisnya. Tapi tetap saja, Bagus harus bersikap profesional. Dia tidak mau semua orang curiga kepada mereka berdua, sebelum peresmian hubungan itu.

Gadisnya?

bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun