Perkembangan zaman yang terjadi memang tidak bisa dibendung adanya. Seiring sejalan perkembangan tersebut akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sosial kemasyarakatan, yang pada akhirnya dalam skala besar mengubah pola berbangsa dan bernegara. Dinamika yang terjadi tersebut, mau tidak mau harus disikapi dengan seksama oleh berbagai elemen. Salah satunya peran organisasi pemuda, wabil khusus HMI yang notabene berdiri diatas landasan moral sebagai organisasi pergerakan, harus cekatan dalam mengimplementasikan tujuan organisasi. Sumber daya manusia yang relatif terdiri dari golongan muda harus mampu menunjukan daya gedornya untuk terus progresif membentuk kemapanan berpikir, bekerja dan mendistribusikan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
Berkaca pada sejarah bagaimana HMI telah berperan aktif dalam berbagai fase pergerakan nasional. Sudah selayaknya HMI merefleksikan diri dan hadir kembali menjadi harapan masyarakat Indonesia, seperti apa yang pernah Jendral Sudirman sampaikan. Potensi pemuda bukanlah isapan jempol belaka. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2013 saja jumlah pemuda mencapai 62,6 juta orang atau seperempat dari jumlah penduduk Indonesia. Sebagai wadah berhimpun mahasiswa Islam tertua, sudah sepatutnya HMI dapat menyerap mahasiswa Islam sebagai motor penggerak organisasi pengkaderan. HMI harus mengambil langkah strategis agar tidak terjebak patronase politik praktis dan relasi kuasa yang syarat akan kepentingan. Stereotipe sering kali menjadi hambatan, bahwa HMI kini hanya melayani kepentingan segelintir pihak. HMI kini bisa dikatakan sedang terjangkit sindrom gigantisme, yaitu dimana kondisi fisik yang besar, tetapi keropos di dalamnya.
Di era globalisasi saat ini, tentunya makin banyak tuntutan secara moral dan emosional yang diemban oleh kader HMI dengan kualitas insan citanya. Laporan The Global Competitiveness Index yang dirilis World Economic Forum pada tahun 2013, menyebutkan bahwa peringkat daya saing bangsa Indonesia berada di posisi 38 dari 148 negara yang disurvei. Peringkat tersebut tentu tidak begitu ideal bila menghitung usia Negara Indonesia dan melihat potensi sumber daya alam maupun manusia yang kita miliki.
Jelas kondisi yang tergambar diatas bukan hanya tumpukan kegelisahan yang tak berujung. Seperti saat kondisi perang dunia, salah satu tokoh psikologi, Floyd Allport mengatakan bahwa yang membuat para pengungsi masih bertahan di tengah keterpurukan kondisi perang adalah harapan. Perjalanan HMI yang telah dimulai berpuluh tahun silam, tentu teriring bersama harapan segenap kader. Harapan untuk mengembalikan marwah HMI, menegaskan bahwa HMI bukan hanya milik kader maupun alumni, tetapi HMI seutuhnya hadir untuk masyarakat Indonesia.
Â
Â