Mohon tunggu...
Yasni Herti
Yasni Herti Mohon Tunggu... Lainnya - Community Development Specialist

Ordinary Person

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Nilai Historis dan Potensi Wisata Kelas Dunia sungai Batang Kuantan

24 November 2022   10:54 Diperbarui: 28 Agustus 2023   10:05 1223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Image Source: portalbuana.com

NILAI HISTORIS DAN POTENSI WISATA KELAS DUNIA SUNGAI BATANG KUANTAN

oleh:

Yasni Herti, S. Sos

Community Development Specialist

Salah satu daerah di Provinsi Sumatera Barat yang memiliki potensi wisata yang luar biasa adalah Kabupaten Sijunjung. Kabupaten Sijunjung berjarak 120 km dari Kota Padang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat. Kabupaten Sijunjung memiliki beberapa destinasi wisata yang tidak hanya memiliki nilai keindahan alam, namun juga memiliki nilai sejarah, salah satunya Sungai Batang Kuantan. Batang Kuantan merupakan salah satu sungai terpanjang di Pulau Sumatera yang melintasi Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau. Hulu dari Sungai Batang Kuantan berada di nagari atau desa Muaro yang merupakan pertemuan dari tiga sungai yakni Batang Ombilin, Batang Sukam dan Batang Palangki. Oleh karena itu, Muaro Sijunjung sebagai ibukota Kabupaten Sijunjung juga dikenal sebagai kota pertemuan.

Sungai Batang Kuantan dan Sejarah

Keberadaan Sungai Batang Kuantan sejak dulu tidak hanya menjadi aliran air semata tetapi juga menyimpan beragam sejarah. Batang Kuantan yang bermuara di Selat Malaka dulunya merupakan sarana transportasi antara pedalaman Minangkabau menuju pantai timur Sumatera, yang merupakan jalur pelayaran dan perdagangan mancanegara, yakni perdagangan lada, emas hingga batubara. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan sebuah dermaga atau pelabuhan perahu Tapuih di Sungai Batang Kuantan yakni di desa Durian Gadang, Kabupaten Sijunjung. Pelabuhan ini digunakan masyarakat sebagai jalur penghubung pelayaran menuju Kuantan Singingi, Provinsi Riau.

Batang Kuantan juga menjadi jalur masuk dan penyebaran agama Islam di Minangkabau yang dibawa oleh para musafir dari Aceh dan Malaka yang mendarat di Kerajaan Pagaruyuang. Syiar agama Islam yang dilakukan melalui sungai ini dimulai dari Malaka ke Sungai Indragiri sampai ke Batang Kuantan dan sungai-sungai kecil lainnya seperti Batang Sukam. Keberadaan pemukiman lama yang berada di pinggir sungai, misalnya Koto Padang Ranah di Nagari Sijunjung, yang saat ini dikenal dengan nama Perkambungan Adat Sijunjung dan surau-surau tua, misalnya Surau Tenggi Calau (Surau Tinggi Calau) di Nagari Muaro serta Surau Simaung di Ganting menjadi bukti penyebaran agama Islam di Sijunjung.

Sungai Batang Kuantan juga menjadi saksi sejarah kelamnya kerja paksa Rodi dan Romusha pada masa penjajahan. Penemuan batubara di Sawahlunto oleh seorang insinyur pertambangan Belanda, Willem Hendrik de Grave mendorong Belanda untuk mendirikan pertambangan batubara, yakni Tambang Batubara Ombilin. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Sawahlunto/Sijunjung termasuk wilayah Afdeling Solok dengan ibukota Sawahlunto. Untuk membangun pertambangan ini, Belanda mendatangkan ribuan pekerja dari Pulau Jawa dan Sumatera. Dalam perkembangannya, pertambangan ini menjadi tempat tewasnya ribuan pekerja yang dipaksa bekerja dengan sangat kejam dan tidak manusiawi oleh Belanda. Sejarah ini dibuktikan dengan ditemukannya makam de Grave di Desa Durian Gadang, Kecamatan Sijunjung. De Grave meninggal pada 22 Oktober 1872, karena perahu yang dinaikinya terbalik terseret derasnya arus Sungai Batang Kuantan ketika melanjutkan penelitian batubara.   

Selanjutnya, pada masa penjajahan Jepang, untuk mengangkut batubara dari Sawahlunto, Jepang membangun jalur kereta api dari Muaro Sijunjung menuju Logas, Provinsi Riau. Dalam pembangunan jalur kereta api ini, Jepang mendatangkan ratusan ribu Romusha dari Jawa dan Sumatera serta tahanan perang lainnya. Akan tetapi, dalam proses pengerjaannya diperkirakan ratusan ribu nyawa melayang karena sistem kerja yang buruk serta banyaknya romusha yang meninggal tertimbun reruntuhan bukit yang diledakkan Jepang menggunakan dinamit. Sebagian korban yang tewas dalam peristiwa ini dihanyutkan ke sungai Batang Kuantan yang berada dekat dengan lokasi. Sejarah ini juga dikenal dengan Death Railway karena menelan banyak korban jiwa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun