Mohon tunggu...
Arif  Mahmudin Zuhri
Arif Mahmudin Zuhri Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Hukum dan Ekonomi

Membangun Peradaban Modern.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Rechtsvinding (Menemukan Hukum) Pajak

17 Agustus 2020   21:13 Diperbarui: 15 Januari 2021   21:55 8222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Palu Mahkamah Konstitusi (MK) | nobetciavukat.com

Penafsiran analogi adalah cara melakukan penafsiran atas peraturan yang dilakukan dengan cara memperluas cakupan peraturan tersebut dengan permasalahan yang sejenis atau setara atau analog yang tidak ada aturannya secara spesifik.

Analogi ini terjadi apabila suatu peraturan hukum menyebut dengan tegas suatu kejadian yang diatur, namun demikian peraturan tersebut juga digunakan untuk kejadian lain yang tidak secara nyata atau tegas disebut dalam peraturan itu tetapi ada banyak kesamaaannya dengan kejadian tersebut. Penafsiran yang demikian akan cenderung ekstensif karena akan memperluas arti suatu peraturan.

Misal dalam undang-undang perpajakan antara surat ketetapan pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KUP dan Surat Ketetapan Pajak dalam Undang-Undang PBB adalah  dua produk hukum yang berbeda yang mempunyai akibat dan konsekuensi hukum yang berbeda, tetapi kadang diberlakukan sebagai ’satu kesatuan’ yang sama karena adanya pemahaman yang tidak atau kurang komprehensif.

Biar terdapat variasi dalam contoh, penafsiran Analogi juga kami contohkan peristiwa hukum non perpajakan.  Pada tahun 1920 Hoge Raad Belanda (sama dengan Pasal 362 KUHP) memutuskan bahwa makna pencurian meliputi juga pencurian aliran listrik untuk kerugian suatu perusahaan listrik. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan pencurian dalam pasal tersebut dirumuskan dengan mengambil barang, sehingga perbuatan mengambil aliran listrik juga dianggap sebagai pencurian. Kemudian timbul permasalahan, apakah aliran listrik merupakan ’barang’ dan apakah aliran listrik tersebut dapat diambil?

7.  Penafsiran Argumentum a Contrario

Penafsiran argumentum a contrario adalah penafsiran atas undang-undang atau peraturan yang dilakukan dengan cara mendasarkan bunyi ketentuan secara terbalik atau berlawanan dengan suatu masalah yang tidak diatur dengan ketentuan yang diatur secara tegas dalam ketentuan tersebut.

Misalnya terdapat suatu Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang barang atau jasa yang tidak termasuk dalam kategori sebagai barang atau jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, artinya selain barang atau jasa tersebut merupakan barang atau jasa yang dikenai PPN (negative list).

PENUTUP

 

Tanggal 17 Agustus 2020, Indonesia telah 75 Tahun Merdeka, kurun waktu yang sangat dewasa bagi kita semua para stakeholder di bidang perpajakan jika dalam menemukan dan atau mengimplementasikan hukum perpajakan, senantiasa berkelindan dengan ruh dan nilai-nilai perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia yang telah diperjuangkan para Pahlawan.

Kita dapat memetik pelajaran bahwa dalam mengimplementasikan peraturan di bidang perpajakan, para stakeholder di bidang perpajakan; baik itu fiskus, Wajib Pajak, hakim Pengadilan Pajak, auditor perpajakan, senantiasa dibekali dengan ilmu menemukan hukum sehingga dapat mengimplementasikan hukum sesuai dengan tujuan dibentuknya hukum, yaitu sebagai social engineering dan social control.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun