Mohon tunggu...
Arif  Mahmudin Zuhri
Arif Mahmudin Zuhri Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi Hukum dan Ekonomi

Membangun Peradaban Modern.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Rechtsvinding (Menemukan Hukum) Pajak

17 Agustus 2020   21:13 Diperbarui: 15 Januari 2021   21:55 8222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari dalam hitungan jari menjelang bangsa Indonesia merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan (Anniversary) Republik Indonesia yang ke-75, seorang Pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang bukan sarjana hukum tetapi banyak memahami hukum, menyampaikan kata hatinya kepada penulis terkait dengan salah satu lembaga kontrol yang memberikan catatan kepadanya untuk ‘mengoreksi’ putusan pengadilan. 

Pejabat DJP yang juga musisi ini kemudian mengatakan perlunya mengingatkan kembali peran, fungsi dan kedudukan lembaga kontrol tersebut. “Jika suatu putusan pengadilan dianggap salah, baik itu memenangkan Wajib Pajak ataupun DJP, hal itu bukanlah ranah lembaga kontrol untuk mengoreksi. Kalau putusan pengadilan diintervensi oleh suatu lembaga, hal itu akan menimbulkan preseden yang tidak baik. Karena itu perlu kembali kepada khittah sesuai peraturan perundang-undangan”, lanjutnya.

Sementara itu di sisi yang berbeda, terdapat suatu kelompok yang memberikan makna yang berbeda-beda atas suatu peraturan perundang-undangan yang sama. “Jenis peraturannya sama, pasal dan ayat yang dimaksud juga sama, tetapi kenapa masing-masing memberikan makna yang berbeda? Bahkan kadang kita menemukan antara law maker dengan law authority juga memberikan makna yang berbeda atas peraturan yang sama”, kata mereka.

Berkenaan dengan fenomena tersebut, melalui tulisan ini penulis ingin menyajikan diskursus mengenai bagaimana mengupayakan berlakunya hukum sesuai dengan pembentukannya sebagaimana dikemukakan Roscoe Pound, yaitu sebagai law as tool as social engineering (hukum dibuat agar masyarakat melaksanakan atau bertindak sesuai dengan yang diinginkan hukum dimana hukum bertindak sebagai alat rekayasa sosial) dan social control (apakah masyarakat sudah bertindak atau berperilaku sesuai dengan hukum yang berlaku).

MENEMUKAN HUKUM PAJAK (RECHTSVINDING)

 

Seringkali dalam praktek kita menemukan perbedaan penafsiran terhadap hukum yang berlaku, termasuk di dalamnya peraturan perpajakan. Perbedaan penafsiran ini biasanya disebabkan karena adanya sudut pandang dan atau pengetahuan yang berbeda dalam memandang hukum. Di samping itu, perbedaan penafsiran ini juga terjadi karena adanya kepentingan yang berbeda dalam menafsirkan hukum, yang mana hal itu tentunya sangat bergantung pada makna apa yang dapat memberikan keuntungan baginya.

Berkenaan dengan fenomena yang terjadi tersebut, untuk memberikan makna atau arti hukum agar dapat memahami hukum termasuk peraturan di bidang perpajakan dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan, perlu kiranya kita berbekal ilmu pengetahuan tentang bagaimanakah cara menemukan hukum (rechtsvinding) supaya hukum tidak ‘tersembunyi’. 

Berdasarkan uraian diatas, kemudian timbul pertanyaan siapakah yang mempunyai kewenangan untuk menemukan hukum? Ternyata mengenai siapa yang mempunyai kewenangan menemukan hukum terdapat dua kelompok. Kelompok pertama berpendapat bahwa yang dapat menemukan hukum hanyalah hakim. Sementara kelompok kedua berpendapat bahwa yang dapat melakukan penemuan hukum tidak hanya hakim an sich, tetapi masih terdapat kelompok lain diluar hakim.

Menurut Guru Besar sekaligus begawan hukum Universitas Gadjahmada, Sudikno Mertokusumo (alm), penemuan hukum bukanlah merupakan ilmu baru, tetapi telah lama dikenal dan dipraktekkan oleh para hakim, pembentuk undang-undang, jaksa, pengacara, para ahli hukum, dosen dan lainnya yang selama ini mempunyai tugas menyelesaikan masalah-masalah hukum. Ia pun menyampaikan bahwa di banyak negara telah banyak literatur tentang penemuan hukum (rechtsvinding) yang ditulis oleh para praktisi maupun ahli hukum. (Sudikno Mertokusumo, 1996).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun