Mohon tunggu...
Yasintus Ariman
Yasintus Ariman Mohon Tunggu... Guru - Guru yang selalu ingin berbagi

Aktif di dua Blog Pribadi: gurukatolik.my.id dan recehan.my.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ah.. Rasa

2 Mei 2018   21:35 Diperbarui: 2 Mei 2018   21:33 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mengenal dia adalah awal dimana aku mengerti cinta. Sebuah rasa yang sulit kulukiskan dengan kata. Organisasi itu telah mempertemukan aku dengan dia. Kami memiliki hasrat yang sama untuk mendedikasikan diri untuk kebaikan banyak orang. Aku menempati posisi yang tampan, dia juga demikian. Bedanya aku yang kedua dan dia yang pertama. Ini bukan karena ambisi diri pribadiku tetapi lebih oleh keinginan rekan-rekanku. Ya, rekan-rekan kami yang menilai aku dan dia sebagai figur yang pantas dan cocok untuk mengembangkan dan memajukan organisasi.

Aku menjumpai dia sebagai sosok yang baik, ramah, peduli dan tidak sombong. Aku sadar pesonaku juga telah menggelisahkan mata dan memukaukan hati banyak orang. Ya, termasuk dia. Demikian prasangkaku dalam hati. Ruang rapat organisasi menjadi saksi yang menggetaran nadiku. Dia selalu kutunggu. Arahan singkat padat, jelas dan bermakna sudah menjadi kekhasannya. Sungguh, aku meleleh karenanya.

Dalam banyak aspek aku merasa jauh tertinggal darinya. Aku rentan putus asa, mudah terbawa emosi dan lekas kecewa serta merasa selalu gagal. Namun dia memberikan peneguhan, mengajariku tentang arti kehidupan bahwa hidup itu keras, butuh perjuangan pantang menyerah. Aku dan dia selalu bersama berbagi ceria dan sedih. Namun dalam bingkai hidup berorganisasi. Kami tak pernah saling mengumbar rasa pribadi. Aku tak pernah tahu tentang kehidupan pribadinya. Dia juga tak pernah mengungkit masalah pribadiku. Meski demikian, aku benar-benar merasa nyaman ada bersamanya. Ingin kuutarakan rasa hatiku tapi aku tak sanggup. Dan, aku memilih diam hingga dia tak tahu tentang gelora asmara di dalam dadaku.

Seiring berjalannya waktu, posisiku sebagai wakil ketua organisasi memasuki tahap akhir. Aku yang terlanjur memendam rasa mulai merasa terabaikan. Dia berubah. Sungguh, benar-benar berubah.  Rasanya menyakitkan. Dadaku terasa sesak. Tempo nafasku tak stabil. Air liurku terasa pahit. Tak terpikirkan olehku awal yang manis berakhir dengan rasa pahit. Aku bagai bunga yang dulunya mekar kini layu karena galau.

Entah mengapa dia merasa canggung setiap kali bertemu denganku. Padahal kami duduk berpapasan. Kami biasanya berbicara dan bercanda ria bersama. Sungguh tubuhku merasa kaku. Lagi, aku memilih diam. Tak ada sepata kata pun yang keluar dari mulutku walaupun hanya sekedar memberi salam dengan menyapanya selamat pagi. Meski raganya dekat dalam pandangan mata namun terasa jauh dan tak sanggup kujangkau. Kini dia lihai menjaga jarak bukan dengan kata-katanya tetapi dengan laku tulusnya.

Aku mencoba menghibur diri. Mungkin dia berubah karena rekan-rekanku sering bergurau dan kadang menyebarkan isu miring. Demikian juga dengan para petinggi organisasi yang selalu memperhatikan kami dengan tatapan penuh tanda tanya. Aku mencoba menyelidiki perasaan diri. Ah, mengapa berharap pada apa yang tak pasti? Dia memang pria hebat. Tingkah genitku selama ini tak sanggup membuatnya goyah dan tergoda. Dia pria setia yang pandai mengolah rasa dengan nalar dan nurani jernih. Aku mengaguminya dalam diamku. Dan dia tak pernah tahu tentang hal itu.

Ah..., rasa. Mengapa jadi seperti ini? Awal yang indah sering disamarkan dengan akhir yang menyakitkan. Cintaku ternyata tumbuh di tempat yang salah dengan cara yang aneh. Sebab fakta garang bersuara: "Dia pria beristeri".

Waingapu, 2 Mei 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun