Mohon tunggu...
Yashinta NurulIslami
Yashinta NurulIslami Mohon Tunggu... Mahasiswa - seorang mahasiswi

hai saya ayas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ruang Media Sosial Menjadi Ranah Ujaran Kebencian

20 Juni 2021   23:35 Diperbarui: 21 Juni 2021   00:20 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berkembang nya teknologi informasi saat ini membawakan sebuah perubahan dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya, platform media sosial yang membuat sebuah perubahan perilaku masyarakat yang menggeserkan budaya, norma, dan etika. Media sosial kini menjadi salah satu platform dimana para masyarakat bebas menuangkan segala aspirasi atau kegiatannya di sana. Tidak memandangan umur atau gender, semuanya bebas untuk berekspresi di sosial media. Media sosial juga bisa menjadi wadah para masyarakat untuk mencari sebuah nafkah dari konten -- konten yang akan mereka buat, salah satunya seperti Instagram.  Atau bisa juga digunakan untuk melakukan penjualan atau tranksaksi jual beli.

Media sosial juga mempunyai dampak positif dan dampak negative untuk digunakan. Salah satu dampak positif nya adalah kita bisa berinteraksi dengan banyak orang, menyebarkan informasi dengan cepat, bahkan memperluas relasi dengan banyak orang di seluruh dunia, sedangkan untuk dampak negative nya kita bisa menjauhkan yang dekat dengan kita, menimbulkan sebuah konflik, atau bisa juga memberikan komentar tajam ke orang yang menurut tidak sesuai dengan ekspektasi kita.

Seperti yang sudah dikatakan di atas, media sosial ini sangat amat memperngaruhi perilaku kita. Ruang media sosial bisa menjadi salah satu ranah untuk memberikan ujaran kebencian atau hate speech di postingan orang lain. Ujaran kebencian sendiri mengartikan ssebuah Tindakan komunikasi yang terjadi di media sosial yang di lakukan secara individua tau kelompok dalam bentuk provokasi, hinaan, atau hasutan kepada kelompok atau individu yang lain. Salah satunya seperti kasus yang terjadi pada mantan artis girlband Korea yaitu Sulli yang mendapatkan ujaran kebencian dari komentar -- komentar nya di media sosial, salah satunya di Instagram.

Kasus Sulli ini viral pada tahun 2019. Di kabarkan nya lewat media berita lokal yaitu Korea Osen News, Sulli di temukan sudah tidak bernyawa di apartement nya yang berada di Kawasan Seongnam. Sulli di temukan oleh managernya pada tanggal 14 Oktober 2019, Sulli mengakhiri hidup nya dengan gantung diri di apartemennya. Kronologi cyber bully yang di alami Sulli ini terjadi saat Sulli keluar dari group girlband nya bernama f(x) yang dibarengi nya dengan hubungan special nya dengan salah satu penyanyi Korea yaitu Choiza. Ditambah lagi pada akun Instagram nya Sulli, ia sering mengunggah gambar yang kerap kali di nilai terlalu vulgar dan tidak pantas oleh para masyarakat Korea. Pada kolom komenter tersebut pun bisa terlempar kata -- kata seperti pelecahan seksual, mengandung sara, bahkan juga seperti ancaman pembunuhan.

Hujatan itu benar -- benar membunuh Sulli. Bahkan Sulli tidak henti -- henti nya mengigit ujung jempol nya, dengan mata yang cukup bengkak, muka yang merah, dan dengan raut wajah yang layu menahan tangis saat membaca komentar -- komentar jahat di media sosial. Kita tidak bisa membenarkan apa yang terjadi, tapi ini sudah memasuki tahap hate speech atau ujaran kebencian. 

Kita tidak sadar akan hal apa yang kita lakukan saat kita berkomenter di salah satu postingan seseorang, hingga orang tersebut melakukan hal yang sebenarnya tidak kita inginkan. Seperti yang di katakana di paragram sebelum nya, dampak negative dari kita menggunakan media sosial adalah kita memberikan komentar tajam atau jahat ke orang -- orang yang sebenarnya tidak ada ngaruh nya dalam hidup kita.

Adapun kisah ujaran kebencian yang terjadi pada artis di Indonesia, yaitu dari keluarga Ruben Onsu. Betrand Peto mendapatkan perilaku ujaran kebencian yang tidak senonoh oleh dari seseorang di internet yang mengatai Betrand Peto adalah seorang anak pungut dan ada nya ancaman pembunuhan terhadap Thalia. Pihak keluarga tidak menerima hal tersebut. Ruben Onsu pun langsung dengan cepat mencari siapa orang yang berada di balik akun tersebut. Bahkan ada 20 akun yang membully anak Ruben dan akan di laporkan kepada pihak yang berwajib.

Dalam kasus hal ini yang termasuk komentar yang dianggap rasis atau mengandung ujaran kebencian masuk kedalam UU No 19 Tahun 2016 Pasal 45A ayat 2 yang berbunyi "Setiap ayat yang senagaja dan tanpa hak menyebarkan sebuah informasi yang ditunjukkan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok tertentu berdasarkan suku, ras, dan antar golongan (SARA) yang sebagaimana di maksud dalam pasar 28 ayat 2 akan di pidana penjara selama paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 atau satu miliar rupiah. Dan adapaun dalam UU ITE Pasal 28 ayat 2, setiap orang di larang, "Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukakan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu yang berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)."

Ujaran kebencian selama ini berdampak pada pelanggaran HAM. Walaupun bermunculan lewat sebuah kata -- kata di sosial media atau selebaran, tapi ini akan berefek konflik yang sangat besar. Seperti contoh kasusnya Sulli yang melakukan bunuh diri dan keluarga Ruben Onsu yang bermain di jalur hukum saat ada yang mengatai anaknya dan melakukan ancaman pembunuhan. Maka dari itu, ini perlu adanya tindakan dari penegak hukum  untuk mencegah dan melakukan sebuah represif dalam menangani kasus ujaran kebencian seperti ini. Jika tidak ditangani dengan sangat efektif dan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -- undangan akan memunculkan konflik yang lebih meluas atau bisa juga memunculkan konflik sosial seperti diskriminasi atau kehilangan nyawa.

Dalam tujuan pasal ini sebenarnya bagus untuk mencegah terjadi nya sebuah konflik, seperti permusuhan, perpecahan yang didasarkan sara atau kerusuhan yang kerap kali terjadi dalam dunia digital. Ujaran kebencian dalam pandangan masyarakat merupakan hal yang masih menjadi hal wajar dalam dunia digital seperti ini, bahkan ada banyak masyarakat juga yang kurang memahami atau mengetahui tentang adanya UU ITE ini. Lalu, hampir di semua negara  di dunia ini mempunyai undang -- undang yang mengatur tentang ujaran kebencian. Di Indonesia sendiri juga memiliki beberapa pasal yang mengatur tentang tindakan ujaran kebencian, yaitu pada Pasal 156, Pasal 157, Pasal 310, Pasal 311 dan kemudian Pasal 28 yang di edarkan oleh kapolri dengan surat edaran No: SE/06/X/2015.

Beberapa pesan dari kasus di atas Sulli dan Ruben Onsu yang bisa kita ambil ini adalah, kita harus selalu berhati -- hati dalam menyampaikan sebuah komentar di media sosial kepada seseorang. Bahkan saat kita tidak menyukai orang tersebut. Setiap komentar atau tulisan, kritik, dan pendapat yang kita unggah atau kita berikan itu akan selalu mempunyai konsekuensinya tersendiri yang memerlukan tanggung jawab. Jika kita tidak menyukai orang tersebut lebih baik untuk mengambil opsi lainnya daripada harus mengeluarkan komentar atau tulisan yang tidak baik.

Yashinta Nurul Islami - Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun