Mohon tunggu...
Yarifai Mappeaty
Yarifai Mappeaty Mohon Tunggu... Penulis - Laki

Keterampilan menulis diperoleh secara otodidak. Sejak 2017, menekuni penulisan buku biografi roman. Buku "Sosok Tanpa Nama Besar" (2017) dan "Dari Tepian Danau Tempe (2019).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Obrolan di Kios Bubur Kacang (1)

9 Maret 2018   19:27 Diperbarui: 9 Maret 2018   19:42 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

OBROLAN DI KIOS BUBUR KACANG (1)

Oleh : Yarifai Mappeaty

Di seberang jalan Apartemen Permata Senayan, tak jauh dari Stasiun Palmerah, terdapat sebuah kios bubur kacang-ketan hitam buka 24 jam.  Karena letaknya mudah kujangkau, maka kemudian menjadi tempat sarapan pavoritku. Suatu pagi di kios itu, terjadi diskusi hangat di kalangan pengunjung kios yang terdiri atas sekuriti apartemen, tukang parkir, sopir omprengan, dan entah siapa lagi.  Saya tidak bisa mengidentifikasi satu per satu.

Secara diam-diam, saya menyimak diskusi mereka yang sebenarnya lebih tepat disebut debat kusir. Tetapi, Oh...allamaaaak, saya terhenyak, sebab ternyata topik diskusi mereka menyangkut tentang issu mutakhir yang lagi ramai diperbincangkn oleh masyarakat kelas atas di negeri ini: LGBT.  Timbul pertanyaan di benakku, ada apa dengan issu ini sehingga dapat merasuk masuk menembus strata sosial bawah? Mengapa issu ini mampu mengusik keseharian mereka yang cenderung tidak perduli dengan apa pun, kecuali yang menyangkut urusan perut mereka? Padahal, saya sendiri yang secara relatif adalah pecandu informasi, justeru tidak terlalu memberi perhatian pada issu ini.

Seiring bertambahnya pengunjung kios, diskusi makin lama makin seru, bahkan menggelinding kesana kemari tanpa arah,  karena semua berlomba menjadi narasumber.  Tetapi meskipun tampak kacau, tetap saja ada muncul gagasan orisinil, sederhana, namun menggelitik. Sopir omprengan, misalnya, yang tiba-tiba angkat bicara, "banyak orang tua seperti kita ini menjadi homo padahal ada isteri dan punya anak. Juga, banyak wanita lajang kemudian menjadi lesbi. Semua ini terjadi gara-gara poligami.

"Prakkkkk....!" Securiti apartemen menggebrak meja. Ia rupanya tersinggung ketika poligami dituding sebagai penyebab lesbi dan gay. Seketika diskusi menjadi tegang.

Jarum jam menunjukkan pukul sembilan, udara mulai panas. Ramai kendaraan lalu-lalang membuat suasana menjadi bising. Akhirnya, saya memilih beranjak pergi menyusuri jalan yang menuju gedung DPR Senayan. Sembari melangkah, saya pun geleng-geleng kepala, terkesan pernyataan sopir omprengan  yang betul-betul menggelitik pikiranku. Apa hubungannya poligami dengan lesbi dan gay? Menarik sebagai sebuah fenomena sosial....

Palmerah, 18/02/2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun