Mohon tunggu...
Yanuar Z. Arief
Yanuar Z. Arief Mohon Tunggu... Dosen - Warga Kalbar, bagian dari Komunitas Masyarakat Energi Terbarukan (KOMMET)

Warga Kalbar, bagian dari Komunitas Masyarakat Energi Terbarukan (KOMMET)

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pembangunan PLTN di Kalbar: Kebutuhan atau Kebuntuan?

19 Agustus 2019   12:54 Diperbarui: 19 Agustus 2019   12:56 1899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Islandia, negara dengan pemakaian energi non-fosil terbesar (nyaris 100% dari pembangkitan listriknya dan 85% dari bauran energi primernya per 2015), perlu 100 tahun untuk membuat EBT memimpin bauran energinya mencapai 90%. Hidropower menyumbang 73,8% pasokan listrik Islandia, geothermal sebesar 26,2%, dan sedikit dari minyak bumi.

Pada 2009, atau 86 tahun sejak munculnya regulasi pertama EBT, negara tersebut sukses mendongkrak kontribusi EBT mencapai 99,7%. Situasi ini terjaga sampai dengan sekarang. Bandingkan dengan Indonesia yang baru mengenal konsep EBT pada tahun 1970, dan memiliki perangkat hukum EBT pada 2007. Jika mengacu pada Islandia yang perlu 86 tahun, maka EBT paling cepat baru dominan di Indonesia pada 2093 [8].

Mengutip International Renewable Energy Agency (IRENA), organisasi internasional energi terbarukan dengan anggota lebih dari 150 negara, biaya pembangkitan listrik tenaga bayu (angin) sejak 2010 turun sebesar 23% sedangkan biaya pembangkitan listrik tenaga surya turun sebesar 73%. Namun, itu belum cukup kompetitif dengan harga pembangkitan listrik dari energi fosil [8].

Secara perhitungan bisnis, sampai saat ini belum ada energi terbarukan yang biaya produksinya lebih murah dari energi fosil. Kondisi ini tercipta karena energi fosil telah melewati riset-pengembangan dan uji efisiensi pasar selama lebih dari seabad. Karena itu, campur tangan pemerintah melalui instansi terkait perlu mempercepat dan menjaga komitmen pengembangan EBT ini.

Selain perlunya komitmen pemerintah untuk mendorong pengembangan pembangkit listrik dari energi baru dan terbarukan melalui berbagai kebijakan insentif tanpa harus membebani konsumen listrik dengan kenaikan tarif listrik, industri dalam negeri juga perlu didorong untuk mampu memasok komponen teknologi pembangkitan listrik berbasis energi terbarukan sehingga bisa mengurangi ketergantungan terhadap impor teknologi. Melalui pengembangan industri dalam negeri ini diharapkan biaya investasi pada pembangkit listrik energi terbarukan akan dapat menurun dan pada akhirnya nilai biaya pembangkitan listrik akan turun [9].

Selain mengoptimalkan energi terbarukan (renewable energies), alternatif lain yang bisa dipilih untuk memenuhi kebutuhan listrik di Kalbar pada masa mendatang adalah melalui pasokan daya listrik dari provinsi lain di Kalbar, seperti Kalteng, Kaltim, dan Kaltara.

Jika Kalbar bisa membeli listrik dari negara lain, maka medatangkan listrik dari provinsi lain yang berdekatan dengan Kalbar bukan suatu yang mustahil jika dibandingkan dengan aspek kemandirian dan harga diri bangsa dalam sektor kelistrikan.

Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah sebagai lumbung energi di Kalimantan dengan potensi sumber energi primer yang ada meliputi batu bara, gas alam, air, matahari, angin dan biogas. Di Kalimantan Selatan, deposit batu bara diperkirakan lebih dari 1,8 miliar ton dan potensi daya listrik dari air dapat mencapai 564 MW. Sedangkan di Kalimantan Tengah, deposit batu bara diperkirakan lebih dari 400 juta ton, potensi gas alam sebesar 20 mmscfd selama 20 tahun, dan potensi daya listrik dari air dapat mencapai 356 MW (RUPTL PLN 2018 -- 2027).

Pada tahuh 2027, direncanakan total pembangkit sebesar 2.422 MW dan beban listrik sebesar 1.712 MW sehingga Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah sebagai lumbung energi mengalami surplus daya sebesar 710 MW atau sekitar 30% dari daya terpasang sebagai cadangan operasi yang dapat memastikan kehandalan sistem kelistrikan di Kalimantan dan memungkinkan untuk transfer energi ke Kalimantan Barat maupun Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara [10].

Sementara di Kalimantan Utara (Kaltara), sudah ditandatangi proyek pembangunan PLTA sungai Kayan yang berkapasitas 9000 MW. PLTA ini akan menjadi yang terbesar di Indonesia, bahkan ASEAN [11].

Jadi, dengan kapasitas daya listrik yang besar tersebut, selain memasok kebutuhan listrik di Kaltara, bahkan dapat memasok ke provinsi-provinsi di sekitarnya, termasuk Kalbar. Dengan demikian, rencana pembangunan PLTN menjadi tidak signifikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun