Mohon tunggu...
Yanto Yanto
Yanto Yanto Mohon Tunggu... Administrasi - Berusaha menginspirasi

Dosen FKIP Universitas Jambi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenal Buya Hamka

15 November 2011   11:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:38 2913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Mengenal Buya Hamka

Oleh: Yanto, S.Pd, M.Ed

Pada tanggal 8 November 2011 yang lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugrahkan gelar pahlawan kepada Prof. Dr. Hamka. Seorang tokoh besar Indonesia abad ini. Namun generasi internet saat ini barangkali banyak yang tidak begitu mengenal beliau. Untuk itu penulis ingin membagi sedikit pengetahuan penulis mengenai beliau karena sempat melakukan penelitian mengenai sosok istimewa ini.

Profesor Doktor Hamka atau Haji Abdul Malik Karim Amrullah lahir pada tanggal 8 Februari 1908 di Maninjau, Sumatra Barat. Ayah beliau Haji Abdul Karim Amrullah adalah ulama berpengaruh di Sumatra Barat. Meski bergelar profesor doktor, namun sekolahnya hanya sampai kelas 5 SD. Gelar Profesor beliau dapat dari Universitas Mustopo Jakarta, sedangkan gelar Doktor Honoris Kausa beliau peroleh dari dua universitas besar yakni Universitas Al Azhar Kairo, Mesir dan Universitas Kebangsaan Malaysia. Ketiga gelar kehormatantersebut memperlihatkan betapa keilmuan beliau diakui oleh dunia meski hanya mengenyam bangku sekolah formal tidak lebih dari lima tahun saja. Namun panggilan populer beliau adalah “Buya” yang di Minangkabau berarti orang yang dianggap ilmu agamanya tinggi.

Sosok buya Hamka menjadi sangat istimewa karena peranannya dalam sejarah Indonesia yang begitu penting. Uniknya adalah beliau tidak saja dikenal sebagai seorang ulama, namun juga sastrawan, sejarawan, orator, wartawan dan bahkan politisi. Di semua peran yang beliau mainkan dalam sejarah Indonesia, beliau menjadi aktor utamanya.

Sebagai Sastrawan

Buya Hamka adalah penulis produktif di zamannya. Tidak kurang 113 buku telah beliau tulis semasa hidupnya. Karya beliau banyak digemari oleh masyarakat karena gaya penulisannya yang memikat. Tidak hanya di Indonesia, di Malaysia pun karya-karyanya sangat di sukai. Beberapa novel karya buya Hamka menjadi best seller. Sebut saja Di bawah Lindungan Ka’bah (1936), Tenggelamnya Kapal Van Der Wich (1937), Merantau ke Deli (1940) serta ratusan karya yang lainnya. Bahkan Di bawah Lindungan Ka’bah saat ini telah diangkat ke layar lebar.

Keistimewaan Buya Hamka sebagai seorang sastrawan adalah produktivitas beliau dalam menulis. Seperti diketahui generasi sastra Indonesia dapat digolongkan kepada empat angkatan yakni Angkatan Balai Pustaka, Angkatan Pujangga Baru, Angkatan 45 dan Angkatan 66. Biasanya seorang penulis sastra Indonesia hanya bisa di golongkan kepada era sastra tertentu saja. Misalnya Khairil Anwar termasuk Angkatan 45, Taufik Ismail Angkatan 66. Namun Buya Hamka masuk ke dalam semua angkatan karena beliau sudah produktif menulis sejak berusia 17 tahun.

Tulisannya tidak saja dalam bentuk novel populer namun jugaberupa buku sejarah Islam terutama sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Misalnya karya beliau yang berjudul “Sejarah Umat Islam” yang diterbitkan hingga empat edisi. Topik mengenai Islam mendominasi semua tulisan beliau karena tampaknya beliau menjadikan bacaan sebagai media dakwah yang memang sangat efektif ketika itu. Beliau juga dikenal sebagai seorang wartawan yang membidani lahirnya majalah Islam “Panji Masyarakat”.

Sebagai Politisi

Setelah kemerdekaan Buya Hamka ikut berpolitik guna memperjuangkan aspirasi umat Islam. Beliau bergabung dengan partai Masyumi. Namun partai ini pada tahun 1960 dinyatakan sebagai partai terlarang tanpa sebab yang jelas oleh pemerintahan Sukarno. Namun ini tentu saja berkaitan dengan penentangan Masyumi terhadap komunis di Indonesia. Sementara pemerintahan Sukarno ketika itu sangat dipengaruhi oleh orang-orang PKI. Pada tahun 1964-1966 Buya Hamka dijebloskan ke penjara dengan tuduhan pro Malaysia ketika terjadi konfrontasi Indonesia-Malaysia. Padahal semua orang tahu bahwa ini lebih disebabkan karena beliau adalah salah satu orang yang paling keras menentang komunis di Indonesia.

Hebatnya, buya Hamka menerima dengan penuh keikhlasan keputusan presiden Sukarno yang memenjarakan dirinya. Tidak ada rasa dendam dan sakit hati sedikit pun dari beliau kepada Sukarno. Bahkan ketika presiden Sukarno wafat, beliau mengabulkan permintaan banyak orang agar beliau bersedia menjadi imam dalam shalat jenazah. Sungguh sebuah pelajaran berharga bagi bangsa ini.

Meski di penjara, buya Hamka tidak pernah berhenti menulis. Bahkan karya terbesar beliau yakni “tafsir Al Azhar” diselesaikan ketika beliau dipenjara. Tafsir Al Azhar merupakan tafsir Al Quran 30 juz yang sangat berpengaruh dalam sejarah penafsiran Al Quran di Indonesia hingga kini.

Sebagai Ulama

Kiprah Buya Hamka sebagai seorang ulama adalah ketika beliau dipilih sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1975. Namun jauh sebelum itu beliau sudah terbiasa memberikan ceramah agama dengan pendekatan yang mudah dipahami. Kata-katanya menyejukkan dan menggugah. Pada tahun 80an ceramah beliau sering ditayangkan di TVRI dalam acara Mimbar Agama Islam.

Yang patut ditiru dari beliau adalah satunya kata dan perbuatan. Beliau hidup sederhana meski seorang ulama besar. Beliau juga sangat berani terhadap penguasa. Tidak saja di era Sukarno, di zaman Suharto pun beliau juga menunjukkan keberaniannya. Ini terjadi ketika MUI mengeluarkan fatwa tidak dibolehkannya seorang muslim merayakan Natal bersama. Fatwa ini tidak sesuai dengan kepentingan penguasa sehingga MUI diminta merevisinya. Namun, buya Hamka bergeming. Beliau lebih memilih mengundurkan diri menjadi ketua umum MUI daripada harus mengikuti kemauan penguasa orde baru. Satu lagi pelajaran dari akhlak beliau untuk bangsa ini.

Buya Hamka wafat pada tanggal 17 Juli 1981 di usia 73 tahun. Kepergian beliau merupakan sebuah kehilangan besar bagi bangsa ini karena sangat sulit mencari tokoh sekaliber beliau. Keteladanan yang beliau tunjukkan menjadi barang langka bahkan nyaris punah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Entah kapan lagi kita memiliki tokoh yang berakhlak mulia seperti Buya Hamka. Semoga penganugrahan gelar pahlawan kepada beliau mengingatkan kembali kepada sosok beliau yang patut diteladani.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun