Mohon tunggu...
Yanto Yanto
Yanto Yanto Mohon Tunggu... Administrasi - Berusaha menginspirasi

Dosen FKIP Universitas Jambi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Logika Taqwa

1 Agustus 2012   12:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:21 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pernahkah Anda mengevaluasi bahwa puasa Anda selama ini telah mengantarkan Anda menjadi hamba yang bertaqwa? Padahal kita sudah belasan atau bahkan puluhan kali bertemu dengan puasa Ramadhan. Jika belum pernah, mari kita coba menakarnya. Caranya sederhana. Taqwa itu sendiri dalam bahasa Arab berasal dari 4 huruf Taa, Qaf, Waw dan Yaa. Keempat huruf itu merupakan singkatan dari Tawadhu’, Qanaah, Wara’ dan Yaqin. Dengan kata lain, jika Anda telah memiliki sifat Taqwa, maka setidaknya Anda telah memiliki keempat sifat di atas. Puasa Ramadhan adalah wahana yang paling pas dalam membentuk keempat sifat mulia tersebut. Logikanya begini:

Tawadhu’

Ini sifat wajib yang harus dimiliki oleh orang yang bertaqwa. Tawadhu’ berarti rendah hati. Merasa diri tidak mempunyai apapun untuk disombongkan. Merasa rendah di hadapan Allah SWT. Hamba yang bertaqwa berarti merasa dirinya lemah dan tak pantas untuk sombong dan angkuh.

Logikanya adalah ketika berpuasa, kondisi tubuh yang lemah membuat seorang hamba merasakan betapa dirinya sangat bergantung pada hal lain yakni makanan dan minuman. Dalam kondisi lemah ketika berpuasa terasa sekali betapa tidak ada yang pantas kita sombongkan di hadapan Allah. Baru tidak makan beberapa jam saja, tenaga kita sudah berkurang. Ini mestinya membuat kita tahu diri bahwa sebagai manusia, pada hakikatnya kita adalah makhluk yang lemah. Yang bergantung pada makanan dan minuman yang ada di sekitar kita.

Ibadah puasa adalah ibadah yang nyaris tidak tersentuh sifat riya, pamer maupun sombong yang merupakan lawan dari tawadhu’. Jika orang sedekah, haji, atau ibadah lainnya sangat mudah dihinggapi sifat pamer atau ingin dilihat orang lain. Orang yang karena mengharapkan pujian orang lain, bisa saja sedekah dengan jumlah yang gila-gilaan hanya karena ingin disebut dermawan. Haji juga sama. Dengan tambahan gelar H di depan nama, banyak yang merasa lebih dibandingkan muslim lainnya.

Namun puasa beda. Tidak ada yang pamer atau jadi sombong karena puasanya sebab ibadah puasa yang mengetahui memang cuma yang bersangkutan dan Allah.Karena itulah puasa akan mendidik seseorang untuk punya sifat tawadhu’.

Qanaah

Qanaah berarti merasa cukup dengan apa yang diberikan Allah kepada kita dan senantiasa bersyukur. Merasa bahwa dirinya telah diberikan banyak sekali kenikmatan sehingga tidak perlu merasa serakah atau memperturutkan nafsu. Ini bukan berarti kita tidak perlu hidup lebih baik.

Logikanya adalah bahwa orang yang berpuasa terlatih untuk menikmati sekedarnya saja dan tak mungkin lebih dari yang diperlukan. Kita tentu ingat saat menjelang berbuka. Ketika membeli makanan ataupun minuman di pasar bedug, seakan semuanya ingin kita beli karena semuanya begitu menggoda selera. Namun kita selektif meskipun tetap membeli beraneka ragam hidangan demi memanjakan perut yang sudah menahan banyak keinginan. Begitu melihat hidangan di meja makan, perhatikanlah betapa semua yang ada di atas meja ingin rasanya kita pindahkan ke lambung.

Tapi begitu azan berkumandang dan kita mulai minum segelas air, dua tiga butir korma ataupun semangkuk kolak, apa yang terjadi? Rasanya perut sudah merasa kenyang dan terpenuhi segala hasratnya. Kemana keinginan yang menggebu sebelum berbuka tadi? O, ternyata begitulah sifat nafsu rupanya. Hanya sepintas saja dia menggoda. Kalau kita penuhi hanya yang dibutuhkan, maka itu sudah cukup baginya. Tidak usah diperturutkan apalagi dimanjakan.

Hampir semua keinginan di dunia ini seperti itu. Jika kita tidak mengendalikannya, maka ia tidak akan pernah cukup dan tidak pernah puas. Nafsu tak akan mengenal titik, tidak akan pernah merasa lebih. Selalu koma, selalu kurang.

Benarlah sebuah hadist Rasulullah SAW yang mengatakan;” Kalau saja manusia punya dua lembah berisi emas, dia pasti akan mencari lembah emas yang ketiga. Tidak akan pernah penuh mulut manusia itu sampai ia disumpal dengan tanah (masuk ke liang lahat).”

Wara’

Wara’ berarti terpelihara dari perbuatan yang haram. Orang yang memiliki sifat ini sangat berhati-hati terhadap kehalalan sesuatu. Ketika sesuatu itu meragukan apakah halal atau haram, maka ia meninggalkannnya.

Logikanya adalah bahwa ketika kita berpuasa, kita sanggup menahan keinginan terhadap sesuatu yang sebenarnya halal di luar Ramadhan. Makanan dan minuman serta istri kita adalah halal. Namun ketika puasa kita sanggup untuk tidak menyentuhnya. Bayangkan, kalau yang halal saja kita mampu untuk menahannya apalagi yang haram. Apatah lagi yang memang bukan hak kita untuk mengambilnya. Inilah logika yang menakjubkan di bulan puasa. Andai saja kita mampu mempertahankan ini semua, tentu kita akan menjadi hamba yang bertaqwa.

Yaqin

Sifat ini berarti bahwa kita yakin Allah akan memberikan terbaik buat kita menurut perhitungan Allah. Kita tidak perlu khawatir terhadap apapun yang menimpa kita karena semuanya adalah yang terbaik. Hikmah sesuatu biasanya diperoleh setelah sesuatu itu berlalu beberapa lama. Coba ingat berapa kali sesuatu yang mulanya kita anggap buruk ternyata punya hikmah yang jauh lebih baik di kemudian hari. Seseorang yang sangat kesal karena ketinggalan pesawat. Namun dia baru sadar bahwa itulah yang terbaik baginya ketika beberapa saat kemudian pesawat yang tidak jadi ia tumpangi itu mengalami kecelakaan.

Logikanya adalah bahwa ibadah puasa adalah satu-satunya ibadah yang langsung dibalas oleh Allah dengan tidak menyebutkan balasannya dengan khusus. Ini akan melatih keyakinan bahwa kita percaya Allah akan memberikan sesuatu yang terbaik.

Dengan logika di atas, maka kita sudah seharusnya memiliki keempat akhlak yang sangat luar biasa ini. Sebabnya kita sudah dilatih belasan atau bahkan puluhan kali Ramadhan. Bayangkan jika Anda memiliki keempat akhlak mulia ini sekaligus yakni tawadu’, qanaah, wara’ dan yaqin. Tidakkah kita akan menjadi manusia yang paling bahagia dunia dan akhirat? Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun