Â
"Pluk ... pluk ... pluk ..."
      Suaranya menggetarkan alam jagat raya. Sepatu pinokio -- begitu Nuri biasa menyebutnya -- menutupi seluruh kaki hingga betisnya tanpa celah. Sepatu boot hitam mengkilat itu tentunya sangat pas untuk seorang tentara bertubuh tinggi tegap, bukan untuk Nuri, seorang gadis mungil yang tingginya hanya sebatas dagu seorang teman yang berukuran standar orang Indonesia.
      "Waduh, telat nih!" lirih Nuri menatap jam tangan karet yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Jam 05.45, lima belas menit lagi!"
      Nuri tergopoh-gopoh berlari memasuki pintu gerbang kampus. Apa daya sekencang-kencangnya dia berlari masih kalah cepat dengan angsa kampus yang terperanjat kaget mendengar hentakan sepatu pinokio yang dipakainya.
      "Parah! Kalau bukan karena aturan sudah kulempar sepatu pinokio butut ini!" umpat Nuri merutuki nasib di hari pertama OSPEK-nya ini. Sekilas dia memandang sepatu boots yang dipinjamnya dari teman sang ayah, seorang tentara asli tentu bukan KW seperti dirinya. Meskipun sudah dipasang kaos kaki rangkap tiga, tetap saja ujung sepatunya yang menggelembung itu masih menyisakan ruang, sekitar separuh dari panjang kaki mungilnya. Terlebih lagi dengan PDH tentara yang dikenakannya saat itu. Tampilan Nuri sekilas tampak tak ada beda dengan seorang badut. Beruntung tak ada kakak tingkat yang menjadikannya tontonan gratis, kecuali mereka yang tergabung dengan kepanitiaan OSPEK tentunya.
      "Cepat ... cepat! Segera masuk aula!" teriak beberapa orang berseragam putih hitam dilengkapi jaket almamater biru oskadon di tubuhnya. Tergantung sebuah name-tag bertali kuning di leher mereka bertuliskan PANITIA.
      "Hup!" Nuri mendaratkan tubuhnya pada sebuah kursi di belakang, pada jajaran perempuan. "Huh! Pas sekali. Nyaris saja," bisik Nuri pada dirinya sendiri dengan napas terengah-engah. Beberapa orang tenyata tiba lebih lambat dibanding Nuri. Mereka duduk mensejajarkan diri dengannya.
      Lima menit berselang acara pembukaan OSPEK pun dimulai. Hadirin yang notabene adalah para mahasiswa baru mengikuti setiap acara dengan seksama. Rangkaian seremonial yang acapkali menjemukan itu tetap Nuri perhatikan dengan baik.     Â
      "Adik-adik peserta OSPEK, break-time sudah tiba. Sesuai run-down acara kini waktunya kalian sarapan pagi. Silakan keluarkan nasi dan telur asinnya," ujar seorang panitia bertubuh tinggi dengan rupa di atas rata-rata. Samsul, begitu yang Nuri dengar saat sesama panitia memanggilnya.
      Serempak semua peserta membuka perbekalannya masing-masing. Mereka mengeluarkan nasi dan lauknya berupa telur asin. Sesuai nota kesepakatan, tidak boleh membawa makanan selain dua benda keramat tersebut.