Mohon tunggu...
Yanti Sriyulianti
Yanti Sriyulianti Mohon Tunggu... Relawan - Berbagilah Maka Kamu Abadi

Ibu dari 3 anak yang sudah beranjak dewasa, aktif menggiatkan kampanye dan advokasi Hak Atas Pendidikan dan Perlindungan Anak bersama Sigap Kerlip Indonesia, Gerakan Indonesia Pintar, Fasilitator Nasional Sekolah Ramah Anak, Kultur Metamorfosa, Sandi KerLiP Institute, Rumah KerLiP, dan Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan di Indonesia sejak 1999. Senang berjejaring di KPB, Planas PRB, Seknas SPAB, Sejajar, dan Semarak Indonesia Maju. Senang mengobrol dan menulis bersama perempuan tangguh di OPEreT.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Keseharianku Penuh Warna

22 Juni 2021   06:43 Diperbarui: 22 Juni 2021   06:49 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Balkon Rumah KerLiP / dokpri

Ah betapa rapuhnya pikiran kita manakala penyakit menggerogoti. "Sekarang ini Bapak sulit mengendalikan emosi. Pak RT bilang harga per meternya 20 juta. Itu tahun lalu, kan?" Ujarnya terisak. Meski ada bagian yang kurang jelas secara keseluruhan perkataannya bisa dipahami. 

Serangan stroke infark yang dialaminya termasuk berat. Ada 6 pembuluh darah otak yang pecah. Secara medis kondisinya hampir tak tertolong. Biidznillah. Dia tak pernah mengalami kehilangan kesadaran. Perawatan intensif di Stroke Unit pun cukup singkat. Sayang sekali sepulang dari RS dia kembali abai. Anjuran dokter dan ahli gizi tidak diindahkan. 

"Setelah obat ini habis, Bapak tidak mau diperiksa lagi. Biar saja. Bapak sendiri yang memahami tubuh Bapak, " imbuhnya setelah mereguk teh dingin yang diambilkan Fitry. 

"Teteh hanya akan mengupayakan saran dokter. Silakan Bapak putuskan sendiri apa yang mau dilakukan kalau begitu, "Kata Fitry tandas. 

Ini obrolan pertama di antara keduanya setelah Fitry dan adik-adiknya memutuskan membiarkan Bapak mereka mengikuti keinginannya sendiri. Tiap hari Fitry memotret jajanan Bapaknya dan berusaha tidak ikut menyantap penganan itu. 

"Alhamdulillah, Bu. Om Gembong mau membeli aset Bapak, tapi 30 persen di bawah harga pasar, "Ujar Zakky di telpon. Kabar baik ini yang mendorongku mengajak  Fitry menemui Bapaknya. Rasanya hampir tak percaya. Bersyukur. Lega. Malu. Takut. Perasaanku jadi nano-nano. 

Aku dan anak-anak sudah pasrah. Menghitung hari tanpa sumber yang pasti untuk melunasi tunggakan rumah. Kami hanya mengandalkan harapan untuk menghibahkan manfaat rumah ini  mendukung impian membantu 6000 keluarga di daerah tertentu. Tertinggal. Bencana. Stunting. Pulau-pulau kecil. 

Uluran tangan dari sahabat, teman-teman dan saudara selama ia dirawat di rumah sakit memperkuat tekadku dan anak-anak. Tumbuh bersama 600 Penggerak Panutan Istimewa. Mimpiku sejak mengambil tanggung jawab memimpin Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan adalah menyediakan dana abadi untuk mendukung aksi peduli sahabat-sahabat KerLiP. 

"Alhamdulillah Allah kembali menolong kita menyingkirkan mimpi buruk satu per satu. Kita harus berupaya keras mewujudkan impian ini ya, Teh, "ujarku di tengah-tengah obrolan kami menyiapkan Bandung Retreat. 

Bisnis Unik

Kami berdua masih mendengarkan audio berjudul Semua Sulit Sebelum Menjadi Mudah dari Nancy Dornan saat inisiatif baru itu muncul. Media of the Month yang kami terima dari Sis Dhanya Rayanti yang kubeli sebelumnya memang very inspiring. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun