Mohon tunggu...
Yani Nur Syamsu
Yani Nur Syamsu Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Biografometrik Nusantara

Main ketoprak adalah salah satu cita-cita saya yang belum kesampaian

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pasang Surut Relasi Forensik dan Penyidikan POLRI

10 Februari 2023   06:15 Diperbarui: 10 Februari 2023   06:41 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Forensic Science Simplified, 10-02-2023

Belum banyak yang tahu, tatkala DKN (Djawatan Kepolisian Negara) Indonesia ingin bergabung dengan International Criminal Police Organization-Interpol, organisasi ini  "memaksa" kepolisian Indonesia untuk selalu menerapkan praktek ilmu forensik dalam setiap proses penyidikan. Pada bulan Mei tahun 1952 itu pemerintah Indonesia memang mengirim 2 orang utusan (dari DKN dan Kejaksaan Agung) sebagai peninjau pada sidang Umum Interpol ke 21 di Stockholm, Swedia.

Penunjukan DKN sebagai National Central Bureau of Indonesia ditindak lanjuti dengan penerbitan Order Kepala DKN nomor : 1/VIII/1954 tanggal 15 Januari 1954, tentang pembentukan Seksi Interpol dan Seksi Laboratorium Kriminal (sekarang Laboratorium Forensik) dibawah Dinas Reserse Kriminal. Setelah itu secara berurutan dibangun Laboratorium  Forensik di Surabaya, Medan, Semarang, Makassar, Palembang, Denpasar, Pekanbaru dan Jayapura. Saat ini Polri juga sedang menyiapkan beroperasinya 2 Laboratorium Forensik baru di Manado dan Pontianak.

Dalam proses penyidikan, memeriksa saksi (termasuk saksi yang berpeluang menjadi tersangka) adalah tugas penyidik sedangkan memeriksa Barang Bukti dan Tempat Kejadian Perkara adalah tugas pemeriksa Laboratorium Forensik. Dalam rangka meraih keberhasilan, maka conventional crime investigation yang menjadikan keterangan saksi  sebagai sentral pembuktian harus dilaksanakan secara paralel, simultan dan sinergis dengan scientific  crime investigation yang fokus pembuktiannya adalah pemeriksaan Barang Bukti dan Tempat Kejadian Perkara.

Nilai penting dari ilmu dan praktek Forensik telah ditunjukkan dalam berbagai pengungkapan kasus penting, hatta criminal justice system (Kepolisian, Kejaksaan dan Hakim) akan semakin tergantung kepada informasi-informasi  valid dari hasil kerja laboratorium forensik yang tidak bisa didapatkan dari sumber lain. Penyidikan secara ilmiah bertumpu pada proses  pemeriksaan BB dan TKP yang meliputi identifikasi jejak-jejak yang ditinggalkan barang bukti fisik, reka ulang atas kejadian tindak pidana berdasarkan hasil pemeriksaan BB dan TKP dan akhirnya memastikan apa yang sebenarnya terjadi berdasarkan pengolahan fakta-fakta fisik yang ada.

Ada 7 manfaat sangat penting dari scientific crime investigation. Pertama, diketahuinya informasi tentang jenis tindak pidana yang telah terjadi. Ke-dua, diperolehnya informasi tentang modus operandi. Ketiga, membuktikan keterkaitan fisik  antara terduga pelaku dengan korban. Ke-empat, menghubungkan seseorang dengan tempat kejadian perkara. Ke-lima, menguatkan atau melemahkan kesaksian seseorang. Ke-enam, mengidentifikasi seorang tersangka pelaku tindak pidana dan ke-tujuh, memberi petunjuk kepada penyidik untuk proses selanjutnya.(De Forest, 1985)

Begitulah, salah satu faktor esensial keberhasilan Polri dalam pengungkapan kasus-kasus sangat menonjol seperti Bom Bali dan kasus peledakan lainnya, kasus Engeline, Kasus kopi Jessica adalah karena penyidik betul betul mengacu pada penerapan ilmu forensik. Namun yang memprihatinkan, dengan berlalunya waktu, meskipun Polri terus membangun Laboratorium-laboratorium forensik baru, namun  para penyidik Polri semakin mengabaikan pentingnya prinsip-prinsip penyidikan ilmiah. Padahal, hemat penulis, Polri Promoter dan Polri Presisi berbanding lurus dengan seberapa jauh Penyidik menerapkan ilmu dan praktek Forensik.

Mari kita mulai dari kasus Aksyena Ahad Dori. Mahasiswa UI itu ditemukan meninggal dunia di Danau Kenanga, kampus UI Depok pada tanggal 26 Maret 2015. Dalam visume at repertum dilaporkan bahwa dalam paru-paru korban terdapat air dan pasir, sehingga disimpulkan pada waktu tenggelam korban masih dalam keadaan bernapas. Petunjuk sangat kuat sebetulnya ada pada tulisan tangan pada selembar kertas yang ditemukan di kamar kost mahasiswa cerdas itu. Pemeriksa dokumen Forensik Puslabfor yang kesemuanya adalah Grafonom, memastikan bahwa tulisan dan tanda tangan itu milik Aksyiena. Namun Grafolog Debora Dewi dari American Handwriting Analysis menyatakan bahwa surat wasiat itu ditulis dua orang, Aksyiena sendiri dan satu orang lainnya yang masih mesterius. Penyidik lebih percaya kepada Debora Dewi dan memastikan bahwa korban meninggal karena dibunuh . (Kompas Com, 26 Maret 2022, 19.30 WIB). Kini hampir delapan tahun telah berlalu, namun kasus ini belum terungkap.

Pada hari Rabu tanggal 18 Agustus 2021 sekira jam 07.30 WIB, unit Reskrim Polsek Jalancagak, Polres Subang kedatangan seorang laki-laki Bernama Yoseph Hidayah. Yang bersangkutan melaporkan bahwa dia tidak menemukan istri pertama dan anak perempuannya di rumah yang saat itu berantakan dan terdapat banyak ceceran darah. Tim Reskrim segera melakukan pemeriksaan di TKP yakni Kampung Ciseuti RT 018/ RW 003 Desa/Kec.Jalancagak, Kabupaten Subang. Tim menemukan istri (Tuti Suhartini ) dan anak (Amel) pelapor sudah tidak bernyawa dan terluka parah di dalam mobil Alphard milik korban yang terparkir di Garasi.

Adanya dua korban pembunuhan mestinya membuat penyidik lebih cermat dan hati-hati dalam melaksanakan TPTKP, olah TKP, pencarian BB dan segera menghubungi Pihak Pusat Laboratorium Forensik Polri. Sayangnya tidak demikian, baru pada tanggal 29 Agustus 2021 penyidik mengirim permohonan dukungan teknis dari Puslabfor. Dan Ketika tim Puslabfor dan Pusdokkes tiba, TKP sudah dalam keadaan rusak.

Dari pemeriksaan oleh tim Forensik diketahui bahwa pelaku diduga kuat orang yang dikenal baik oleh korban, sementara itu pada jaket milik Yoseph didapatkan bercak darah yang (DNA-nya) identik dengan kedua korban. Sementara itu pemeriksaan Lie-detector terhadap Yoseph didapatkan hasil no-opinion atau tidak dapat disimpulkan. Hasil pemeriksaan dengan alat uji kebohongan ini persis sama dengan hasil pemeriksaan terhadap Margreit pada kasus pembunuhan Engeline di Denpasar tahun 2005 silam. Meskipun hasil pemeriksaan forensik tidak terlalu kuat, karena TKP ditemukan 24 hari setelah kejadian, namun Hakim memutuskan bahwa Margreith (yang merupakan ibu angkat korban) bersalah dan dihukum 20 tahun penjara. Kembali ke kasus Subang, tiga macam hasil pemeriksaan forensik terhadap Yoseph tersebut ternyata belum bisa menjerat Yoseph sebagai tersangka. Dan sampai saat ini penyidikan kasus Subang ini masih belum mendapatkan titik terang.

Bisa jadi puncak pencabaran prinsip prinsip forensik oleh penyidik adalah peristiwa terbunuhnya seorang anggota Polri Bernama Brigadir Nofriansah Joshua Hutabarat di rumah dinas komandannya sendiri (Irjen Pol.Ferdi Sambo, yang waktu itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri) pada hari Jum'at sore tanggal 8 Juli 2022. Kasus itu sempat tersimpan rapat dan baru diketahui publik tiga hari berikutnya. Yakni Ketika kabagpenum Divhumas Polri melakukan press release, diikuti Kapolres Metro Jaksel hari berikutnya dan dikuatkan oleh penjelasan ketua harian Kompolnas. Ketiga petinggi dan mantan petinggi Polri ini secara kompak dan detail menjelaskan bahwa yang terjadi adalah tembak menembak antara korban dengan bharada Richard Eliezer, karena korban diduga telah melakukan pelecehan seksual terhadap istri Komandan.

Dijelaskan bahwa korban telah melakukan penembakan sebanyak 7 kali tanpa satu pelurupun yang mengenai sasaran dan Richard membalasnya dengan 5 tembakan yang keseluruhannya tepat. Dalam jumpa pers juga disebutkan bahwa penyidikan telah dilakukan secara ilmiah, meskipun tidak sebijipun barang bukti yang ditampilkan di depan publik. Secara forensik, seseorang yang telah melakukan penembakan, pada tangannya pasti ditemukan sisa bubuk mesiu.

Kasus yang menyita perhatian publik itu kini sudah disidangkan bahkan tinggal menunggu sidang penjatuhan vonis terhadap para terdakwa. Kita semua berharap bahwa proses sidang peradilan yang menyeret banyak perwira bahkan perwira tinggi Polri, karena didakwa telah melakukan Obstruction of Justice ini akan bisa memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Tadinya publik berharap banyak bahwa kasus Ferdi Sambo membuat penyidik Polri lebih berhati-hati lagi namun kenyataan sering tidak sesuai dengan harapan. Kasus berikutnya yang tidak kalah membuat publik mengernyitkan kening bahkan memicu kemarahan netizen adalah penersangkaan korban mahasiswa UI Hasya Attalah Syahputra yang meninggal dunia setelah dilindas oleh mobil milik AKBP (Purn) Eko Setyo Budi Wahono pada kamis malam tanggal 6 Oktober 2022. Menanggapi protes keras penasehat hukum almarhum yang didukung penuh oleh Publik terkait berbagai kejanggalan proses lidik dan sidik laka lantas tersebut, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Latif Usman menggelar jumpa pers di Polda Metro pada Jum'at 27 Januari 2023.

Perwira menengah senior itu dengan lugas menjelaskan bahwa penyidikan kecelakaan telah dilaksanakan secara ilmiah. Berdasarkan keterangan rekan korban, kecepatan sepeda motor Hasya pada waktu kejadian adalah 60 km/jam sementara Mobil milik Eko hanya berkecepatan 30 km/jam. Bagaimana mungkin penentuan kecepatan kendaraan bermotor hanya berdasarkan penjelasan saksi, meskipun saksi tersebut adalah teman korban yang tidak mungkin menyudutkan almarhum. Sementara itu kecepatan mobil 30km/jam tidak disebutkan sumbernya dari mana. Secara forensik perkiraan kecepatan kendaraan ditentukan dengan analisis terhadap bekas pengereman dan bekas kerusakan fisik lainnya yang ada pada kendaraan yang terlibat.

Pengabaian terhadap forensik semakin nyata ketika dilangsungkan rekonstruksi ulang. Terjadi penggantian cat mobil barang bukti yang tadinya berwarna hitam menjadi putih. Protes publik terhadap kasus "perusakan" barang bukti ini ditanggapi dengan enteng oleh Dirlantas bahwa Eko mengganti cat mobil karena kasus telah di SP 3 . Untungnya Polda Metro Jaya membentuk tim khusus pencari fakta dan akhirnya mengakui kesalahan dan ketidak-profesionalan proses penyidikan dan menghapus status tersangka sekaligus memulihkan nama baik almarhum.

Terakhir, kasus tabrak lari yang lagi lagi menyebabkan kematian korban dan diduga kuat melibatkan oknum kepolisian  terjadi di wilayah hukum Polres Cianjur. Korban pada peristiwa kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada hari Jum'at 20 Januari 2023 itu adalah seorang mahasiswi Bernama Selvi Amalia Nuraini. Terjadi perbedaan pendapat antara Kepolisian dan pihak keluarga korban. Menurut polisi pelaku penabrakan adalah mobil Audi yang menyerobot masuk dalam konvoi kepolisian. Sementara berdasarkan proses penyelidikan  yang dilakukan oleh penasehat keluarga korban, mobil yang diduga sebagai penabrak adalah mobil kijang innova yang merupakan bagian rombongan konvoi. Polri, dalam hal ini Kapolres Cianjur dan dikuatkan oleh Kabagpenum Divhumas Polri, mengabaikan pendapat dari penasehat hukum keluarga korban ini dan serta merta memastikan bahwa penabrak adalah mobil Audi sekaligus menersangkakan pengemudinya.

Dasar kepastian dan penersangkaan itu adalah pengakuan saksi mahkota yang mendengar bunyi "dug" pada waktu mobilnya lewat di TKP. Padahal sebelum memberikan pengakuan dihadapan penyidik yang bersangkutan telah memberikan pernyataan kepada publik bahwa mobilnya tidak menabrak. Yang jadi masalah, dari perspektif forensik, adalah ketika polisi menunjukkan mobil Audi yang menurut tersangka adalah bukan mobil Audi yang pernah dikendarainya, karena nomor polisi dan model-nya berbeda. Sebelum bisa memastikan sebuah kendaraan adalah pelaku penabrakan, maka harus dibuktikan dulu ada materi dari korban yang menempel pada kendaraan tersebut. Begitu juga sebaliknya harus ditemukan adanya materi dari kendaraan penabrak yang tertinggal pada tubuh dan atau kendaraan korban.

Demikianlah, laboratorium forensik yang dibangun Polri sudah semakin banyak. Kendala jarak antara locus delicty dengan markas Laboratorium sudah bisa dikurangi. Kemudian masyarakat saat ini juga sudah semakin maju dan memahami bahwa pada hakekatnya Polri adalah pelayan mereka, karena merekalah yang membayar dan membeayai Polri termasuk dana sangat besar untuk membangun sebuah laboratorium forensik. Kiranya para pimpinan Polri perlu  mengingatkan dirinya sendiri dan anggotanya bahwa bila Polri ingin semakin Presisi dan Promoter sekaligus sejajar dengan kepolisian di negara-negara maju maka jangan pernah meninggalkan prinsip-prinsip forensik dalam semua proses penegakan hukum khususnya dalam proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun