Mohon tunggu...
Yani Nur Syamsu
Yani Nur Syamsu Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Biografometrik Nusantara

Main ketoprak adalah salah satu cita-cita saya yang belum kesampaian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Sang Penerus

19 September 2017   09:59 Diperbarui: 19 September 2017   10:04 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setengah lima sore. Dari balik kaca jendela bis yang akan membawaku ke pulau Bali itu, kulihat diufuk barat, mentari nampak kecapean memancarkan sisa-sisa cahayanya yang menguning keemasan. Agaknya sang surya lelah juga melaksanakan tugas seharian memancarkan cahaya terangnya keseluruh alam maya pada. Ya seharian ini tadi, matahari memancarkan cahayanya tanpa halangan secuil mendungpun.

Tetapi kini senja telah menjelang, sepertinya lelah telah begitu mendera sang Bagaskara. Cahayanya sudah jauh lebih lemah dibanding beberapa saat lalu. Di pasar Benculuk, seseorang mencegat bus dan dengan susah payah masuk melalui pintu belakang. Aku mengurungkan niatku untuk membantunya setelah melihat kondektur bis dengan  sigap membimbing  penumpang itu. Seorang laki-laki tua, tubuh renta yang terbungkus jaket doreng  lusuh itu tertopang oleh sepasang kruk kayu yang mengkilat, celana panjang kanan bagian bawah tampak melambai-lambai. Kaki kanan itu telah buntung tepat di ujung paha.

            "Kosong, dik ?!" tanyanya setelah berada tepat disamping kursiku.

            "Kosong. Silakan, pak !" sahutku sambil tersenyum.

            "Terima kasih," laki-laki tua itu segera duduk, menyandarkan penyangga tubuhnya ke depan dan menarik napas dalam-dalam. Kemudian matanya tertuju pada buku yang ada ditanganku, mata itu tampak lelah tapi masih nampak tajam dan berwibawa, mata seorang prajurit,

            "Buku apa dik ?"

            "Buku sejarah, pak,"

            "Bisa pinjam sebentar," aku segera menyodorkan buku itu dan berkata,"Saya guru sejarah di sebuah SMP di Denpasar, pak. Yah, daripada bengong saya baca-baca untuk persiapan mengajar besok,"

            "Sejarah Perjuangan Integrasi," pak tua berjaket loreng yang lengkap dengan bed kesatuan, wing-wing dan papan nama itu mengeja judul buku, kemudian membukanya perlahan-lahan,"Sering buku-buku hanya menulis yang indah-indah saja dari suatu peristiwa," komentarnya tiba-tiba,"Kiraku banyak sekali cerita nyata yang sama sekali tidak tertulis dalam buku ini,"

            "Bapak suka sejarah ?!" aku tidak bisa menyembunyikan keherananku dan semakin tertarik untuk mengenal lebih jauh teman seperjalanan ini,"Aku adalah salah satu anggota tentara yang dikirim ke daerah itu untuk yang pertama kali,"

            Begitu saja. Diantara derum bus yang tersengal-sengal karena usia tua dan keberatan penumpang, nyanyian pengamen dan teriakan pedagang asong, pensiunan tentara itu membawaku ke kancah pertempuran yang sengit, ke medan perjuangan keras dan ke rimba kehidupan yang sangat meletihkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun