Pemberitaan media mengenai capres yang akan diusung pada tahun 2024 semakin marak dan menarik. Tak terkecuali, persaingan capres di internal PDIP pun menjadi topik yang ramai dibicarakan masyarakat. Minggu ini, rakyat mendapatkan sajian berita yaitu perdebatan antara loyalis Puan Maharani dan Relawan Ganjar Pranowo.
Pengusung Puan Maharani yang diinisiasi oleh elit PDIP yang berada di DPR mendeklarasikan kelompoknya sebagai “Dewan Kolonel”. Walaupun berita terakhir bahwa Dewan Kolonel sebenarnya hanya sekedar lucu-lucuan saja.
Namun, pendukung Ganjar Pranowo langsung meresponnya dan menganggap perjuangan kelompoknya sebagai “Dewan Kopral”. Penggagas Dewan Kopral ini adalah Ketua Relawan Ganjar Pranowo Mania yaitu, Immanuel Ebenezer (Noel).
Terbentuknya Dewan ini, walau sekedar hanya lucu-lucuan saja, tetapi dapat berdampak meningkatnya tensi politik di internal partai (PDIP). Publik bisa saja memiliki persepsi bahwa ada keterbelahan di dalam tubuh PDIP.
Merujuk pada beberapa teori manajemen konflik, bahwa konflik dalam organisasi memang perlu diciptakan dan distimulasi karena konflik dapat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi ke arah peningkatan hasil atau produktivitas.
Sebaliknya, jika konflik dalam organisasi terjadi terus-menerus dan tidak dapat dikendalikan, maka akan mengurangi hasil atau menurunkan produktivitas.
Konflik yang sengaja diciptakan dan distimulasi oleh pimpinan dalam organisasi adalah konflik yang para anggotanya sudah memiliki kematangan atau kedewasaan berpikir.
Para anggota biasanya sudah sadar dan mengerti batasan mana saja mereka boleh berkompetisi. Mereka yang berkompetisi juga mengerti aturan main dan taat pada prosedur dan ketentuan organisasi.
Konflik antara pengusung Puan Maharani dan Relawan Ganjar Pranowo telah menarik perhatian masyarakat. Pemberitaan konflik ini bahkan menjadi headline news pada beberapa media. Efek positifnya, dari sisi marketing tentunya dapat menaikkan tingkat popularitas calon di masyarakat.
Sebaliknya jika perbedaan ini semakin meruncing dan tidak terkendali, maka dapat berakibat persepsi negatif di masyarakat. Merujuk pada manajemen konflik, partai semestinya memiliki mekanisme dan aturan untuk menghentikan konflik. Kedua kelompok yang berkompetisi harus juga matang dan dewasa serta mengetahui waktunya kapan untuk berhenti berkonflik dan kembali pada tujuan awal yaitu memajukan organisasi.