Mohon tunggu...
Yansean Sianturi
Yansean Sianturi Mohon Tunggu... Lainnya - learn to share with others

be joyfull in hope

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PSBB DKI Basmi Covid-19

10 April 2020   08:00 Diperbarui: 10 April 2020   19:18 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/239/2020 yang menetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk daerah DKI Jakarta telah diumumkan. Bak gayung bersambut, Gubernur Anies dalam konfrensi persnya mengatakan bahwa keputusan tersebut efektif berlaku per tanggal 10 April 2020. Hanya dalam tempo tiga hari sejak keluarnya Surat Keputusan Menkes, Gubernur DKI yakin dan siap melaksanakannya. Melihat usulan Gubernur DKI yang telah disetujui, kepala daerah kota penyangga lainnya yaitu Bogor, Tangerang dan Bekasi juga ingin menyusul berlakukan PSBB di wilayahnya.

Apakah pelaksanaan PSBB ini akan efektif mengatasi penyebaran virus corona di Jabotabek? Mengutip pepatah "lebih baik berbuat daripada tidak sama sekali", langkah ini patutlah dihargai. Kebijakan pemberlakuan PSBB di DKI wajib didukung oleh semua pihak tanpa kecuali. Pro dan kontra mencermati kondisi PSBB ini, memunculkan dua tanggapan, yaitu:

  • Apakah karena Gubernur Anies Baswedan yang kurang tegas terhadap para pelanggar physical distancing sehingga perlu Surat Keputusan dari Menkes. Harapannya setelah keluar payung hukum dapat menggerakan aparat penegak hukum lainnya untuk menindak para pelanggar tersebut.
  • Apakah Gubernur Anies ingin memainkan panggungnya yaitu untuk menarik simpati penduduk DKI bahwa beliau sudah bekerja maksimal. Namun, tidak memiliki kuasa karena keterbatasan dan kurangnya dukungan pemerintah pusat sehingga terkesan ingin cuci tangan .

Sesuai pendapat para ahli bahwa pola penyebaran virus corona  ditularkan dari manusia ke manusia, maka penerapan PSBB masih menyisakan pertanyaan. Bagaimana dengan arus migrasi manusia, "dari dan yang akan datang" ke Jabotabek setelah lewat masa PSBB ini? Mengapa wilayah Jateng, Jatim, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi tidak diberlakukan juga? Bila ingin memberantas pandemi sampai ke akar-akarnya, mengapa pemberlakuan ini sifatnya parsial? Jabotabek adalah area terbuka, konsekuensinya setiap penduduk dari daerah mana saja diperbolehkan datang walau hanya sekedar berkunjung. 

Bukan rahasia umum bahwa penyebaran virus Covid 19 sudah hampir merata di berbagai Provinsi Republik ini. Mari kita berandai-andai sejenak, anggap saja pemberlakuan PSBB ini berhasil di Jabotabek dan pandemi Covid 19 hilang. Namun daerah lain belum selesai dan masih ada wabahnya. Apakah migrasi penduduk dari daerah yang pandemi covid 19 bisa dihambat atau dilarang datang ke Jabotabek?

Mustahil dan inilah Simalakamanya!

Kemungkinan berikutnya adalah penduduk DKI dan wilayah sekitarnya perlu menambah waktu lagi untuk PSBB hingga daerah lain selesai melaksanakan PSBB nya dan hilang wabahnya.

Sebagai tindak lanjut Surat Keputusan Menteri Kesehatan, maka Anies Baswedan mengeluarkan Pergub yang terdiri dari beberapa poin. Apakah karena melihat daerah lain yang belum PSBB sehingga Gubernur Anies mengumumkan 9 poin penjelasan. Jika mau jujur, dalam 9 poin tersebut terlihat bahwa pemberlakuan PSBB ini hanya berbeda sedikit saja dengan kondisi sebelum PSBB. Pergerakan kendaraan pribadi dan angkutan diperbolehkan walau ada pembatasan jam operasional dan melaksanakan aturan physical distancing. kompas Artinya mobilitas manusia masih bisa dilakukan, terutama yang bergerak pada 8 sektor dunia usaha. 

Pembatasan-pembatasan seperti ini sebenarnya sudah dilakukan juga oleh para Kepala Daerah di  wilayah lainnya. Sebagai contoh, Di Kota Tegal walaupun penutupan kotanya hanya berlangsung beberapa hari, pembatasan gerak warga juga telah dilakukan. Kerumunan warga pada malam hari di provinsi Aceh telah dibubarkan oleh aparat keamanan. Lebih jauh, berbagai desa sudah ada yang sadar dan secara mandiri membatasi warga asing keluar masuk di lingkungannya. Hal ini ditandai dengan spanduk atau portal pada setiap pintu masuk lingkungan pemukiman warga. Surat Himbauan dari beberapa Gubernur atau Bupati terkait libur sekolah, work from home dan larangan kerumunan warga sebenarnya juga sudah ada.

Pemberlakuan PSBB yang tidak serentak dan tidak berlaku secara nasional ini menimbulkan tanda tanya. Mengapa para Kepala Daerah tidak seirama dalam mengatasi pandemi dan ingin berjalan sendiri-sendiri? Apakah hal ini disebabkan otonomi daerah, sehingga pemerintah pusat tidak berani mengeluarkan keputusan, jika tidak ada usulan dari daerah? Mohon maaf, melihat keadaan seperti ini jangan disalahkan rakyatnya jika nanti berpikir yang bukan-bukan. Bisa saja nanti rakyat berpikir bahwa para pemimpin di negeri ini hanya ingin menonjolkan kemampuannya  dalam mengakhiri pandemi covid 19 di wilayahnya. Berlomba-lomba ingin tampil di depan publik dan menjadi ikon serta pencitraan semata. 

Apakah hal ini terkait kontestasi pilkada yang sudah ada di depan mata atau pilres 2024? Apakah para pemimpin lain ingin melihat dulu hasil akhir dari Show force Gubernur DKI yang sering meminta-minta PSBB? Sebagaimana diketahui bersama dampak menyusul dari PSBB antara lain adalah lesunya dunia usaha dan PHK. Belum lagi masalah pembagian sembako untuk warga DKI yang terdampak belum jelas pendistribusiannya. Berapa kali dapat bantuan dan siapa saja warga yang berhak, belum transparan di tingkat RW dan RT. Apakah pemimpin lainnya "wait and see" sambil melihat proyek "trial and error" PSBB ini berjalan di DKI? Pemberlakuan PSBB ini merupakan ujian dan pembuktian bagi kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan dalam pemberantasan pandemi Covid 19 di DKI. Publik Indonesia dan warga DKI khususnya juga akan menilai sosok Anies Baswedan. Apakah ngotot mengusulkan PSBB dengan agenda aksi yang sudah terukur atau tanpa agenda pemberantasan yang jelas?

Mudah-mudahan tulisan ini keliru, namun jika benar maka para pemimpin mulai lupa dengan budaya luhur bangsa yang sudah ada sejak zaman dahulu kala. Budaya yang dipelihara oleh nenek moyang yaitu musyawarah dan gotong-royong. Padahal budaya tersebut sebenarnya telah mengakar pada nafas perjuangan Bangsa Indonesia. Semoga Pandemi Covid 19 cepat hilang dari negeri ini, amin..

"Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh"

"Ringan sama-sama dijinjing, berat sama-sama dipikul"

Salam Demokrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun