Mohon tunggu...
Yansean Sianturi
Yansean Sianturi Mohon Tunggu... Lainnya - learn to share with others

be joyfull in hope

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Apa Kabar Kampanye Pilpres?

2 Maret 2019   17:39 Diperbarui: 3 Maret 2019   13:24 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: liputan6.com

Pesta Demokrasi untuk memilih Presiden yang akan memimpin lima tahun kedepan telah dimulai. Para kontestan yang terdiri dari dua pasang calon sedang bersaing untuk merebut simpati para pemilih, yaitu rakyat Indonesia yang telah terdaftar dalam DPT. 

Suasana meriah pesta demokrasi telah terasa dan menggema hingga pelosok Tanah Air. Dari kampung ke kampung, desa ke desa hingga perkotaan, semuanya ramai berdiskusi dan berdebat mengenai keunggulan jagoan atau pilihan hatinya. 

Tak terasa Pilpres tanggal 17 April 2019 semakin dekat dan menunggu hitungan hari saja. Debat Capres-Cawapres telah berhasil dua kali dilaksanakan oleh KPU. Para team sukses pun saling berebut klaim bahwa  calonnya yang paling unggul didalam debat.

 Tidak ketinggalan lembaga survey pun merilis hasil surveynya, kemudian disusul saling bantah maupun klaim mengenai survey tersebut. Perbedaan ini wajar dan diperbolehkan. Namun repotnya, pesta demokrasi yang seharusnya disambut dengan hati sukacita dan gembira, akhir-akhir ini sering ternodai oleh berita-berita hoax yang menghasut bahkan kadang menjurus agitasi yang bisa merusak tatanan berbangsa dan bernegara. Komentar saling olok dan ejek sering mewarnai media sosial akhir-akhir ini dengan tujuan kepentingan dukung-mendukung pasangan calon.

Isi, tujuan dan makna demokrasi untuk mensejahterakan rakyat, terasa hilang dan menjadi kabur, bahkan dikerdilkan menjadi keharusan untuk menang semata. Kita bahkan lupa akan nilai luhur yang diwariskan oleh para orang tua kita sejak dulu kala, yaitu etika ketimuran, baik itu untuk saling menghormati, sopan-santun, saling menghargai bahkan memaafkan. 

Nafsu untuk menang telah merasuki bahkan telah mengggelapkan kepekaan akan rasa. Hubungan antara saudara kandung dan pertemanan yang dulu akrab, ada yang menjadi hambar karena perbedaan dukungan untuk musim lima tahunan pilpres.

Belum lagi, para relawan atau pendukung yang saling lapor hingga ada yang terjerat pidana dan terpaksa meringkuk di sel penjara. Akankah akal dan logika  dikalahkan oleh rasa? Apakah dampak dari kontestasi Pilpres akan terus menambah jumlah korban lagi? Padahal yang utama adalah mencerdaskan rakyat yaitu penjelasan mengenai visi dan misi serta program yang akan dilaksanakan, jika terpilih pada lima tahun yang akan datang. Hal pokok dan penting ini yang masih belum terlihat. Aksi saling lapor dan mencari kesalahan dari kubu pasangan lawan hendaknya dapat dihentikan oleh kedua belah pihak, karena dikhawatirkan akan menimbulkan kebosanan dan apatisme di masyarakat.

Para pemimpin dan pendukung perlu untuk merefleksikan sejenak arah perjuangan kampanyenya. Kampanye harus dikembalikan kepada tujuan yang sesungguhnya yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.  Mari kita bersama-sama merenungkannya, sehingga pesta demokrasi ini tidak terjebak menjadi histeria semata dan kehilangan makna. 

Alangkah indahnya, jika menang dengan beretika dan kalahpun bermartabat, karena yang menang akan memimpin dan yang kalahpun meninggalkan warisan berupa kenangan sebagai "Pahlawan Demokrasi dan Negarawan".  Yang kalah juga tidak perlu kehilangan muka dan  dapat turut serta membantu yang menang untuk memimpin Republik ini. Presiden mau berganti atau tidak, itu adalah hal biasa karena mekanisme proses pilpresnya juga telah diatur sesuai konstitusi yang ada. Terpenting dari semua hasil kontestasi pada tanggal 17 April 2019 nantinya, Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap utuh dan ada.

Salam Demokrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun