Mohon tunggu...
Yansean Sianturi
Yansean Sianturi Mohon Tunggu... Lainnya - learn to share with others

be joyfull in hope

Selanjutnya

Tutup

Money

Menyongsong Turunnya Tarif Pajak Pedagang Usaha Kecil dan Menengah

23 Juni 2018   15:14 Diperbarui: 25 Juni 2018   17:36 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: liputan6.com

Rencana pemerintah untuk menurunkan tarif pajak (Pph final) UMKM yang beromset dibawah Rp. 4,8 milyar per tahun dari sebelumnya dikenakan 1 persen menjadi 0,5 persen merupakan angin segar bagi perubahan ekonomi nasional. Pengusaha kecil dan menengah bisa bernafas lega dan memiliki kesempatan untuk menabung serta mengumpulkan modal untuk mengembangkan atau memperluas usahanya. Sebaliknya dari sisi pemerintah perlu untuk memikirkan bagaimana caranya agar semua usaha kecil dan menengah yang belum bayar pajak supaya patuh dan mau membayarnya. Adapun aturan baru tersebut akan berlaku efektif per 1 Juli 2018. 

Penurunan tarif pajak ini bertujuan untuk meningkatkan gairah dan semangat baru bagi para pengusaha UMKM serta menumbuhkan kesadaran untuk membayar pajak orang (pribadi). Selama ini penerimaan pajak dari sektor usaha kecil dan menengah memang terasa belum maksimal, hal ini disebabkan:

  •  Kendala dari para wajib pajak itu sendiri yang nakal dan berusaha untuk menghindarinya. Maklum dan sudah menjadi rahasia umum bahwa beberapa pelaku usaha kecil dan menengah merasa tarif pajak yang berlaku selama ini kebesaran serta memberatkan. Terasa berat karena pajak penghasilannya dikenakan dari omzet penjualan (pendapatan kotor/bruto) selama setahun sebesar 1 persen. Sedangkan pelaku usaha lain (yang lebih besar) dikenakan tarif pajak berdasarkan pendapatan bersih yaitu tarif pajak dikenakan setelah terlebih dulu dihitung dan dipotong biaya pengeluaran bisnisnya.
  • Keengganan para pelaku usaha sektor kecil dan menengah untuk melaporkan penghasilannya bahkan ada yang sengaja tidak memiliki NPWP. Kondisi ini terjadi, bisa karena ketidaktauan para pelaku usaha atau budaya malas berurusan dengan sistem administrasi yang berbelit-belit.  
  • Faktor lainnya adalah belum adanya laporan pembukuan keuangan para pelaku usaha secara tertib, bahkan ada yang tidak mencatatkan transaksi pembelian dan penjualannya. Keadaan ini mengakibatkan pemerintah kesulitan menghitungnya sehingga penghitungannya berdasarkan pendapatan kotor yang disetahunkan sebesar 1 persen supaya lebih mudah menghitungnya.

Situasi dan kondisi tersebut yang sering dijadikan alasan sehingga penerimaan pajak dari sektor usaha kecil dan menengah kurang maksimal, padahal jumlah perputaran bisnisnya cukup besar. Pada bulan Maret lalu, pemerintah telah mengeluarkan himbauan bahwa bagi pelaku usaha yang tidak memiliki NPWP wajib untuk mencantumkan Nomer Induk Kependudukan yang disingkat menjadi NIK. Namun, pelaksanaan aturan tersebut ditunda melalui  Peraturan Dirjen Pajak tanggal 29 Maret  2018, Nomor PER-09/PJ/2018 sebagai solusi atas keluhan para pelaku bisnis serta menjaga agar iklim bisnis tetap kondusif. 

Penurunan tarif pajak ini merupakan "jalan keluar" atas penundaan pemberlakuan kewajiban pencantuman NIK dalam faktur pajak (e-faktur) bagi pembeli orang pribadi yang belum memiliki NPWP.  Tujuan penundaan untuk memberikan kesempatan semua pihak termasuk pelaku usaha kecil dan menengah mempersiapkan sistem pelaporan pajaknya. Cara menurunkan tarif pajak ini adalah strategi jitu untuk menjawab persoalan ketidakpastian yang telah dialami para supplier atau distributor utama akibat penundaan berlakunya pencantuman NIK pada beberapa bulan lalu. Penurunan tarif pajak ini merupakan cara lunak dan manusiawi untuk mengajak dan merangsang para pelaku usaha agar tertib dan patuh membayar pajak sehingga tidak perlu dipaksa-paksa. Menunda Penerimaan Negara dari Pajak

Tindak lanjut dari penurunan tarif pajak ini, kemungkinan semua sektor usaha akan diwajibkan kembali memiliki NPWP atau mencantumkan NIK pada setiap pembeliannya (e-faktur). Sejalan dengan itu, kiranya sosialisasi dan edukasi perlu dilakukan oleh Dirjen Pajak agar para pedagang mengerti mengenai hak dan kewajiban pembukuannya sehingga tidak ada lagi alasan untuk menghindari pajak. Tentunya dengan penurunan tarif pajak ini, Pemerintah akan memiliki  tambahan dana baru dari penerimaan pajak lainnya yang selama ini kurang  tergarap (tersentuh).

Agar lebih efektf, Dirjen Pajak juga perlu membuka data historis penjualan e-faktur yang telah dimilikinya, kemudian menyisir pembelian para pelaku usaha yang belum patuh membayar pajak dan memberikan sanksi denda atau tindakan tegas terakhir yaitu pidana penjara. Tindakan tegas diperlukan agar program penurunan tarif pajak sebesar 0,5 persen dapat bermanfaat dan tidak menjadi sia-sia. Jika hal ini terlaksana dengan baik, maka negara akan memiliki tambahan dana untuk melanjutkan program pembangunannya mensejahterakan rakyat.

Semoga penurunan tarif pajak ini dapat menggairahkan dunia usaha dan meningkatkan kesadaran serta kepatuhan wajib pajak

Salam Demokrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun