Mohon tunggu...
Yansean Sianturi
Yansean Sianturi Mohon Tunggu... Lainnya - learn to share with others

be joyfull in hope

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prediksi Cawapres Jokowi 2019

20 Februari 2018   03:55 Diperbarui: 20 Februari 2018   07:56 5059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hasil survei Capres yang baru saja dirilis oleh berbagai Lembaga terlihat masih menempatkan elektabilitas Presiden Jokowi diatas para kandidat lainnya. Nama kandidat Capres yang disurvei mulai dari Prabowo, Jusuf Kalla, Anis Baswedan, Gatot Nurmantyo, Agus Harimurti, Zulkifli Hasan, Sohibul Iman, Tuan Guru HM Zainul Majdi, Hidayat Nurwahid dan lainnya menghiasi media massa. Menariknya, rilis survei saat ini masih menempatkan Jokowi head to head dengan Capres lainnya, padahal faktor Cawapres juga menentukan untuk mendongkrak suara Capresnya. Mengapa rilis survei masih menempatkan Jokowi head to head dengan Capres lainnya? Barangkali, karena beberapa lembaga survei masih mencari-cari kandidat yang elektabilitasnya tinggi sehingga nantinya bisa menjadi kandidat penantang Jokowi di Pilpres atau mungkin saat ini memang belum melihat urgensi posisi Cawapres .

Maraknya baliho dan spanduk yang terpasang baru-baru ini diberbagai daerah, yakni "Cak Imin" yang diposisikan sebagai calon Wapres Jokowi pada tahun 2019 nanti, membuat perbincangan mengenai Capres dan Cawapres terasa semakin menarik. Sebut saja beberapa kandidat yang memiliki potensi, baik itu Wapres yang saat ini menjabat, beberapa Menteri pada Kabinet Kerja, maupun Ketum Parpol yaitu: Jusuf Kalla, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, Romahurmuziy, Jendral Purn. Moeldoko, Puan Maharani, Oesman Sapta Odang, Khofifah Indar Parawansa, Sri Mulyani serta beberapa kandidat lainnya. Berbicara Cawapres Jokowi, tentunya kandidat yang akan dipilih adalah figur yang memiliki elektabilitas tinggi dan mampu mendongkrak suara Jokowi. Pilpres tahun 2014 lalu, telah membuktikan elektabilitas Jusuf Kalla di luar Jawa dan kalangan pemilih Islam Santri memberikan sumbangsih bagi pemenangan Pilpres. Melihat persaingan yang diramalkan semakin ketat di tahun 2019, tentunya figur Cawapres diharapkan dapat membantu elektabilitas Jokowi mencapai suara lima puluh plus satu atau diatas 50% pada hari pemungutan.

Merujuk pada pendekatan struktur sosial masyarakat majemuk di Indonesia yang dikemukan oleh para Ahli melalui pengelompokan antara lain : Jawa dengan luar Jawa; Islam santri dengan Nasionalis; Sipil dengan Militer; Pekerja dengan Pengusaha; Maskulin dengan Feminin dan berbagai model pembagian struktur sosial lainnya. Meminjam konsep pembagian dan penggolongan masyarakat di atas tersebut tentunya dapat dijadikan model untuk mengukur suara dan sering disebut dengan istilah "keterwakilan". Jika ingin mendongkrak suara dari kalangan Santri ada beberapa calon yang kuat yakni: Jusuf Kalla, Muhaimin Iskandar, Romahurmuziy, Khofifah Indar Parawansa. Sedangkan suara luar Jawa ada beberapa nama seperti: Jusuf Kalla, Oesman Sapta. Figur nasionalis bisa memilih Airlangga Hartarto sedangkan dari sosok militer ada Jendral Purn. Moeldoko yang bisa mendongkrak suara Jokowi jika memang mesti head to head lagi dengan Prabowo yang memiliki latar belakang militer. Unsur dari kalangan Pengusaha misalnya bisa ditampilkan Aburizal Bakrie dan Surya Paloh sebaliknya suara kaum perempuan ada Puan Maharani dan Sri Mulyani.

Ketersediaan figur yang kuat, baik dari segi kuantitas maupun kualitas para calon Wapres bagi Jokowi membuat penghitungan strategi Pilpres tahun 2019 semakin menarik. Posisi Presiden Jokowi sebagai petahana sangat diuntungkan dengan banyaknya para calon Wapres pendampingnya yang mumpuni dan disegani pada kancah perpolitikan Nasional. Para kandidat penantang Jokowi perlu memperhitungkan dan mengantisipasi serta membuat strategi yang jitu agar energi yang dikeluarkan tidak menjadi sia-sia. Studi tentang perhelatan Pilpres pasca Reformasi dimana rakyat memilih secara langsung, peran figur calon Wapres turut menentukan tingkat keterpilihan Capresnya. Pada rilis berikutnya, kiranya Lembaga survei dapat menangkap hal ini dan mulai melakukan simulasi Capres berpasangan dengan Cawapresnya. Perlunya Cawapres disimulasikan dengan Capresnya agar hasil surveinya bisa dilihat lebih utuh karena kedua posisi tersebut merupakan satu paket pemilihan.

Salam Demokrasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun