Mohon tunggu...
Yani Harahab
Yani Harahab Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

14 Prioritas, Partai Demokrat Jamin Kemerdekaan Pers

9 Februari 2019   16:29 Diperbarui: 9 Februari 2019   16:46 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(anekainfounik.net)

9 Februari merupakan Hari Pers Nasional (HPN) yang didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985. Sebelum adanya keputusan tersebut, HPN telah digodok dalam Kongres ke-28 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Kota Padang, Sumatera Barat.

Munculnya semangat hari pers tak lepas dari kehendak insan pers yang ingin memperingati peran dan keberadaan pers secara nasional serta mewujudkan kebebasan pers yang dibungkam.

Pers juga dianggap pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Meskipun berada di luar sistem politik formal, keberadaan pers memiliki posisi strategis dalam informasi massa, pendidikan publik dan kontrol sosial. Oleh sebab itu, kebebasan pers menjadi salah satu tolak ukur kualitas demokrasi di suatu negara.

Namun, apa yang terjadi empat tahun belakang? Dalam persepsi publik, pers dinilai tidak lagi menunjukkan wajah aslinya. Sehingga muncul lah istilah-istilah media 'penguasa', media 'istana' dan lain sebagainya. Maka tak jarang akhirnya kerja insan pers di lapangan menjadi terganggu akibat adanya stigma masyarakat tersebut.

Situasi yang berbeda ditunjukkan dalam sepuluh tahun kepemimpinan Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sosok yang saat ini menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, kala itu sering dikritik habis-habisan oleh media. Tapi tidak sedikit pula prestasi SBY selama menjabat diangkat kepermukaan. Keberadaan pers yang berimbang akhirnya membuat masyarakat makin teredukasi dengan baik.

Dari sisi pemerintahan, kritikan pers pun dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki kinerja pemerintah. Menurut SBY, pemimpin yang pantang dikritik dan cenderung menolak kebebasan pers, dan hanya menerima (berita) yang serba baik itu sama saja menyimpan bom waktu. Karena pemimpin yang seperti bisa terlena, tegoda dan bisa menyalahgunakan kekuasaannya.

SBY yang tidak anti kritik membuat demokrasi dan kebebasan pers berjalan sebagamaina mestinya. Fungsi pers sebagai kontrol perilaku, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang menjadi keprihatinan publi  yang berada dalam Pasal 6 UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers bisa terlaksana. Maka tidak heran jika SBY dianugerahi Doctor Honoris Causa Bidang Pemerintahan dan Media dari Universitas Keio, Jepang.

Untuk kembali memulihkan kepercayaan rakyat Indonesia kepada pers, Partai Demokrat memasukkan kebebasan berbicara dan kemerdekaan pers dalam salah satu poin dari 14 Prioritas yang akan diperjuangkan anggota legislatif dari Demokrat jika kembali diberi mandate oleh rakyat.

Demokrat dan SBY telah memberikan bukti selama sepuluh tahun kalau kemerdekaan pers, demokrasi, dan pemerintah bisa berjalan berbarengan tanpa ada yang harus dikorbankan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun