Seperti halnya yang diutarakan Presiden Joko Widodo yang didampingi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian, mengadakan pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Selasa siang (16/5/2017, dimuat pada Kompas.com) melakukan dialog dengan para tokoh agama (MUI, NU, Muhammadiyah, Konfrensi Wali Gerja Indonesia, Persekutuan Gereja Indonesia, perwakilan umat Buddha Indonesia, Hindu Dharma Indonesia dan Majelis Tinggi Konghucu Indonesia) untuk berkomitmen semua umat beragama terus menjaga persatuan, persaudaraan, perdamaian dan toleran antar umat, antar kelompok dan golongan.
Indonesia merupakan Negara multicultural dengan beragam agama, budaya, ras dan bahasa. Dengan Keanekaragaman tersebut sejatinya setiap manusia harus mampu menghargai satu sama lain dengan toleransi bukan malah intoleransi.Intoleransi sendiri berarti kebalikan dari semua prinsip yang ada dalam toleransi.
Setidaknya terdapat tiga komponen intoleransi: pertama,ketidakmampuan menahan diri tidak suka kepada orang lain.kedua, sikap mencampuri dan atau menentang sikap atau keyakinan orang lain, dan ketiga, sengaja mengganggu orang lain.
Perbedaan memang ada dan bagaimanapun kita tidak bisa menolak hal tersebut akan slalu tetap ada. Kita tidak bisa membunuh perbedaan, sehingga jalan yang paling baik adalah toleransi. Kita bisa mempelajari perbedaan dari apapun, tidak perlu dari hal yang sensitif namun dimulai dari hal yang paling kecil.
Dengan kesadaran ini kita bisa memaknai sebagaimana yang dinyatakan Mikhail Gorbachev pemenang Nobel Perdamaian pada tahun 1990 ”Perdamaian bukanlah persatuan dalam persamaan, namun persatuan dalam perbedaan.”
Menyatakan perbedaan ini tentunya tidak mudah, diperlukan ruang-ruang atau wadah berdialog, penyadaran masyarakat baik melalui pendidikan maupun media-media lainya seperti media sosial, media online, cetak dan sebagainya tanpa hoax yang bisa dijangkau oleh semua kalangan masyarakat.
Barack Obama Presiden Amerika Serikat ke-44, “Istilah perdamaian dapat dinegosiasikan oleh para pemimpin politik, namun nasib perdamaian terserah pada diri kita masing-masing”.