Mohon tunggu...
Yang Gustida
Yang Gustida Mohon Tunggu... Guru - Teacher, konselor, traveler, mechanics, writer, researcher

Seorang praktisi pendidikan yang menyukai berbagai disiplin ilmu

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Potensi Ekraf Menjanjikan Ubi Jalar Cilembu Organik, Produk Lokal Kualitas Internasional

17 Februari 2020   14:36 Diperbarui: 17 Februari 2020   14:47 1502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepertinya tak akan pernah ada habisnya membahas Sumedang. Daerah yang mengingatkan kita akan jajanan nikmat berbahan tahu yang bernama Tahu Sumedang. Salah satu makanan lezat dengan ciri khas berwarna kecoklatan. Bagi sebagian orang, kuliner yang satu ini dianggap sebagai ikon daerah. Tak memungkiri, pendapat tersebut benar adanya apabila daerah yang berada dalam dua kawasan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yakni Metropolitan Bandung dan Cirebon ini sedang dibahas.

Sangat kurang tepat rasanya apabila kita hanya memandang Sumedang dari sudut pandang kuliner tahunya saja. Memang tak dapat disangkal rasanya apabila kuliner tahu tersebut akan sangat sulit tergantikan. Namun akan lebih elok apabila kita mengenal potensi lain dari Sumedang, baik dari segi kuliner, wisata, atau budaya. Mengapa harus begitu?

Di saat ingin menggali Sumedang lebih dalam, maka kita harus memiliki sudut pandang yang luas karena sesungguhnya daerah ini sarat akan potensi terpendam. Potensi yang dimiliki diantaranya berasal dari kekayaan alam yang masih alami, seperti banyaknya ekowisata yang saat ini gencar dipromosikan, seni budaya yang bermacam jenis, dan dari segi kuliner yang khas serta lezat. Mempertimbangkan berbagai potensi yang ada, penulis tertarik membahas Sumedang dari segi kuliner.

Kuliner Sumedang yang ada tidak terlepas dari karakteristik daerah yang cukup unik dan menarik. Sebagai informasi, Sumedang merupakan daerah yang kaya akan hasil bumi karena selain memiliki kontur wilayah yang subur, mata pencaharian utama masyarakat berasal dari pertanian, perkebunan dan peternakan. Maka tidaklah heran apabila padi menjadi hasil utama daerah ini.

Selain padi sebagai komoditas terbesar, Sumedang juga memiliki hasil bumi yang cukup bervariasi seperti jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Selain tanaman sejenis palawija tersebut, daerah agraris ini juga memiliki komoditas lain seperti  kubis, ketimun, cabe merah, bawang merah, cabe rawit, pisang dan salak. Dari bidang perkebunan, Sumedang mampu menghasilkan banyak jenis tanaman kebun seperti aren, cengkeh, jahe, kelapa dalam, kelapa hibrida, kapuk, lada kopi, melinjo, tebu dan tembakau.

Agar memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi, masyarakat Sumedang mengolah hasil bumi tersebut menjadi berbagai macam kuliner olahan yang memiliki cita rasa tinggi. Beberapa contoh kuliner yang cukup terkenal dan nikmat diantaranya adalah Tahu Sumedang, Tutug Oncom, Ubi Cilembu, Opak Sumedang, Soto Bongko, dan masih banyak lagi.

Melalui pengolahan berbagai potensi hasil bumi tersebut, maka kuliner yang ada dapat dijadikan sebagai salah satu penyumbang daerah dari sektor ekonomi kreatif atau biasa dikenal dengan sebutan Ekraf. Dengan adanya sumbangan yang positif dari sektor ekonomi kreatif, dapat dipastikan pembangunan daerah akan lebih signifikan.

Dari berbagai potensi kuliner yang ada, penulis tertarik untuk membahas ubi jalar cilembu lebih dalam. Tentu ada faktor yang membuat ubi jalar bernama latin Ipomoea Batatas ini menjadi fokus utama. Faktor yang pertama adalah ubi cilembu hanya dapat ditemukan di Indonesia, memiliki keunikan rasa, tekstur dan berbagai manfaat.

Kedua, ubi nikmat ini hanya dapat manis apabila ditanam di tanah Sumedang, lebih tepatnya di Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan. Berdasarkan data yang ada, tanaman ini tidak akan maksimal rasanya apabila ditanam di luar daerah itu. Setelah diteliti, perbedaan cita rasa tersebut disebabkan oleh perbedaan kandungan dan keanekaragaman bakteri yang terdapat pada tanah dan ubi yang ditanam di Desa Cilembu dan di luar Desa Cilembu.

Dengan rasa yang khas serta sulit ditiru daerah lain, maka masyarakat dan pemerintah melakukan branding nama "Cilembu" pada ubi ini. Hal ini juga sekaligus menjadi cikal bakal munculnya nama ubi cilembu. Lebih lanjut, ubi cilembu yang dikenal juga dengan nama ketela rambat (Jawa), huwi boled (Sunda), sweetpotato (Inggris), dan shoyo (Jepang) ini sesungguhnya sudah ada di Desa Cilembu sejak zaman kolonial Belanda.

Pertama kali, pengolahan ubi ini dilakukan dengan cara dikukus atau dibakar di tungku. Tapi, pada tahun  1980-an ditemukan proses pengolahan lain yakni dengan cara dipanggang dalam oven. Dan ternyata? Proses pemanggangan tersebut membuat ubi cilembu menjadi lebih nikmat karena adanya cairan yang meleleh keluar seperti madu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun