Mohon tunggu...
Badriah Yankie
Badriah Yankie Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk keabadian

Badriah adalah pengajar bahasa Inggris SMA yang menyukai belajar membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kelas Online Tidak Berkeadilan

9 April 2020   09:02 Diperbarui: 9 April 2020   09:03 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wabah Covid-19 mengubah moda pelayanan pembelajaran. Sebelum wabah, kegiatan pembelajaran dominan tatap muka, di mana kelas menjadi tempat bertemunya pendidik dan siswa yang dididiknya. 

Kini, dengan anjuran belajar dari rumah dan guru mengajar dari rumah, semuanya berada di rumah masing-masing menjadikan kelas online sebagai pilihan yang dipandang paling efektif.

Beragam kelas di buka, sebagai contoh kelas yang memanfaatkan layanan dari Google Classroom. Sedangkan untuk tatap muka secara virtual, digunakan Zoom Us, misalnya. 

Minggu ini adalah minggu ketiga pembelajaran dilaksanakan secara online. Dengan kata lain, para siswa sudah menjalani tiga minggu belajar dengan cara online. Khusus untuk Provinsi Jawa Barat, materi ajar yang harus dikuasai oleh siswa telah diatur sedemikian rupa. Pada minggu pertama para siswa diarahkan untuk mengenal Covid-19 secara komprehensif. 

Pemerintah memberikan enam file untuk dibaca oleh siswa. Hasil pemahaman bacaan diserahkan kepada guru dalam bervariasi bentuk: tulisan, poster, rekaman, infografis, unggahan di media sosial sampai bentuk video. Para siswa melaksanakan pembelajaran dari rumah dengan antusias. 

Walaupun tidak dipungkiri pada minggu pertama para siswa mengalami euforia belajar dari rumah (yang dibaca libur). Tidak sedikit para siswa yang memanfaatkan belajar dari rumah dengan malah meninggalkan rumah untuk pemenuhan hasrat kemerdekaan belajar. Materi ajar untuk minggu-minggu selanjutnya diberikan petunjuk secara rinci seiring surat edaran belajar dari rumah diterbitkan. 

Seiring diperpanjangnya kebijakan belajar dari rumah, para guru mengatur perpanjangan pembelajaran yang menuntut para siswa merespon secara online. Guru mengharapkan para siswa menunjukkan hasil belajar dalam beragam bentuk  secara online. Hasil belajar berupa membuat poster, misalnya, harus dikirim fotonya, artinya harus menggunakan kuota internet. Bukti telah melakukan tugas tertentu, dikirim videonya, dan seterusnya dan seterusnya sehingga internet  menjadi andalan yang mengakibatkan internet bekerja lebih lambat dari biasanya. Penggunaan internet menjadi dominan.

Pengandalan pada kelas online yang dengan sendirinya membutuhkan kecukupan kuota menjadikan kelas online tidak dapat berjalan lancar. Permasalahan utamanya bukan dari keengganan siswa untuk turut serta hadir di dalam kelas. Namun, kemampuan untuk bisa bergabung mereka terbatas akibat jumlah kuota terbatas.

Sebagian guru memberikan tugas pembelajaran tanpa memperhitungkan apakah siswa memiliki pendukung untuk dapat melaksanakannya. Dukungan yang pertama adalah finansial. Para siswa harus memiliki kuota yang cukup untuk dapat terus online. 

Pada saat Zoom Us dilaksanakan, kuota yang dicanangkan cukup untuk satu bulan, ketika 7 mata pelajaran dari 14 mata pelajaran yang tercatat di jadwal siswa SMA melaksanakan tatap muka online, maka siswa megap-megap karena mereka harus merengek lagi kepada orangtuanya untuk menambah kuota. Kuota yang seharusnya cukup untuk satu bulan, habis dalam satu minggu. Sedangkan, tidak semua orang tua mampu menyediakan kuota tambahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun