Dipikir-pikir, kalau kita punya Rp500jt lebih baik untuk modal buka usaha. Entah itu laundry, bengkel, rumah makan, rental Playstation, salon, atau apa saja yang feasible dengan tempat kita tinggal. Kalau semua usaha dirasa tidak feasible, tabung saja dulu atau beli emas.
Namun, ternyata masih banyak yang bersedia menggunakan uang ratusan juga bahkan miliaran sampai jual sawah, rumah, dan tanah hanya untuk mengantar anaknya jadi abdi negara.
Abdi Negara di Mata Orang Desa
Suami saya Gen X yang lahir tahun 1970-an. Sampai usia SMP dia masih diajak oleh kakeknya untuk menghadiri silaturahmi trah (garis keturunan) Bendara Raden Mas Antawirya dari Keraton Yogya di Magelang. Namun, sang kakek dan beberapa kerabat memutuskan untuk tidak lagi menghadiri silaturahmi trah itu karena alasan diskriminasi.Â
Pada suatu pertemuan, panitia mengatur tempat duduk di depan untuk mereka yang jadi pamong desa, pegawai negeri, polisi, tentara, dan anggota DPRD. Sedangkan keturunan yang berprofesi sebagai pedagang dan petani dipersilakan duduk di kursi belakang.
Pada tiap silaturahmi tempat duduk para pedagang dan petani ini makin ke belakang sampai terpisah dari aula utama. Karena itu mereka akhirnya sadar bahwa yang dipisah hanya yang pedagang dan petani. Untuk ukuran pedagang dan petani di masa itu sebetulnya mereka tidaklah miskin. Tanahnya sudah hektaran, dari hasil berdagang pun sudah terbeli rumah dan kendaraan.
Namun, terasa ada rasa malu mengakui petani dan pedagang ini sebagai bagian dari darah biru.
Sejak itu, selain tidak lagi menghadiri silaturahmi, mereka juga tidak lagi memakai gelar di depan namanya dan melarang semua keturunannya (andai diundang) untuk ikut silaturahmi trah. Diketahui Bendara Raden Mas Antawirya punya 22 anak dari beberapa istri. Silaturahmi trah ini diadakan oleh generasi ke-4 dan ke-5.
Yang Berseragam yang Dielukan
Kisah petani dan pedagang yang tidak dianggap itu sudah terjadi puluhan tahun lalu, tapi masih relevan bagi orang desa, terutama mereka yang tidak berpendidikan tinggi.
Orang desa masih menganggap jadi PNS, tentara, dan polisi itu keren. Masih banyak orangtua yang ingin punya menantu berseragam karena jaminan kesejahteraan bagi anaknya. Itulah juga yang membuat banyak orangtua rela menghabiskan ratusan juta rupiah demi anaknya diterima sebagai abdi negara. Ada yang berhasil, ada juga yang kena tipu.
Ada seorang ibu teman sekolah anak saya. Saat akan menikah lagi setelah setahun ditinggal wafat suaminya, banyak yang memujinya karena berhasil dapat suami tentara. Bagi orang yang tahu jenjang karir kemiliteran, pangkat Letda di usia 38 tahun belumlah tinggi sebab lulusan Akmil pun langsung berpangkat Letda.