Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Geriatric Millennial

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Punya Ratusan Juta Pilih Jadi Abdi Negara daripada Buka Usaha

17 Maret 2025   14:10 Diperbarui: 17 Maret 2025   23:10 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi uang dari Pixabay/ROBERT LENS

Dipikir-pikir, kalau kita punya Rp500jt lebih baik untuk modal buka usaha. Entah itu laundry, bengkel, rumah makan, rental Playstation, salon, atau apa saja yang feasible dengan tempat kita tinggal. Kalau semua usaha dirasa tidak feasible, tabung saja dulu atau beli emas.

Namun, ternyata masih banyak yang bersedia menggunakan uang ratusan juga bahkan miliaran sampai jual sawah, rumah, dan tanah hanya untuk mengantar anaknya jadi abdi negara.

Abdi Negara di Mata Orang Desa

Suami saya Gen X yang lahir tahun 1970-an. Sampai usia SMP dia masih diajak oleh kakeknya untuk menghadiri silaturahmi trah (garis keturunan) Bendara Raden Mas Antawirya dari Keraton Yogya di Magelang. Namun, sang kakek dan beberapa kerabat memutuskan untuk tidak lagi menghadiri silaturahmi trah itu karena alasan diskriminasi. 

Pada suatu pertemuan, panitia mengatur tempat duduk di depan untuk mereka yang jadi pamong desa, pegawai negeri, polisi, tentara, dan anggota DPRD. Sedangkan keturunan yang berprofesi sebagai pedagang dan petani dipersilakan duduk di kursi belakang.

Pada tiap silaturahmi tempat duduk para pedagang dan petani ini makin ke belakang sampai terpisah dari aula utama. Karena itu mereka akhirnya sadar bahwa yang dipisah hanya yang pedagang dan petani. Untuk ukuran pedagang dan petani di masa itu sebetulnya mereka tidaklah miskin. Tanahnya sudah hektaran, dari hasil berdagang pun sudah terbeli rumah dan kendaraan.

Namun, terasa ada rasa malu mengakui petani dan pedagang ini sebagai bagian dari darah biru.

Sejak itu, selain tidak lagi menghadiri silaturahmi, mereka juga tidak lagi memakai gelar di depan namanya dan melarang semua keturunannya (andai diundang) untuk ikut silaturahmi trah. Diketahui Bendara Raden Mas Antawirya punya 22 anak dari beberapa istri. Silaturahmi trah ini diadakan oleh generasi ke-4 dan ke-5.

Yang Berseragam yang Dielukan

Kisah petani dan pedagang yang tidak dianggap itu sudah terjadi puluhan tahun lalu, tapi masih relevan bagi orang desa, terutama mereka yang tidak berpendidikan tinggi.

Orang desa masih menganggap jadi PNS, tentara, dan polisi itu keren. Masih banyak orangtua yang ingin punya menantu berseragam karena jaminan kesejahteraan bagi anaknya. Itulah juga yang membuat banyak orangtua rela menghabiskan ratusan juta rupiah demi anaknya diterima sebagai abdi negara. Ada yang berhasil, ada juga yang kena tipu.

Ada seorang ibu teman sekolah anak saya. Saat akan menikah lagi setelah setahun ditinggal wafat suaminya, banyak yang memujinya karena berhasil dapat suami tentara. Bagi orang yang tahu jenjang karir kemiliteran, pangkat Letda di usia 38 tahun belumlah tinggi sebab lulusan Akmil pun langsung berpangkat Letda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun