Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Istri petani. Tukang ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penyebab Kabupaten Magelang Belum Punya Hari Jadi Padahal Sudah Eksis Sejak Mataram Kuno

20 Maret 2023   12:30 Diperbarui: 15 November 2023   10:30 1529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prasasti Mantyasih disimpan di pendopo Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang | Sumber: Instagram @sahat_simarmata

Keberadaan prasasti dan lumpang batu (watu lumpang) di Kampung Mateseh itulah yang menguatkan Wali Kota Magelang Drs. A. Bagus Panuntun, pada 16 Juni 1980, menetapkan tanggal 11 April 907 sebagai Hari Jadi Kota Magelang. Hari jadi Kota Magelang itu kemudian diresmikan dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1989.

Karena sudah keduluan Kota, maka tahun 907 sudah tidak bisa lagi ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Magelang. Lagipula prasasti dan lumpang batu itu memang ditemukan di wilayah Kota Magelang yang otomatis jadi hak Kota menetapkan hari jadinya berdasarkan terbentuknya wilayah seperti yang diceritakan di prasasti.

Pilihan Pertama dari Prasasti Canggal

Prasasti Canggal ditemukan di kompleks bangunan candi Gunung Wukir di Dusun Canggal, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang dan berangka 654 Saka atau 732 Masehi. Itu berarti usianya lebih tua dari Prasasti Mantyasih.

Prasasti ini ditafsirkan sebagai pernyataan diri Raja Sanjaya pada tahun 732 sebagai penguasa universal dari Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan Mataram Kuno disebut juga sebagai Kerajaan Medang Kamolan atau Medang (cabang) Jawa Tengah

Isi prasasti juga menyebut pulau Jawa (Yawadwipa), sebagai tanah yang sangat subur, kaya akan tambang emas, dan menghasilkan gandum atau padi. Di pulau Yawa itu ada sebuah bangunan suci untuk pemujaan Siwa yang sangat indah, untuk kesejahteraan dunia yang dikelilingi oleh sungai-sungai yang suci, antara lain sungai Gangga. Bangunan suci itu terletak di wilayah Kunjarakunja. 

Kunjarakunja bisa diartikan sebagai "tanah dari pertapaan Kunjara" yang dikenal sebagai tempat pertapaan Resi Agastya, maharesi Hindu yang dipuja di India selatan.

Prasasti Canggal berhuruf Pallawa berbahasa Sansekerta | Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id
Prasasti Canggal berhuruf Pallawa berbahasa Sansekerta | Foto: kebudayaan.kemdikbud.go.id

Prasasti Canggal kini tersimpan di Museum Nasional Jakarta. Itu berarti secara fisik, Kabupaten Magelang tidak memiliki prasasti yang bisa dijadikan simbol hari jadi wilayahnya. 

Pun, prasasti itu hanya menyebut pulau Jawa secara keseluruhan, penyebutan lokasi Kunjarakunja pun tidak spesifik menunjukkan apakah tanah itu ada di wilayah yang sekarang jadi Kabupaten Magelang atau tidak.

Pilihan Kedua dari Besluit Gubernemen

Sejak masa Mataram Kuno, Magelang masih satu wilayah dan belum dipisah jadi kota dan kabupaten.

Pemisahan Magelang dimulai pada 1 Agustus 1812 saat Letnan Gubernur Jawa Thomas Stamford Raffles dari Inggris menguasai wilayah Kedu (saat itu meliputi Magelang dan Temanggung) yang termasuk dalam wilayah Kesultanan Yogyakarta.

Melihat strategisnya Magelang yang berada ditengah-tengah Jawa, maka dipecahlah kawasan ini menjadi ibu kota Negeri Kabupaten Magelang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun