Mungkin, mungkin, ya, karena berdasarkan pengalaman saya, bukan riset ilmiah. kemunculan The Jak di kandang Persib dan kemunculan Viking di kandang Persija membuat rivalitas dua suporter malah merembet jadi rivalitas klub.
Pertama, karena The Jak berisik dan ribut. Selain meneriakkan yel-yel, mereka juga menyanyi, padahal tanding di kandang lawan, kok, pede banget. Yang sopan dikit, kek!
Kedua, saat nonton di kandang Persija jumlah Viking kadang-kadang melebihi jumlah The Jak. Sama seperti The Jak yang berisik di kandang lawan, Viking juga berisik di kandang Persija.
Inilah awal mula rivalitas sengit kelompok suporter The Jak dan Viking yang merembet jadi rivalitas Persija dan Persib, sampai sekarang.
Yang Dekat yang BermusuhanÂ
Jarak dari Jakarta ke Bandung hanya 150 kilometer dan sejak ada tol Cipularang bisa ditempuh hanya dalam 2,5 jam saja. Arema dan Persebaya pun sama. Suporter mereka bermusuhan justru karena jarak Malang dan Surabaya hanya sekitar 100 kilometer dan bisa ditempuh dalam 2 jam kalau lewat tol Pandaan.
Klub yang paling dekat jaraknya justru yang paling keras permusuhannya bisa dibaratkan seperti kita bertetangga di kampung atau perumahan. Kalau akrab dengan tetangga, ya akur, kalau tidak akur, ya musuhan. Sampai-sampai ada yang menembok jalan masuk rumah tetangganya karena sakit hati dijulidin si tetangga.
Dengan tetangga terdekat pula kita bisa paling senang atau paling tidak rela kalau dia sukses lebih dulu daripada kita.
Menerima Kekalahan dan Menjauhi Baper
Kekalahan yang datang dari tetangga terdekat justru yang paling bikin sakit hati. Penyebabnya karena aura perayaan dan kesenangan mereka rasanya seperti mengetuk-ngetuk pintu rumah kita, saking dekatnya.
Cara paling mudah untuk menerima kekalahan, mengutip My Mind, adalah menerimanya sebagai kenyataan sepahit apapun rasanya untuk ditelan. Menerima kekalahan justru bermanfaat buat kesehatan jiwa dan raga.
1. Peluang memperbaiki diri. Dengan menerima kekalahan berarti kita membuka pintu untuk memperbaiki diri. Karena kalau kita kalah belum tentu kita dicurangi, bisa jadi kita yang tidak sebaik lawan.
2. Berlapang dada. Makin cepat menerima kekalahan makin baik karena tidak banyak waktu terbuang untuk meratap, mengutuk, atau mencaci-maki.Â