Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Istri petani. Tukang ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Pengalaman Kerja di Start-up Jadul Tanpa PHK dan Resign Sebelum Membesar

5 Juni 2022   13:33 Diperbarui: 5 Juni 2022   19:45 3588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pekerja startup. (Sumber gambar: unsplash.com/@socialcut)

Pelaku hustle culture di kantor kami cuma founder dan co-founder yang seolah bekerja tanpa henti, online dan offline.

Staf dari negara-negara lain yang bekerja dari kantor, senangnya, tidak ada yang berlagak workaholic atau sok lembur. Semuanya pulang tenggo (teng langsung go) pukul 17.45 waktu Singapura. Bedanya, staf lain jajan-jajan dulu sebelum kembali ke apartemen, tim Indonesia langsung pulang saking sungguh-sungguh mengirit uang makan demi bisa pulang ke Indonesia bawa banyak uang.

Uang Makan

Bagaimana cara mengirit uang makan? Uang makan yang disediakan kantor per hari sebesar 19 dolar Singapura, cukup untuk makan 3 kali sehari di rumah makan sekelas warteg. 

Ada tempat makan yang murah-meriah, tapi lokasinya lumayan jauh dari apartemen dan kantor, jadi tidak efisien karena harus mengeluarkan biaya MRT.

Bila gaji diberikan dalam mata uang rupiah langsung ke rekening, uang makan diberikan tunai per bulan dalam mata uang dolar Singapura.

Sebelum bersedia bekerja secara remote lalu diminta bekerja dari kantor, kami sudah tahu berapa duit yang akan kami terima. Jadi, kami sangat sadar dan satu sama lain tidak pernah mengeluhkan kecilnya take home pay. 

Karena itu kami masing-masing bawa mi instan, beras, sarden, abon, dan penyedap rasa. Tidak banyak. Kalau banyak-banyak kuatir dicurigai di bandara dikira penyelundup. 

Bekerja dari kantor start-up itu tidak selamanya, cuma setahun. Setelah setahun semua staf diminta pulang ke negara masing-masing untuk bekerja kembali secara remote.

Diakuisi Isentia

Beberapa bulan sebelum saya resign, sudah ada desas-desus sesama staf kalau Brandtology akan dibeli Isentia dari Australia karena prospek dan valuasinya yang cerah.

Proses akuisisi itu betul berjalan setelah saya resign. Saya resign bukan karena gajinya kecil, tapi karena anak pertama saya sudah berusia enam bulan dan butuh perhatian ekstra dari ibunya.

Kini start-up tempat saya pernah bekerja itu masih beroperasi. Mungkin sudah tidak lagi jadi start-up karena sudah membesar selama 14 tahun dan berubah nama jadi Isentia Brandtology. 

Teman saya bilang sekarang cukup disebut sebagai Isentia saja karena sudah melebur jadi satu bagian dan kesatuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun