Pada orang yang senang "mendramakan" orang lain, jangankan punya tiga jenis empati seperti yang disebutkan Daniel dan Paul, punya salah satunya saja sepertinya tidak.
Kekurangan empati pada diri seseorang lama-kelamaan dapat berakibat:
1. Terisolasi. Rendahnya kadar empati membuat kita merasa bahwa orang lain dengan segala variasi emosinya (marah, senang, sedih, gembira dll) tidak penting dan tidak akan mempengaruhi hidup kita.
Padahal, kemampuan memahami orang lain penting untuk hubungan interpersonal jangka panjang, seperti pada sahabat, suami, istri, anak, rekan kerja, atau bahkan pekerja rumah tangga.
Orang yang kurang empatinya akan merasa tidak ada orang lain yang sebanding dengan dirinya. Lama-lama, disadari atau tidak, dia bakal merasa kesepian dan terisolasi di dunia yang ramai ini.
2. Punya masalah dalam berkomunikasi. Simpelnya, jika kita tidak mau memahami apa yang dirasakan orang lain, maka kita tidak bisa berinteraksi dengan mereka. Pun sebaliknya, orang tidak nyaman berbicara dan mengobrol dengan orang yang selalu menganggap orang lain "bikin drama".
3. Kesulitan di tempat kerja. Karir yang moncer bisa dicapai oleh orang yang egois, namun rapuh dan mudah goyah.
Sementara itu, empati adalah komponen inti dari kecerdasan emosional. Orang yang punya empati lebih berpeluang besar mencapai puncak karir secara stabil dan profesional karena skill interpersonal mereka telah lebih dulu ideal.
4. Punya masalah kesehatan lebih banyak. Penyakit bukan hanya datang dari makanan dan gaya hidup, juga dari "hati".Â
Hati yang sering menyepelekan orang, egois, menganggap orang lain tidak sepadan, dan sombong, lama-lama jadi masalah untuk mental yang bakal menggerogoti kesehatan fisik.
Manusia itu dasarnya makhluk sosial yang butuh orang lain untuk mencukupi kebutuhan emosional dan psikologisnya. Empati adalah salah satu kunci kita dapat menjalin hubungan sosial dengan orang lain.