2. Kekurangan hormon cinta. Hormon yang dikenal sebagai hormon cinta adalah oksitosin. Hormon oksitoksin dapat ditingkatkan dengan cara berkegiatan yang memacu adrenalin, berinteraksi dengan orang yang kita sukai, dan menerima pelukan dari orang tua, suami/istri, atau anak.
Kekurangan hormon oksitosin juga bisa menyebabkan depresi dan kecemasan. Kalau ada kecemasan bagaimana mau berempati pada orang lain.
3. Menderita gangguan narsistik. Pengidap gangguan narsistik enggan menunjukkan rasa empati karena khawatir hal tersebut dianggap sebagai kelemahan. Jadi sebagai bentuk perlindungan diri, mereka tidak mau menunjukkan rasa empati.Â
Kesukaan nonton drama Korea atau sinetron tidak ada hubungannya dengan orang yang senang "bikin drama".
Ada orang-orang yang memang mengaku-aku sakit supaya dapat perhatian dari orang lain (sindrom Munchausen). Namun, kalau ada yang sakit betulan lantas dibilang "drama", itu berarti yang mengatakan "bikin drama" lah yang rendah empatinya.
Menurut psikolog Daniel Goleman dan Paul Ekman, ada tiga kategori empati, yaitu:
Empati kognitif, yaitu kemampuan untuk memahami perasaan dan pemikiran seseorang.Â
Empati kognitif dapat membuat kita menjadi komunikator yang baik karena membantu menyampaikan informasi dengan cara yang paling ideal untuk menjangkau orang lain.
Empati emosional (juga dikenal sebagai empati afektif), adalah kemampuan untuk berbagi perasaan dengan orang lain. Contohnya, "Sakitmu sakitku juga, Sayang."
Jenis empati inilah yang membantu kita membangun hubungan emosional dengan orang lain.
Empati welas asih (juga dikenal sebagai perhatian empatik), adalah jenis empati yang lebih dari sekadar memahami orang lain. Empati seperti inilah yang menggerakkan kita untuk mengambil tindakan dan membantu sebisa kita.